Senin, 04 Maret 2019

Sebuah Awal Backpacking ke India


Perjalanan kali ini terasa terlalu cepat. Bagi saya, ada yang kurang dalam hal persiapan secara pribadi. Saya kurang memikirkan hal-hal detail. Ya mungkin ini salah satu akibat saya terlalu mengandalkan teman seperjalanan saya. Dan hal tersebut membuat saya santai-santai saja untuk mempersiapkannya. Terlebih lagi, perjalanan ini sangat dadakan dan hampir seperti mimpi secepat ini saya melakukan trip ke India.

***

Awal Desember 2018

            Perjalanan saya dimulai dari tengah malam, kawan saya Nafis, mengirim tiket promo ke Beijing yang hanya 1,8 juta PP. Tergiur bukan? Saya pun cukup tergiur dengan tawaran kali ini, namun kami masih berpikir ulang karena maskapai yang mengadakan promo adalah maskapai yang cukup sering bermasalah. Kami pun urungkan pergi ke China kala itu. Lantas, saya iseng mengirim tiket promo ke India ke Nafis. Dari segi harga sekitar 800-950 ribu PP dari Kuala Lumpur ke India. Sontaklah kami berdua menyakinkan diri untuk pergi. Sebenarnya, antara percaya atau tak percaya. Bagi kami, itu tiket murah banget. Biasanya, sepromo-promonya maskapai masih di atas 2 juta PP. Ya, berhubung kami ticket hunter ditambah promo super murah, kami tergiur!

Kami menentukan tanggal dan mencoba menghubungi pihak @tiket_123 di Instagram. Tanpa ba bi bu kami pun langsung beli. Ada 3 pilihan, yaitu KUL-Bhubaneswar 750ribu PP, KUL-Visakhapatnam 850ribu PP, dan KUL-Kochi 890ribu PP. Ketiga bandara tujuan jarang kami dengar. Kami mencoba mencari tahu posisi bandara tersebut. Pilihan terakhir tertuju pada Bhubaneswar. Yak, bandara ini terletak di India bagian timur atas. Menurut kami lebih gampang kalau mau trip ke arah utara. Jadilah kami pilih. Pembelian tiket Kuala Lumpur – India beres! Hanya 800ribu PP! Murah! Fix, kami bakal pergi ke India secepat ini dan tanpa memikirkan tiket dan keperluan lain. Yang penting murah dulu. 😊

Tiket sudah di tangan, hari berikutnya, kami mencari tahu informasi lebih banyak mengenai Bhubaneswar. Dari segala hal keterbatasan informasi yang kami dapatkan sebelum beli tiket pesawat, ada beberapa hal yang membuat kami mencari jalan keluar demi budget tetap minimum. :’’) Maklum, kami sangat perhitungan soal budget dan sebisa mungkin jangan terlalu foya-foya. Kalau bisa seminim mungkin dan hasil maksimal, kenapa nggak? Kan lebihnya bisa buat trip selanjutnya! Hahaha. Well, apa sajakan hal-hal yang membuat kami berpikir mencari jalan keluar itu? Banyak! Hahaha. Next paragraph, ya!

          Pertama, ternyata dari ketiga bandara pilihan, hanya bandara Bhubaneswar yang tidak bisa menggunakan e-visa. Padahal, awalnya kami merencanakan e-visa gratis ke India sesuai informasi dari pemerintah. Ternyata tak semua bandara India menyediakan e-visa. Jadi, lebih baik cek dulu informasi bandara kalau mau beli tiket pesawat. Hahaha. Untuk daftar bandara e-visa India bisa cek di website resmi pemerintahan India di https://indianvisaonline.gov.in/evisa/tvoa.html . Berhubung e-visa tidak bisa, jadi kami harus membuat visa regular ke kedutaan India yang kami harus mengeluarkan budget Rp1.540.000. Mahal? Iya, mahal! Hahaha. Ini mau murah, gak jadi murah. Tapi tak apalah ya. Untuk tata cara pembuatan visa regular, bisa cek di link . Biaya visa regular terbaru per Desember 2018 adalah Rp1.540.000 untuk 30 hari kunjungan dan masa aktif visa 6 bulan terhitung dari masa pembuatan.

Nah, saya membuat visa regular sekitar 10 hari sebelum keberangkatan. Sewaktu bikin visa, saya sudah ketar-ketir saja kalau-kalau tidak jadi sebelum keberangkatan. Ditambah lagi, bulan Desember akhir, ada libur Natal dan akhir tahun, membuat saya tambah was-was! Pembelajaran buat saya, untuk mengurus dokumen sepenting visa ini, sebaiknya harus jauh-jauh hari, jangan dadakan. Hal ini untuk mengantisipasi hal-hal buruk terjadi atau kesalahan dokumen. Ya, walaupun banyak drama dalam pembuatan visa ini, tapi akhirnya tanggal 27 Desember 2018 visa India sudah ditangan dengan keberangkatan tanggal 31 Desember 2018. Haru, was-was, ya tapi itu salah satu pengalaman yang dapat diambil pembelajaran untuk trip selanjutnya.

            Kedua, kami belum beli tiket Jakarta – Kuala Lumpur PP. Padahal pemberangkatan tinggal 2 minggu lagi. Hahaha. Ada sih sebenernya kalau mau langsung beli dengan harga yang di atas 1 juta sekali jalan karena akhir tahun. Ya, tapi balik lagi, pengennya yang pulang-pergi kalau bisa di bawah 1,5 juta lah maksimal. >.< Perhitungan banget yak! Iya, banget….

Dan, kami beneran lho, nyari berbagai opsi. Malah sempat terpikir lewat Surabaya saja atau Jogja, yang akhir tahun kemarin ada promo murah. Tapi setelah berbagai perdebatan hati, kami menemukan penolong. Yups, Traveloka memberikan harga paling murah Rp650 ribu penerbangan Bandung – Kuala Lumpur akhir tahun tanggal 31 Desember. Langsung deh kami beli. Terus untuk kepulangan kami beli terpisah. Balik lagi nyari promo ke akun Instagram @tiket_123. Kala itu ada promo Rp460 ribu Kuala Lumpur - Jakarta. Sebenarnya, harga di website resmi maskapai AirAsia lebih murah, sekitar 300an ribu, tapi kami gaptek currency di website untuk penerbangan Kuala Lumpur – Jakarta tak mau ganti jadi rupiah. Ya kan berhubung kami sudah tak mau ribet harus pake ringgit, kami belilah tiket promo Rp460 ribu itu. Haha.

Untuk budget 1 juta sekali jalan masih okelah sebenarnya untuk akhir tahun. Tapi, Alhamdulillah masih murahlah ya sekitar 1 jutaan PP di akhir tahun. Pokoknya urusan tiket pesawat kami belinya terpisah-pisah. Sebenarnya, ada gak enaknya juga sih beli terpisah seperti ini, takutnya kalau ada delayyy! Tapi Alhamdulillah pesawat kami tidak delay. Perlu dipertimbangkan juga sih ini kalau tak mau rugi. 😊

             Nah, ketiga, masalah tiket kereta India. Sebelum pergi ke suatu Negara alangkah baiknya, kita sudah tahu moda transportasi apa saja yang ada di negara tersebut. Jujur, awalnya saya takut untuk trip ke India. Berbagai hal negatif sudah diwanti-wanti teman saya untuk jaga diri. Terus lagi, banyak video beredar tentang kesemrawutan kereta India. Berjubel-jubel ribuan orang masuk ke kereta. Ya, apalagi kereta merupakan salah satu transportasi popular di India. Sistem perkeretaan di India termasuk sudah melek teknologi. Untuk pemesanan, kita bisa pesan online di website resmi https://www.irctc.co.in/nget/train-search . Nah, bagi saya yang rada-rada gaptek, menggunakan website tersebut membuat saya pusing dan ribet. Dari mulai pendaftaran pembuatan akun di website tersebut saja, jujur susah sekali. Banyak sekali singkatan-singkatan istilah yang digunakan dan ribet. Untuk cek perkeretaapian di India, bisa cek di blog link. Infonya lengkap!

           Berhubung perjalanan kami lintas kota dari bagian timur yang lokasinya sedikit ke selatan bagian India menuju utara bagian perbatasan Nepal, Bhutan, dan Tiongkok, moda kereta api adalah alternatif terbaik untuk sampai tujuan dengan nyaman. Sayangnya, tiket kereta yang ingin kami pesan sudah penuh. Kalau missal mau tetap memesan statusnya akan waiting list (WL) dan itupun belum tentu kita bisa naik kalau statusnya tetap WL pada hari H. Ribet kan? Iya, ribettt pake bangettt!!! Tapi akhirnya, kami memutuskan untuk tetap pesan walaupun waiting list. Berharap statusnya akan naik jadi confirmed. Yah, tapi nihil. Cerita tentang perjalanan kereta menyusul ya di tulisan selanjutnya. 😊

        Keempat, opsi transportasi jaga-jaga adalah naik bus. Karena kami tak mendapat tiket kereta, akhirnya kami memutuskan untuk memilih naik bus. Pilihan bus beragam, ada non AC dan AC, masing-masing ada pilihan Seater (posisi duduk) dan Sleeper (bisa berbaring atau tiduran). Pilihan Sleeper mungkin bisa jadi pilihan nyaman untuk jarak jauh. Tergantung budget juga sih. Kami pilih non AC dan Seater. Pilihan itu termurah dan sepertinya cukup nyaman untuk kami berdua. Selain itu, posisi duduk lebih aman untuk kami bergerak cepat jika ada hal-hal buruk terjadi. Ya, buat jaga-jaga menyelamatkan diri, apalagi untuk perjalanan malam. Nah, untuk pemesanan tiket bus, India juga menyediakan aplikasi RedBus yang bisa kita download di Hp. Lagi-lagi kami mengalami kegaptekan akut. Untuk registrasi di RedBus, lumayan ribet, tapi tak seribet IRCTC kereta api. Untuk memilih bus juga lebih gampang, tapi currency nya rupee India. Bolak-balik convert to IDR! Demi harga terjangkau sesuai budget. Kami udah happy dong, pas dapet tiket bus dengan harga sekitar 80ribuan per orang. Setidaknya amanlah untuk perjalanan, tinggal cari beberapa alternatif lain untuk hal-hal di luar ekspektasi. 😊

            Menjelang keberangkatan ke Bandung, tiba-tiba ada kabar buruk dong! Bus pesanan kami di aplikasi RedBus tiba-tiba dicancel sepihak oleh pihak armada bus. Hal ini cukup memusingkan kami, soalnya harus cari opsi lain. Terus lagi, refund dana yang telah kami bayarkan sampai saat ini tak ada kejelasan. Saya sudah mencoba menghubungi pihak RedBus, dan menurut laporan, dana kami sudah ditransfer dengan member bukti kode ARN. Sayangnya, sampai saat ini tak ada dana masuk sesuai dana refund tersebut. Saya sudah menghubungi pihak bank cabang Mandiri rekening saya menyoal dana tersebut dan kode ARN. Tapi pihak bank juga tak bisa melacaknya. Terakhir kalinya, kasus saya tersebut ditutup oleh pihak RedBus. Alhasil, ya sudahlah ya ikhlaskan saja. Untung hanya 160ribu berdua. Ikhlaskan! Allah akan ganti sama yang lebih baik. Aamiin.

           Semua persiapan masih bisa dikatakan oke. Walau saya belum ada gambaran nanti seperti apa di perjalanan. Kayaknya memang kelemahan saya ini kalau saya trip bareng teman: mengandalkan teman jalan! Saya tak mempelajari detail perjalanan kami. Berhubung kami memiliki kesibukan masing-masing sebelum pergi, kami pun hanya komunikasi seperlunya saja. Untuk tektokan rundown juga hanya beberapa kali, tak detail-detail amat. Garis besarnya adalah. Cuma ya itu tadi, saya kurang mempelajari perjalanan kali ini. >.< Dan hal itu membuat saya benar-benar dihadapkan kebingungan saat perjalanan.

Pembelajaran bagus untuk saya. Sesantai-santainya perjalanan, lebih baik memiliki rencana yang matang untuk jalan di negara orang. Minimal membaca dan mempelajari seperti apa medan yang akan kita lalui nanti. Walaupun di jalan kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi, jurus fleksibel bisa kita gunakan nanti untuk mendapatkan solusi. Bukan saklek banget tapi juga bukan fleksibel banget. Ya, bisa menyesuaikan kondisilah.

         Tak terasa panjang juga ya tulisan ini. Hahaha. Cerita per kota, saya tulis terpisah ya! Panjang kalau diceritakan langsung. Iyalah 10 hari perjalanan. Ditambah lagi saya banyak nulis curhatan. Tak apalah ya! Secara garis besar ini sih untuk persiapan perjalanan kami. Selamat menjelajah dunia!