Kamis, 05 Januari 2017

Kita Punya Pilihan Masing-Masing

Pada akhirnya, kami menentukan pilihan masing-masing. Pilihan yang tak pernah kami pikirkan sebelumnya. Pilihan yang tak ada di dalam daftar impian masa kecil kami. Ya, pilihan-pilihan itu adalah jalan Tuhan yang diberikan untuk kami dengan cara yang terbaik. Ah, inilah hidup!

Saya, anak pertama dari tiga bersaudara. Menjadi anak pertama, perempuan, bukanlah hal yang mudah. Bahkan, jika nanti saya diberi anak, saya berharap anak pertama adalah laki-laki. Saya pikir, sekuat-kuatnya perempuan, ia tak setangguh lelaki. Terlahir sebagai anak perempuan dan anak pertama membuat saya belajar banyak hal. Anak pertama adalah panutan! Tak bisa memungkiri bagaimana perjuangan saya untuk bisa membangun mimpi-mimpi saya. Bersekolah hingga perguruan tinggi dan menjadi harapan keluarga. Pertama kali dalam silsilah keluarga ayah dan ibu: sayalah cucu serta anak yang pertama kali mengenyam bangku kuliah. Semua itu butuh perjuangan! Pengorbanan hingga akhirnya, ayah saya berpikir bahwa anak-anaknya harus kuliah. Ya, itu pun berlanjut pada adik laki-laki pertama saya melanjutkan kuliah di kota kelahiran saya. Ah, inilah hidup!

Saya pun mengambil keputusan untuk tetap di Jakarta. Merantau jauh dari kota kelahiran, jauh dari keluarga. Anak perempuan satu-satunya memutuskan untuk berjuang di ibukota! Semua itu tak pernah saya bayangkan sewaktu kecil. Semua berjalan begitu cepatnya. Tak terasa 6 tahun lebih, saya berada di kota ini. Kota Jakarta yang telah menjadi saksi perjuangan. Ya, Allah Maha Adil.

Pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil kerja freelance. Saya belum tertarik dengan kehidupan kantor. Saya masih menikmati pekerjaan saya. Bekerja untuk diri sendiri, bukan untuk bos, bukan untuk orang lain. Walaupun keputusan saya itu berisiko, entah mengapa saya masih bertahan. Entah sampai kapan saya bertahan di Jakarta ini. Biarkan waktu yang menjawabnya. Ikuti kata hati dan lakukan sepenuh hati.
***
Sudah saya katakan, saya tiga bersaudara. Saya satu-satunya perempuan dan anak pertama. Kedua adik saya laki-laki. Adik pertama saya memutuskan menikah muda di usia 22 tahun. Ya, itu telah menjadi keputusannya. Saya hanya bisa mendoakan semoga dia sukses dengan keputusannya itu. Apa saya harus marah? Tidak! Walaupun sebelumnya, saya pernah merasa ingin kabur dari kenyataan itu. Namun, saya sadar, kita hidup punya pilihan masing-masing. Dan saya harus menghargai keputusan adik saya itu. Saya yakin, dia memutuskannya pun karena alasan yang kuat.

Saya yakin adik saya itu tangguh seperti namanya: Teguh! Dia akan selalu teguh dan kuat menghadapi segala perjalanan hidup ini. Saya salut dengannya. Setelah kepergian ayah saya, dia adalah satu-satunya lelaki yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia bekerja meneruskan bengkel ayah di kampung. Saya tahu, penghasilannya pun tak tentu. Kadang ramai kadang sepi. Saya tahu, dia punya tanggungan biaya kuliah sendiri, mengurus ibu dan adik saya di kampung. Bahkan, sekarang dia pun punya kehidupan baru, keluarga dan rumah tangga baru. Kita punya pilihan masing-masing dan itu adalah pilihan adik saya. Saya selalu berdoa semoga dia selalu berada di jalan yang terbaik oleh Allah.
***
Adik laki-laki bungsu saya memutuskan untuk bekerja di tahun 2017 ini. Saya benar-benar terharu. Saya yakin, akan ada masa dimana dia terketuk hati untuk bekerja. Walau sebenarnya, saya masih berat hati, impiannya untuk menjadi seorang pemain sepak bola harus diurungkan sejenak. Di sisi lain, saya yakin, dia pasti akan menemukan pengalaman lain yang akan mengajarkan banyak hal lebih. Dan pastinya, dia telah berani melawan rasa takut, keluar dari zona nyaman. Kecintaannya pada ibulah yang membuat dirinya semakin kuat dan kokoh. Tetaplah menapak dan bertumpu pada kakimu sendiri Dik! Doaku selalu bersamamu.

Saya yakin, akan ada pintu baru terbaik yang Allah pilihkan untuk kita.
***
Sepeninggalan bapak, ibu memilih untuk menikah lagi. Saya tahu, ibu belum bisa hidup sendiri. Ibu masih memerlukan seorang pendamping. Keputusan itu sebenarnya sangat berat untuk saya. Tapi saya pun tak boleh egois membiarkan ibu dalam kesedihan. Keputusan ibu mungkin adalah jalan terbaik Allah. Ya, agar kami belajar lebih tentang hidup ini. Agar kami tetap saling mengasihi. Dan ibu memiliki kehidupan baru. Kehidupan yang memiliki cerita dan episode baru. Kami pun ikut berperan di dalamnya.
***
Ah, inilah hidup! Saya berjanji pada diri saya sendiri, saya tak boleh rapuh, saya tak boleh tumbang, saya harus kuat, menopang pada kaki sendiri, anak pertama haruslah lebih tahan banting! Ah, inilah hidup! Jalani sepenuh hati. Semoga Allah beri jalan yang terbaik! Aamiin.

Jakarta

Jan 4, 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar