Selasa, 27 September 2011

KETIKA JALAN KEHILANGAN

              Hari yang cerah. Sang mentari menampakkan sinar kehidupan. Pohon, rumput, perdu, di sepanjang jalan menyapa, “ selamat pagi semuanya…”. Begitulah yang terjadi setiap pagi.
               Sosok pemuda dating membawa senyuman. Mengayuh sepeda dengan penuh harapan. Memangkul tas berisi buku penopang ilmu. Memakai seragam putih abu-abu. Memandang jauh masa depan.
“Dia telah datang…” teriak pohon dan teman-temannya. Mereka bersorak-sorai menyambut anak bangsa. Sungguh bahagia hati mereka.
              Di zaman ini, masih ada pemuda seperti dia, berjiwa besar untuk cita-citanya. Sosok penerus yang luar biasa. Semua hal dia coba. Walau sering berakhir keputusasaan. Dia tetap bangkit… bangkit… dan bangkit…! Tatapannya telah terukir keyakinan. Bersama semangat dan keikhasan dia melaju melewati sepanjang jalan ini. Alunan sepeda telah menemaninya memberi kekuatan pendamai kalbu.
               Kau tahu. Dia adalah pemuda yang berkemauan keras dan pantang menyerah. Sederhana dan jadi idola. Sebuah pengorbanan demi sejuta impian. Perjuangan yang tidak akan pernah sia-sia. Dia tak putus berfikir demi angan dan cita. Semangatnya tak pernah luput. Mengantarkan dia menjadi sang juara. Dia tersenyum, memandang lepas langit terang. Rasa optimis telah terpatri dalam sanubari. Dia telah termasyur namun tidak mengurangi kepribadian eloknya.
               Beribu-ribu detik telah menemaninya. Berjuta-juta kegagalan tak memundurkan niatnya. Semangat dan motivasi tak akan pernah luntur. Perjuangannya tak pernah goyah. Rintangan telah menjadi motivasi. Kegagalan adalah awal keberhasilan.
Di sepanjang jalan, mereka berbisik, “Kami selalu berdoa semoga kesuksesan bias dia genggam pada saatnya nanti. Kami akan selalu menemaninya menuju keberhasilan. Dia adalah satu di antara orang-orang yang tak kenal menyerah.”
Dan ketika saatnya tiba… dia harus pergi meninggalkan kebiasaan tiap harinya. Meninggalkan kota kelahirannya. Bersepeda menelusuri jalan ini telah terkenang dalam memori.
“Kemarin siang dia telah berangkat!” ujar Perdu bersedih hati.
“Sunyi… kita telah kehilangan…” sahut Si Rumput pilu.
“Jangan kau sesali. Kita harus bangga. Masih ada generasi muda seperti dia di negeri ini. Dia pasti bias mencapai impiannya. Penantian kita tak kan pernah sia-sia” kata Pohon menenangkan hati teman-temannya.
            Di sepanjang jalan, Pohon, Rumput, dan Perdu merasa kehilangan. Sepi. Sangat sepi rasanya. Sosok yang bersemangat telah pergi. Sekarang, mereka hanya bias menanti.
            Di sisi lain mereka bangga akan pemuda itu. Bersama senyuman harapan untuk bias menyaksikan sang putra negeri pulang membawa kabar keberhasilan. Kini dia telah pergi demi awal menuju masa depan gemilang. Menuntut ilmu di kota orang. Menyisakan sejuta kenangan di sepanjang jalan ini. Hanya tinggal penantian…
           Biarlah Pohon, Perdu, dan Rerumputan ini menjadi saksi akan pengorbanan, pengabdian, perjuangan, dan semangat demi sebuah perubahan.
“SAMPAI JUMPA DI PANGGUNG KEMENANGAN.”
BLORA, 26 SEPTEMBER 2009



http://new-naturalbeauty.blogspot.com/2011/03/best-eiffel-paris.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar