Jumat, 11 Mei 2012

‎[FF Selasa, 8 Mei 2012, ANTOLOGI ES CAMPUR]

Tak Dapat Pepe Katakan, Ayah

2009. Angka-angka itu membuat Pepe dilema dalam pemikirannya sendiri. Sebuah hal terberat dalam enam belas tahun usianya. Entahlah…

Menginjak kelulusan dari SMA itu rasanya kehidupan ini berubah drastis. Keinginan untuk kuliah harus pupus di tengah jalan. Semangat yang dulu bergejolak kini mulai redup, redup, dan hampir mati.

Ayah Pepe yang dulu kekar besar kini mulai mengurus. Sejak tiga tahun yang lalu, ayah terserang penyakit yang tak tahu sebabnya. Mulai batu ginjal, sariawan kronis, dan yang terakhir adalah hemoroid. Perih rasanya, di saat ayah merintih menahan penyakit. Tak tega rasanya, sungguh, melihat ayah harus terbaring lemah tak berdaya.

Segala macam usaha telah dikerahkan. Pergi ke dokter spesialis, rumah sakit, orang pintar, kyai, bahkan para peramu obat verbal pun sudah namun tetap saja nihil. Segala barang berharga harus dijual ibu untuk biayanya. Pepe tak bisa membayangkan, bagaimana rasa sakit ayahnya, bagaimana jerih ibunya untuk mencari uang lagi. Dia benar-benar tak bisa menerima semuanya. Kondisi keluarga sangat sulit, dia yang harusnya malu, tak bisa melakukan apa-apa untuk membantu orang tua.

Hal tersebut membuat ibunya harus membanting tulang menghidupi keluarga. Pepe sebagai anak paling tua pun sangat terpukul dan menyerah. Apalagi keinginan untuk kuliah akan putus di tengah jalan karena kurang biaya. Di samping itu, dia masih punya dua adik yang akan melanjutkan sekolah di SMP dan SMA. Pasti tidak akan sedikit biaya yang mereka butuhkan. Rasanya stress tak kuat menerima cobaan ini.

Namun, pandangan dan tekad tiada pernah mati. Berbagai macam cara Pepe cari untuk bisa kuliah. Dia mencoba mencari beasiswa dari internet. Ya, hanya dengan beasiswa, dia bisa membantu meringankan beban orang tua. Pengalaman kegagalan dalam seleksi Beasiswa UGM jalur PBUTM 2009 dan beasiswa ITB Untuk Semua 2009 telah membuatnya tegar. Mungkin keberuntungan belum berpihak padanya. Dia tetap tidak putus semangat. Kegagalan pada dirinya adalah guru yang paling baik dalam hidup. Akhirnya, dia memutuskan untuk menyimpan sejenak impian kuliahnya itu.

Dia coba kembali melamar kerja di sebuah toko roti. Alhasil dia pun diterima. Dari sinilah Pepe mulai mendapatkan pengalaman baru. Pengalaman pertama kalinya bekerja, mencari uang sendiri. Penghasilannya lumayan cukup untuk tidak merepotkan orang tua. Setidaknya dia bisa menghidupi sendiri kehidupan yang sementara ini.

Tahun 2009 terlewati sudah dan kini tahun 2010 menyapa. Suatu hari, dia teringat akan impian-impian yang menjadi tujuan hidup yang pernah tersimpan sementara. Salah satunya adalah kuliah. Dia bertekad untuk bisa kuliah. Niat baik adalah hal yang teristimewa dalam hidupnya. Dia mendapat informasi beasiswa dari salah satu sahabatnya. Ya benar, beasiswa SSE 2010. Kabar baik itu sangat dia perjuangkan. Hingga akhirnya dia pun dinyatakan lolos dan diterima di SSE. Air mata ungkapan rasa syukur. Dengan ini, Pepe hanya ingin mengatakan, “Ayah, ini kado ulang tahun ayah, 13 September 2010. Aku kuliah”. Kehidupan telah berubah.

BIODATA PENULIS

Nama saya Dian Sulistiani dengan nama pena Cantika Diptra. Saya lahir di Kota Blora tanggal 21 Juli 1992. Saat ini saya menjalani pendidikan di Sampoerna School of Education (2010) Jakarta jurusan pendidikan matematika. Saya dapat dihubungi di email: dian.sulistiani@sampoernaeducation.net, facebook: Dian Sulistiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar