Sabtu, 20 Juni 2015

Bapak, Aku Rindu!

Dear Bapak yang ada di surga,

Adakah waktu untukku bertemu denganmu, Pak? Ingin kuceritakan banyak hal denganmu. Tentang kuliahku, kerjaanku, pengalamanku, dan rasa rinduku padamu. Masihkah ada waktu untukku, kau peluk sebelum kupergi merantau. Kau adalah satu-satunya orang yang senantiasa menjemputku sepulang merantau. Menungguiku di terminal sebelum subuh. Kau yang selalu mencemaskan perjalananku. Meneleponku dan menanyakan sudah sampai mana. 

Kau yang selalu ribet mengurus segalanya sebelum aku pergi jauh di daerah rantau. Kau pula yang senantiasa mewanti-wanti agar aku selalu hati-hati menyimpan uang atau barang berharga saat perjalanan jauh. Kau selalu meneleponku saat aku sampai di Jakarta. Kau selalu dan selalu mengantarkanku dan menunggui keberangkatanku sampai busku tak lagi terlihat olehmu. 

Bapak, aku rindu! Maafkan aku, aku terlalu egois. Aku tak pernah memikirkanmu di saat kau tak ingin makan gara-gara aku sakit. Maafkan aku. 

Bapak, entahlah ekspresi apa yang harus kutampakkan nanti di saat kupulang dan tak kutemukan kau lagi menungguiku di terminal. Aku tak tahu, siapa lagi yang akan menawariku makan nasi bebek terminal yang kau sering makan di situ. Aku tak tahu....

Beberapa hari yang lalu, adik telepon dan mengabarkan ibu akan menikah lagi. Aku tak tahu, harus mengatakan apa lagi? Mungkin, kejadian itu pernah kita singgung saat kita membahas budhe yang ingin menikah lagi setelah sepeninggalan pakdhe, tapi ditolak anak-anaknya. Kau menyayangkan hal itu. Kau mendukung budhe untuk menikah, tapi apa daya. Kau pernah berpesan, jika salah satu ada yang pergi duluan, izinkanlah di antara bapak dan ibu untuk menikah lagi. Aku masih ingat itu. 

Tapi jujur, itu sangat berat. Sulit sekali untuk memutuskan apakah ibu boleh menikah lagi? Kadang aku ingin langsung menanyakan padamu Pak. Apakah kau bahagia Ibu menikah lagi? Apakah kau bahagia? Apakah kau mengikhlaskannya? 

Maafkan aku. Aku harus memberi izin kepada Ibu untuk menikah lagi. Aku percaya pada adik-adikku yang tinggal dengan Ibu. Mereka jauh lebih tahu kondisi ibu sepeninggalanmu, Pak. Aku titipkan Ibu pada Teguh, sosok adik tertua yang menggantikan posisimu. Aku tak bisa mengelak, ibu sepertinya memang masih butuh seseorang untuk menuntunnya hingga akhir hayat. 

Maafkan aku Pak. Aku belum bisa membahagiakan ibu sepenuhnya. Aku tak tahu lagi harus berekspresi seperti apalagi. kata adik, setelah lebaran, ibu akan menikah. Aku tak tahu harus mengatakan apa untuk beliau. Bapak, apakah Bapak sibuk di surga? Bisakah kita bertemu sesekali saja untuk menanyakan padamu, apakah Bapak bahagia, Ibu menikah lagi? Kalau kau bahagia, aku pun bahagia. Aku sayang Bapak.

Kutitipkan rasa rinduku pada angin yang semilir entah kemana. Aku rindu padamu Pak. Maafkan aku. :'(


Anakmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar