Jumat, 12 April 2024

#14 Malioboro di Musim Lebaran

Semalam saya ke Malioboro bersama Novi. Novi ingin makan sate yang ada di Malioboro katanya. Prediksi saya, Malioboro akan sepi karena masih momen lebaran. Ternyata prediksi saya salah. :") Malah momen lebaran membuat Malioboro ramai. Saya parkir di ujung Malioboro, bagian parkiran tingkat. Lalu, kami jalan menyusuri jalanan Malioboro. Kesan pertama melihat banyak orang seperti itu adalah pusing untuk orang introvert seperti saya. Tapi, saya mencoba untuk menikmati momen itu sambil mengingat kenangan di setiap sudut Malioboro. Dan malam itu, hampir 10.000 langkah jalan kaki hanya dengan menyusuri ujung Malioboro ke arah Titik Nol bolak-balik.

Apa saja yang saya beli di Malioboro?
Tentunya saya beli air mineral Rp5.000 karena lupa bawa air minum dan tergoda dengan air esnya untuk menghilangkan kepenatan di tengah keramaian orang. Lalu, ada ronde, salah satu ronde yang pernah saya beli setiap ke Malioboro. Sebenarnya, rondenya biasa saja, tapi memori yang muncul itu yang membuatnya terasa nikmat. Air jahe hangat dengan taburan kacang, kolang-kaling dan dua butir ronde membuat hati menyenangkan. Ditambah lagi dengan cerita lebaran si bapak penjual ronde. Bapaknya juga menawarkan kepada saya untuk kerja parttime jualan ronde di salah satu cabangnya. Tugasnya ngapain? Dorong gerobak sekitar 3 km dan jualan ronde dari jam 4 sore sampai jam 12 malam. Dihitung gajinya Rp2.000 per mangkok. Kata bapaknya, kalau pas hari biasa bisa dapat Rp100.000, terus kalau weekend bisa dapat Rp500.000 gajinya. Tinggal hitung saja kalau setia hari jualan. Lumayan.... Bapaknya cerita tentang bisnis yang sudah dilakukannya ini bertahun-tahun. Rondenya buatan sendiri. Bapaknya asli Bandung, kerja di Surabaya, punya bisnis ronde di Jogja. Mungkin, pekerjaan ini bisa jadi alternatif untuk mengisi waktu. 

Lalu, saya dan Novi berjalan lagi arah balik. Sambil menunggu perut kosong lagi, kami sambil jalan lihat-lihat sekitar. Di tengah jalan, kami menemukan penjual sate ayam. Sebenarnya sepanjang jalan Malioboro, kita dapat menemukan banyak penjual. Nah, entah kenapa kami pergi mendekati ibu penjual sate. Saat itu, penjualnya sedang ngobrol dengan temannya sesama penjual sate. Saya penasaran dengan bisnis sate ini. Lalu, saya tanya ke ibu yang tengah berdiri sambil membawa dagangan satenya di kepala, "Ibu asli mana?" Karena terdengar suara logat dan bahasa daerah bukan Jawa Tengah atau Jogja. "Asli Madura," jawabnya. Sontak saya bertanya lagi, "Oh, semua yang jualan sate di sini apa orang Madura?" Lalu ibunya menjawab, "Iya." Pertanyaan saya cukup berhenti di sana. Wah, menarik, bisnis sate kebanyakan oleh orang Madura. Memang sih sate Madura ini sangat enak, apalagi sate favorit saya di daerah Cawang, Jakarta. Tiap ke Jakarta, saya selalu ingin beli sate Madura dekat rel Cawang itu, tapi selalu gagal. Dulu waktu tinggal di Pancoran, saya sering beli di sana. Sampai ibu penjualnya hafal saya. :D Oh iya, harga sate di Malioboro di musim lebaran ternyata Rp20.000 seporsi dengan ketupat dan sate ayam 8 tusuk. Untuk rasa, ya standar seperti sate pada umumnya.

Lalu kami pulang dengan kenyangnya. Lumayanlah bisa jalan hampir 10.000 langkah kaki. :D


Tidak ada komentar:

Posting Komentar