Minggu, 31 Maret 2024

#2 Perihal Mencintai Diri Sendiri

Hari ini saya berefleksi bahwa semingguan kemarin saya merasa tidak waras. Saya kehilangan self-love yang beberapa bulan terakhir ini saya pelajari. Ya, belajar untuk mencintai diri sendiri memang tidak dapat secepat itu. Bagaimana bisa saya mencintai orang lain, saya menyayangi orang lain melebihi saya mencintai diri sendiri? Itu yang masih terjadi.

Seseorang datang lagi dan saya terlalu excited yang pada akhirnya saya melampaui batasan yang telah saya buat sebelumnya. Perasaan yang menggebu-gebu mungkin lebih tepatnya. Saya terlewat mengontrol itu. Dan pada akhirnya, saya dipenuhi dengan ekspektasi dan asumsi yang dibuat oleh pikiran sendiri. Ketika ekspektasi itu tak sesuai dengan harapan, saya terluka. Mau sampai kapan? Saya masih belajar.

Satu hal yang saya pelajari hari ini, yaitu tentang cinta terhadap diri sendiri dan orang lain. Kenapa ya saya dengan mudahnya mengatakan saya sayang dengan kamu? untuk orang lain, daripada kepada diri sendiri! Itu yang saya garis bawahi lagi. Lalu pertanyaan kenapa dan kenapa muncul memenuhi pikiran. Ada satu titik saya sadar, pertanyaannya perlu diubah menjadi "Apa yang bisa saya lakukan untuk mencintai diri sendiri?" Ya, pertanyaan itu lebih cocok untuk dipertanyakan. Pertanyaan kenapa selalu muncul untuk sebuah alasan, sedangkan pertanyaan apa untuk hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki. Saya rasa begitu.

Well, saya perlu sebuah komitmen untuk hal ini. Mari bangun pagi dengan mencintai diri sendiri! Mari membicarakan kebutuhan diri sendiri! Mari berkomitmen untuk menjadi lebih baik. Kalau kata Guru, amati rasa yang muncul, perasaan-perasaan yang pernah ada, perasaan dicintai, tapi hanya amati saja, rasakan! Fokus ke pernapasan, amati respon tubuh dan cukup diamati, tanpa bereaksi. Olahraga yang cukup, istirahat yang cukup, perbaiki pola makan dan pola hidup, fokus ke diri sendiri. Peluk erat tubuh sendiri. Komitmen untuk mengulang meditasi rutin. Gunakan waktu untuk memasak makanan yang real food. Lalu, hargai orang-orang atau sesuatu yang datang dan lepaskan sesuatu yang ingin pergi.

Satu hal lagi yang ingin saya ceritakan di sini tentang dua hari lalu. Perasaan sedih saya membuat saya bahkan abai dengan keberadaan kucing-kucing saya, yang selama ini di saat saya di energi rendah maupun tinggi, mereka selalu hadir untuk saya. Bahkan di saat energi saya di level kecewa kemarin, Oyen selalu hadir di dekat saya, kemana pun saya pergi, dia ikut dan sepertinya dia tahu bahwa saya pun butuh dukungan. Sungguh sangat sweet buat Oyen, anak manis! Dan itu beneran lho! Saya sampai heran, tapi saya tidak berpikir sejauh sekarang karena saat itu di pikiran saya hanya orang lain yang mungkin tidak pernah memikirkan saya sedikit pun. Ya, begitulah, ketika rasa sayang ke orang lain terlalu besar sampai-sampai lupa kalau diri ini juga perlu disayang. Mari hargai orang-orang yang datang dan lepaskan orang-orang yang memang ingin pergi. Mari merdekakan diri sendiri untuk kemerdekaan yang bahagia! Yok, pasti bisa!

Sepertinya berhubungan dengan sebuah percakapan guru dan muridnya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Pwe Hui, seperti ini:

"Guru, aku selalu khawatir bahwa aku telah menyakiti orang lain. Apa yang harus aku lakukan?"

"Aii... Sebenarnya, orang yang paling banyak kamu salahkan selama ini, adalah diri kamu sendiri. Mengalah untuk satu hal, memperhatikan hal lain. Namun justru hanya mengorbankan dirimu sendiri. Kemudian, kamu menjadi seseorang yang mudah marah, tidak stabil secara emosional. Kamu menekan emosimu, kehilangan kepribadian, hanya tersisa kelelahan dan kesepian. Jadi, cintai dirimu terlebih dahulu sebelum mencintai orang lain. Bagaimana cara kamu mencintai dirimu sendiri adalah mengajari orang lain bagaimana cara mencintaimu."

Saya setuju pernyataan itu, terutama pengingat untuk saya yang selama ini selalu mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Masih belajar pelan-pelan untuk memahami diri sendiri. Semangat untuk diri sendiri!

Sabtu, 30 Maret 2024

#1 Nikmati Prosesnya

Setiap orang berproses untuk menjadi lebih baik versi diri masing-masing. Dan setiap orang atau sesuatu yang datang ke hidup kita pasti ada alasannya. Tuhan mengirimnya agar kita belajar sesuatu. Ya, sesuatu yang kadang prosesnya membuat kita seperti ingin menyerah, tapi harus dijalani. Oh, jangan menggunakan kata "harus", kau akan terbebani, begitu kata kawan baik saya. Pernyataan sebelumnya saya ralat ya, sesuatu yang kadang prosesnya membuat kita seperti ingin menyerah, tapi mari nikmati perjalanan prosesnya. Nah! Lebih baik.

Di dunia ini ada hal-hal yang bisa kita kontrol dan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol. Hak orang lain untuk membalas pesan WA kita? Di luar kontrol kita. Membalas cinta kita? Bukan kontrol kita. Respon orang lain? Bukan kontrol kita. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk selalu seperti yang kita harapkan. Maka kita perlu mengontrol hal-hal yang bisa kita kontrol saja. Fokus ke diri sendiri. Begitu pula dengan perasaan atau emosi-emosi kita. Emosi yang datang pun kita yang bisa kontrol. Begitu pula bahagia. 

Saya pernah bertanya kepada dosen filsafat saya, tentang bahagia. Kesimpulan yang saya dapat adalah sebenarnya bahagia itu adalah pilihan. Di saat kita mendapatkan masalah atau hal-hal baik maupun buruk dalam hidup, kita bisa memilih emosi apa yang akan muncul. Kita marah karena tubuh kita mengizinkan. Kita sedih karena tubuh memperbolehkan perasaan itu. Kalau bisa memilih kenapa kita tidak memilih untuk bahagia? Hal yang perlu kita lakukan adalah mengidentifikasi perasaan yang muncul dan menyadarinya. Walaupun kenyataannya, kadang saya pun masih belajar untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang muncul dan memilih untuk bahagia.

Kejadian semingguan ini membuat saya berefleksi bahwa kita perlu beraksi, bukan bereaksi. Seseorang datang tiba-tiba dan menghilang tanpa kabar mempengaruhi pikiran saya seminggu ini. Hampir saja saya menjadi tidak waras karena harus release selama dua hari dengan sebuah penderitaan yang seharusnya bisa saya tangani di awal. Memang ya, menunggu, membuat ekspektasi, memberi kesempatan orang lama untuk datang kembali di saat hati sedang move on itu membuat penderitaan. Padahal saya bisa dari awal memilih tidak mengizinkannya untuk datang kembali. Ya, kalau lurus-lurus saja, tentu tidak akan membuat kita belajar. Ya kan?

Pada akhirnya, saya belajar untuk berproses kembali. Ya ini jalannya, saya memang perlu menikmati prosesnya walaupun pelan-pelan. Terima kasih ya seseorang di sana sudah datang kembali dan memberi pelajaran untukku. Terima kasih sudah membuat saya menunggu lama dan lain kali saya tidak perlu menunggumu lagi! Bahagia untuk diriku! Damai untuk seluruh alam.