Minggu, 01 Juni 2014

Kereta dan Sumpit

3 Mei 2014

“Kak, aku terlalu cengen. L(( Cuma ketinggalan kereta aja, aku nangis.L( entah kenapa, nyesek aja ketika liat kereta lewat, di saat aku gak di depan gerbong. Padahal udah nunggu dr jam 4.:’( masih nyesek rasanya.” 03/05/2014 05:32:00


Hari ini KKN, dari Jakarta ke Citayam. Luar biasa gila hari ini. Bagaimana nggak? Aku bangun jam dua pagi, takut terlambat! Ya sudah pergi lagi dan menuju ke pasar Kalibata. Secara gitu, tugas aku terbengkalai. Sumpit yang harusnya kubawa, ternyata nggak kubawa. Lupa, ya sangat lupa! Di hari H, aku coba untuk mencari solusi. Tanpa pikir panjang aku berangkat ke Kalibata jam setengah 4 pagi. Jalan kaki. Ya, jiwa petualangnya muncul. -_-''

Jalan lewat jalan yang kuyakini adalah jalan paling dekat antara kos dengan Kalibata. Oke, I am OK! Terus, nyampe di pasar masih tutup semua. Hanya ada beberapa orang yang ada di sana sedang siap-siap. Aku bawa satu tas punggung warna ungu, gede pula. Kayak mau pindahan gitu, tapi emang pindahan sih. Dari kosan ke kontrakan Citayam. >.<

Terus aku tanya ke ibu-ibu, "Bu, jam berapa ya toko plastik buka?"
Dia jawab, "Abis subuh."

Oke, berarti masih menunggu satu jam lagi. Aku duduk di kursi tempat Bu Ami, jualan, ya maklum tahu namanya. Pernah jualan juga di sana dan langganan dengan Bu Ami. Terus, di sana mulailah muncul beberapa mobil pengangkut sayuran dan buah-buahan. Ya ampun, gini ya kehidupan pagi hari gitu. >.<

Well, aku mengamati ember dan baskom yang aku bawa dari kosan, rencananya buat lomba belut hari ini. Waduh, udah nggak kayak mahasiswa lagi kalau begini, kayak penjual sayuran kayaknya. Ya, tak apalah ini adalah sebuah perjuangan KKN.

Waktu semakin berlalu, sudah subuh dan toko pasti buka. Aku tunggu lama banget. Tiba-tiba, ibu-ibu bilang, "Ke depan saja. Di sana ada toko plastik 24 jam. Lurus terus belok kiri." 
"Oh, begitu ya Bu. Terima kasih," jawabku semangat. 

Aku melanjutkan perjalanan. Semangat pagi. Nyampe di tempat tujuan, ternyata masih tutup. Aku berusaha tanya ke bapak-bapak, "Pak, toko buka jam berapa ya?"
"Bentar lagi. Ketok aja, orangnya biasa tidur di samping," sahutnya.

Aku mencoba mencari jalan keluar. Sayangnya nggak membuahkan hasil. Aku pun memutuskan ke pasar tempat tadi menunggu. Yesss, toko pasar sudah buka! Aku bahagia menuju ke sana cepat-cepat. Kulihat bapak penjual plastik sedang siap-siap. Aku datangi dia.

"Pak, mau beli sumpit," ucapku.
Bapak itu hanya melihat aku, lalu berkata, "Sumpitnya di dalam. Nggak bisa."
Aku tetap menunggu, mungkin bapaknya lagi sibuk beres-beres depan jadi aku harus menunggu.

"Pak, beli sumpit," ucapku lagi.
"Nggak bisa. Sumpitnya di paling dalem," katanya.
"ya udah Pak, saya tunggu aja," balasku memelas.
"Nggak bisa. cari di dalam pasar aja," usir Bapaknya.

Hei, aku udah menunggu dari jam 4, tapi sia-sia? Terus, aku diusir? Hei Bapak, saya seorang pembeli. Okelah kalau mungkin bapak mikirnya, saya cuma belu sebungkus sumpit terus cuma dua ribu rupiah. Mungkin buat penglaris kurang kali ya? Makanya Bapak nggak minat kalau saya beli sumpitnya. Well, cukup tahu deh. Udah negative thinking akunya. Udah emosi juga. Ahhh, menyebalkan pula. Oke, fine!

Well, aku pergi ke dalam pasar, tapi toko juga belum buka. Aku mungkin kelihatan mondar-mandir nggak jelas kali ya? Seorang ibu penjual sayuran tiba-tiba saja ngelihat aku sinis sambil berkata, "Jualan apa sih? Dari tadi mondar-mandir?"

"Eh? Saya nggak jualan kok Bu. Saya nyari sumpit," tolakku.
"Hah? Jualan apa? Apaan?" tanyanya lagi sambil tetap sinis.
"Ih, orang nggak jualan apa-apa kok Bu. Saya nyari toko buat beli sumpit," tandasku.

"Apaan? Sumpit itu semacam baso gitu?" tanyanya lagi.
"Bukan, tapi dari bambu," jawabku sedikit sebel. Aku pun bergegas pergi, dia masih mempelototi aku. Ah, males banget coba. Apa takut tersaingi? Memangnya ada bakat jualan ya di aku? Kayaknya nggak punya bakat jualan deh. -_-''

Well, aku pergi deh, dengan muka menyerah untuk mendapatkan sumpit itu. Ahh, payah banget hari ini. Oke, aku pergi. Di perjalanan, terdengar suara sirine menandakan kereta akan lewat. Aku kaget, shock, hanya bisa memandangi jalanan itu. Mobil dan beberapa kendaraan berhenti. Ahhh, itu, itu kereta dari Kota menuju Bogor! Ahhh, aku berlari, tapi ternyata waktu nggak memungkinkan untuk menempuh jarak yang masih lumayan jauh. Aku berlari sekuat tenaga dengan keremponganku itu. Dua ember di tangan dan satu tas gede di punggung. Ah, andai bisa pakai jurus menghilang, aku akan menuju ke gerbong sekarang, tapi sia-sia. Entah kenapa aku jadi sedih dan memutuskan untuk berjalan sewajarnya saja. Aku telepon Asih, "Asih, kamu di mana?"
"Di gerbong depan ya. Kamu di mana?" tanyanya.
"Aku nggak bisa masuk gerbong. Aku ketinggalan kereta," jawabku sedih.
"Yah, kok bisa sih? Keretanya nunggu satu jam lagi. Jangan telat!" ucapnya.
"Iya, aku usahakan." jawabku.

Tertinggal kereta setelah menunggu berjam-jam adalah hal yang menyesakkan dada. Ahh, aku tak suka ini semua. Aku sebal sekali. Ahhh, pengen teriak, tapi nggak bisa. Ya sudahlah. :(

Nyesek, panik, dan yang pasti ada rasa geram pada penjual sumpit itu. Ahhh, pokoknya sebal pada semua orang, tapi itu kan salah aku? Kenapa harus sebal dengan semua orang? Ahhh, kau gila! Mood-ku lagi nggak stabil saja. Lantas, aku pergi ke Citayam dengan berbagai kepedihan yang aku alami pagi ini. Well, KKN ini okelah.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar