Sabtu, 12 Mei 2012

DI BALIK KATA "GAGAL"







Tulisan pertamaku yang dimuat di rubrik Tantangan Kompas Kampus, (Koran Kompas Cetak) Edisi Selasa, 27 Maret 2012.

***

Gagal? Tulisan masuk bak sampah redaktur? Nggak lolos event?

Hal itu sudah biasa. Berulang-ulang menulis opini singkat lalu kirim ke Kompas setiap minggunya hingga file-file yang bersarang di folder "KOMPAS" pun berpuluh-puluh, tapi masih saja tetap ditolak. Bela-belain setiap hari Selasa harus mencari tukang koran hanya untuk beli "Kompas Edisi Selasa", pun kupertaruhkan. Harus menghemat uang untuk tidak banyak jajan juga demi sekadar menyisihkan uang untuk beli koran Kompas.

Pertama kali mendengar tulisan seorang sahabat dimuat di koran Kompas dalam rubrik "Argumentasi - Kompas Kampus" rasanya ikut deg-degan. Pastinya bahagia sekali, tulisan kita bisa dimuat media. Dalam hati, aku begitu menginginkannya. Ingin sekali tulisan aku juga bisa terpampang di sana. Bisa dibaca banyak orang dan semoga bermanfaat. Tapi bagaimana mungkin? Aku sudah sering kirim, malah aku sudah bosan untuk bermimpi bisa 'nampang' di Kompas, bersanding dengan tulisan opini singkatku. Sudah puluhan malahan, padahal itu tulisan terbaik menurutku. Namun ternyata, tulisanku tak ada kabar. Sia-sia saja.

Sampai suatu hari, kubentangkan selembar kertas lalu kutulis, "Aku Ingin Menjadi Penulis". Kertas itu kutempel di dinding kamarku. Setiap hari aku pandangi tulisan berbekas spidol itu. Muncul semangatku lagi. Aku harus nulis, nulis, dan nulis.

Mungkin belum jodoh, itu pikirku. Suatu hari, diskusi-diskusi kecil pun aku ikuti. Entahlah, aku tak pernah memaksa diriku untuk jadi juara, tapi aku lakukan yang terbaik. Aku pelajari tipe-tipe tulisan yang dimuat di Kompas. Ya, aku coba menulis lagi!

Tak punya komputer? Dulu aku juga pernah merasakan hal itu. Aku bela-belain nulis di kertas. Kalau salah ya aku langsung coret tanpa tipe X, lalu ganti halaman. Di sela-sela kesibukan kuliah, aku sempatkan ngetik di kampus hingga diusir sama petugas kampus. Itu hal biasa. Kalau masih belum bisa juga, harus merelakan uang 8000 rupiah selama dua jam di warnet hanya untuk ngetik dan kirim.

Aku harus nabung untuk membeli komputer. Aku harus sabar menunggu tambahan uang dari orang tuaku. Hampir satu tahun Alhamdulillah, ada rezeki dari orang tua untuk tambahan beli. Akhirnya aku membeli komputer yang biasa saja, tak perlu yang 'wah'.

Subhanallah, niatku semakin bulat. Aku ingin jadi penulis. Setiap malam aku begadang untuk mencari ide tulisan Kompas. Tulis, kirim, tulis, kirim, tapi tak ada satu pun yang dimuat. Aku tetap semangat.

"Biarkan saja redakturnya bosan membaca tulisanku yang apa adanya ini," pikirku.

Suatu hari, aku lupa beli Kompas, tiba-tiba saja salah satu kakak angkatanku berkata, "Ini tulisanmu?"

Deggg, hatiku langsung tak enak, antara percaya dan tidak percaya. Shock! Pokoknya tak enak! #alay, tak apalah. Yup, sekian lama aku menginginkannya, alhamdulillah, tulisanku dimuat di Koran Kompas tanggal 27 Maret 2012. Itu adalah pertama kalinya, tulisanku dimuat media. Walaupun hanya tulisan beberapa bait saja, aku tetap bahagia dan bersyukur. Mimpi yang dulu hanya tergantungkan di dinding kamar itu, akhirnya tercapai juga. Aku semakin yakin, aku mampu, aku bisa menjadi PENULIS!

Itu mimpiku.

"Dian, jangan pernah kau minder, walaupun kau tak pandai berbicara, tapi kau mampu menulis! Raihlah mimpi-mimpimu! Masih banyak yang mendukungmu! Percayalah, Allah akan selalu bersamamu."

#Dalam tetesan airmata pagi ini karena telah menuliskannya, semoga bermanfaat. TERIMA KASIH KEPADA SELURUH PIHAK YANG SELALU MENDUKUNGKU BAIK YANG TERSEBUT MAUPUN YANG TAK TERSEBUTKAN. MAAF.

SALAM SUKSES. (^_^)y 13/09/2012
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar