Jumat, 19 Juli 2013

Dear My Great Lecturer

Differential Equation Class


Mungkin ini yang bisa lakukan. Hmm, mengingat beberapa minggu yang lalu saat kuis DE, entah mengapa saya hanya bisa membaca soalnya saja. Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus dijawab. Di otak saya tak ada yang bisa digali lagi. Rumus-rumus dan teori-teori semua kabur entah di mana? Saya benar-benar pasrah hari itu. Walaupun beberapa menit pertama saya mencoba mengerjakan kuis itu sebisanya. Angka-angka itu pun putus di tengah jalan sebelum menemukan hasil terbaiknya. Saya hanya bisa memandangi teman-teman saya yang sedang sibuk mencari jawaban benarnya. Hmm, saya terhenti menulis, lantas termenung sambil memandangi soal-soal itu.

Entah apa penyebabnya? Saya tak tahu. Alhasil, jari-jari saya tersentak dan mencoba untuk menulis. Bukannya menulis jawaban soal kuis, eh, saya malah menulis beberapa kalimat. Ya, saya malah keasyikan menulis surat untuk dosen saya. Jika teman-teman saya mungkin menuliskan jawaban kuis di halaman kertas penuh, saya malah menulis surat hingga satu halaman itu penuh dengan tulisan. Lagi-lagi saya tak pernah tahu apa penyebabnya?

Seingat saya, tulisan itu berupa pengakuan saya kalau saya tak bisa mengerjakan kuis itu.  Tulisan itu juga mengalir saja sesuai hal yang ada di otak. Dalam hal ini, saya merasa bersalah. Dosen saya begitu baik dengan saya. Apalagi hal yang saya sangat terkejut, di balik cara pengajaran di kelas, ternyata hasil kuis sebelumnya benar-benar dikoreksi hingga detail. Saya begitu kaget, ternyata metode pengoreksiannya benar-benar seperti yang saya inginkan. Entah mengapa saya kagum dengan cara dosen yang memberi feedback hasil kerjaan mahasiswanya sampai detail seperti ini. Bahkan hingga penulisan variabel y atau x yang terbalik pun diberi tanda dan ini sangat membantu mahasiswa untuk mengoreksi ulang jawabannya. Mahasiswa menjadi tahu kesalahannya di mana, sehingga lain waktu jika ada hal yang sama semoga tak terulang lagi kesalahan tersebut.

Entahlah, dosen saya juga tak hanya mengajarkan materi saja, tetapi beliau juga sering bercerita pengalamannya. Bagaimana kehidupan beliau, lalu hal-hal lain yang menginspirasi. Bahkan saya selalu duduk di urutan paling depan, bukan untuk 'mencari cicak' pastinya. Selalu membuat ricuh kelas gara-gara saya selalu memindahkan tempat duduk ke mana saja dosen saya menulis di papan tulis. Selain karena jarak pandang saya yang terbatas, satu hal yang ingin saya pelajari adalah saya mencoba untuk mengerti penjelasan dosen. Maklum, saya bukan 'fast learner', jadi butuh waktu yang cukup lama untuk mengerti materi.

Jujur, sampai menit pengerjaan kuis selesai, saya masih tetap menulis surat tersebut. Saya berpikir, saya sudah benar-benar 'kepentok' tidak bisa melanjutkan menjawab soal-soal tersebut. Di akhir surat, saya masih ingat sebuah janji bahwa "saya harus lebih baik di ujian nanti". Saya benar-benar harus berjuang.

Kau tahu, apa yang terjadi ketika nilai kuis dibagikan? Ya, point saya sangat kecil. Hmm, saya hanya mendapat point angka kembar: 11. Angka itu, pastinya sangat di bawah rata-rata. Ya, saya harus remedial. Angka tersebut bukanlah hal yang memalukan untuk saya, melainkan sebagai lecutan untuk lebih baik lagi. Dengan adanya angka 11 itu, muncul kembalilah semangat saya untuk benar-benar belajar.

Alhasil, saya belajar keras untuk mendapatkan target itu. Dalam hati kecil saya, tak ingin saya mengecewakan dosen saya tersebut. Beliau benar-benar mengajarkan kepada saya, tapi mengapa saya hanya main-main? Saya tak ingin kesalahan itu terulang lagi. Dan ternyata perjuang saya tak sia-sia. Hingga sebuah kasus terbongkar dan saya adalah tersangka pertamanya. Semoga belum terlambat. Hal ini akibat ketidaktahuan saya, lalu kesalahtangkapan saya terhadap pernyataan "Satu mahasiswa meng-kotak jawaban pakai ballpoint merah, satu lagi meng-kotak jawaban pakai spidol orange."

Saya mengingat hari remedial kuis itu, saya memberi tanda kotak pada jawaban dengan menggunakan stabilo pink, bukan orange. T_T Saya hanya salah tangkap dengan pernyataan tersebut. Saya tidak tahu apakah benar itu jawaban saya atau tidak - tanpa nama di lembar jawabannya?  *Keteledoran saya. 

Satu hal yang ingin saya utarakan: terima kasih, Bapak telah menyadarkan kembali kepada saya tentang tujuan saya berada di kelas ini.


*Maaf sepertinya, saya telah melakukan kesalahan tentang jarkom kelas gara-gara mencari "pelaku" yang tak segera mengaku. *Efek salah tangkap. Saya telah membuktikan janji saya sebelumnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar