Selasa, 05 Desember 2023

Terima Kasih untuk Diri Sendiri

Terima kasih untuk 6 bulan terakhir ini, atas kesempatan untuk memperbaiki diri dan mengenal diri sendiri. Tentunya, saat ini masih terus belajar dan belajar. Terima kasih diri sendiri!

Ungkapan itu tentunya saya hadiahkan untuk diri saya sendiri. Perjuangan beberapa bulan terakhir untuk mengenali diri sendiri dengan segala emosinya. Saya menyadari bahwa selama ini saya sulit mengidentifikasi emosi yang muncul. Misalnya saja, saya sedih tetapi saya pura-pura untuk tegar. Saya kecewa, tapi saya menganggap semua hal layak untuk dimaklumi, tanpa mencari tahu apa dan mengapa saya bisa kecewa atau sedih. Bahkan saya melupakan ke-ba-ha-gia-an diri sendiri. Segala sesuatu yang menyangkut orang lain selalu menjadi prioritas saya. Padahal, saya memiliki hidup yang kadang juga perlu diprioritaskan. Tapi saya abaikan.

Hingga suatu saat saya menyadari ada beberapa hal yang membuat saya benar-benar tidak baik-baik saja. Saya menjadi sangat sensitif menghadapi segala hal yang tidak sesuai rencana. Saya kecewa karena tidak sesuai ekspektasi. Bahkan saya sulit memaafkan hal-hal yang mungkin sepele dan berdampak pada konflik berkepanjangan. Dan setelah saya telusuri, sepertinya saya memang masih hidup dalam masa lalu. Saya masih hidup di dalam bayang-bayang trauma masa lalu. Mengurainya pun tak bisa langsung, sangat pelan-pelan. Awalnya, saya berniat untuk menyembuhkan luka-luka itu sendiri, tetapi semakin saya sembuhkan semakin saya terluka dan fisik saya tidak kuat untuk penyembuhan secara bersamaan. Saya tumbang.

Saya masih ingat ketika salah satu teman SMP saya menyarankan saya untuk meminta bantuan psikolog. Tapi saya jawab kalau saya bisa menyembuhkan sendiri. Lantas teman saya menimpali bahwa mungkin saya bisa sembuh sendiri, tapi prosesnya pun akan jauh lebih lama. Awalnya, keinginan ke psikolog bukan kebutuhan yang mendesak. Saya pikir begitu. Tapi ternyata luka-luka itu sudah sangat mengganggu hidup saya. Tidur saya terganggu. Bahkan ketika saya tidur dan ada suara apa pun dari luar kamar, saya pun bisa mendengarkan dan tahu detail apa yang terjadi di luar. Sekecil suara tetesan air dari keran, saya pun mendengar. Secara kesehatan, tentunya itu telah mengganggu. Ketika saya ingin release masa lalu, saya menemukan emosi yang sulit dikendalikan. Kadang, saya bisa tiba-tiba menangis yang entah saya pun tidak tahu alasan saya menangis. Ketika saya menemukan sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, saya selalu mengeluhkannya. Di saat-saat sedih, sering terbayang-bayang menjatuhkan diri dari jembatan. Tapi lubuk hati saya yang terdalam mengatakan saya harus tetap hidup. Ya, merasa sendirian dan merasa tak berharga selalu membayang-bayangi saya. Sampai suatu hari, saya memilih jalan meminta bantuan ke psikolog.

Pertemuan dengan psikolog mungkin bisa dikatakan bahwa gampang-gampang susah. Perlu ada kecocokan dan rasa nyaman. Psikolog yang pertama saya merasa tidak cocok, lalu ganti psikolog. Sampai saya menemukan psikolog yang kedua saya cocok. Dengan bantuan psikolog tersebut, saya memulai kembali hidup saya. Mencoba mengurai sedikit demi sedikit luka-luka masa lalu yang muncul dan mengakar, terutama tentang keluarga. Saya belajar kembali untuk mengenali diri sendiri. Siapa saya? Value apa yang ada di dalam diri saya? Hal apa yang membuat saya berharga? Dan tentunya, kesadaran bahwa masa lalu tidak dapat diubah, tetapi pola pikir tentang masa lalu kitalah yang dapat diperbaiki.

Saya belajar untuk tidak berekspektasi pada siapa pun dan apa pun. Saya belajar untuk mengelola emosi, entah itu bahagia, sedih, kecewa, dan hal-hal yang mungkin pernah membuat luka. Saya belajar untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Saya juga belajar untuk mengkomunikasikan apa yang saya mau. Saya tidak mengikat siapa pun maupun apa pun. Jika sesuatu ingin datang dan bertahan, akan saya hargai. Dan jika sesuatu ingin pergi, ya silakan. Intinya, saya belajar untuk menghargai yang saya punyai. Dan tidak ingin berekspektasi pada apa pun, entah itu manusia atau benda atau juga makhluk lain. Saya masih belajar dan akan terus belajar memperbaiki diri.

Minggu, 28 Mei 2023

Belajar Lagi!

Beberapa minggu belakangan ini, saya belajar untuk melepaskan kepergian orang-orang yang memang ingin pergi dari kehidupan saya. Saya belajar untuk tidak egois dalam hidup. Saya belajar untuk memikirkan tentang saya, bukan tentang dia/mereka lagi. Selama ini saya sangat egois terhadap diri sendiri karena selalu mempedulikan orang lain, selalu harus ada untuk orang lain, selalu ingin membahagiakan orang lain, tapi saya lupa untuk membahagiakan diri sendiri. Bahkan saya melewatkan mengenali diri sendiri, apa yang saya suka, apa yang saya inginkan, apa yang saya impikan, apa yang selalu saya cita-citakan, bahkan hal kecil apa yang membuat saya tersenyum tiap harinya? Saya selalu sulit menjawabnya. Ini bukan tentang dia/mereka, tapi diri sendiri! Dan saya melewatkan momen mencintai diri sendiri.

Beberapa minggu belakangan ini, saya seperti kehilangan sesuatu. Saya berada di titik mempertanyakan kembali makna Tuhan dalam hidup. Siapa Tuhan itu? Mengapa saya harus sholat? Mengapa saya memeluk Islam? Bahkan rasa sebagai muslim dari lahir itu mulai saya pertanyakan lagi. Saya merasa ini adalah fase yang pernah terjadi pada teman-teman yang lain ketika kami di Jakarta. Mungkin dulu ketika mereka bercerita tentang pencarian tentang Tuhannya, saya selalu penasaran karena saya belum pernah di fase tersebut. Saya tidak pernah menanyakan tentang Tuhan, saya mengikuti hal-hal yang menjadi kewajiban saya sebagai umat muslim yang kenyataannya dari lahir. Dan ketika ada fase yang sama terjadi pada saya, seperti tidak percaya, tetapi kenyataannya terjadi. Saya mengalami pertanyaan-pertanyaan yang belum pernah saya tanyakan sebelumnya mengenai Tuhan. 

Beberapa hari yang lalu saya menanyakan pada diri sendiri, sejauh apa saya meyakini keberadaan Allah sebagai Tuhanku? Seperti apa makna dari keberadaan Tuhan itu? Sedekat apa Tuhan hadir dalam setiap doa-doa saya? Apakah sejauh ini saya ibadah dengan khusyuk? Atau hanya ritual yang saya hafal dari kecil? Mengapa orang bisa meyakini apa yang telah diyakininya? Beberapa kali saya berdiskusi dengan kawan tentang keberadaan Tuhan. Saya masih belajar....

Selasa, 28 Februari 2023

Review "Adaptive and Engaging E-learning: Inovasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pendidikan Jarak Jauh”

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=PKFBwheZymY&t=100s



Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjadi salah satu alternatif untuk pemerataan pendidikan.  Tak dipungkiri bahwa saat ini pendidikan masih terkendala berbagai keterbatasan akses dan sarana-prasarana yang belum mendukung sepenuhnya. Seperti contohnya saja, sesuai pidato Prof. Herman pada video tersebut, jumlah perguruan tinggi yang dapat menampung hanya sekitar 50% dari lulusan SMA. Hal ini tentunya menimbulkan masalah bahwa tak semua elemen masyarakat dapat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Mengapa perlu PJJ? Hal ini dikarenakan PJJ menjadi salah satu alternatif bahwa pendidikan tidak harus tatap muka, tetapi dapat juga secara asinkronus atau waktu dan ruang yang berbeda/tidak berlangsung bersamaan. Alternatif ini tentunya membuka peluang generasi muda Indonesia tetap dapat mengakses pendidikan walaupun akses yang terbatas.


Tentunya, PJJ ini juga perlu berbagai perangkat yang dapat memfasilitasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Salah satunya adalah pengembangan e-learning. Dalam pengembangan e-learning sendiri perlu memperhatikan tiga aspek, yaitu 1) desain portal e-learning, 2) desain konten e-learning, 3) desain aktivitas e-learning. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain portal e-learning mencakup domain, web hosting, software/LMS yang digunakan, tema, kategori mata pelajaran/mata kuliah, fitur blok atau modul, akses pengguna. Kemudian, hal-hal yang perlu dicermati dalam mendesain konten, yaitu desain instruksional (tujuan, cakupan materi, strategi/metode, media, evaluasi) dan desain sumber belajar (bahan ajar berbasis multimedia, bahan pendukung, link pengayaan). Dalam mendesain aktivitas, kita perlu memperhatikan seperti apa tugas yang akan kita sajikan. Misalnya saja forum diskusi, perkenalan, refleksi atau dalam bentuk tugas essay, tugas offline/online atau juga quiz berupa pilihan ganda, isian singkat, mencocokkan atau dapat juga kita gunakan video conference, chat, survey dan lainnya. Semua aspek tersebut dapat disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.


E-learning sendiri juga perlu inovasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi terbaru (adaptive and engaging e-learning). E-learning adaptif diperlukan penyajian materi yang sesuai dengan latar belakang dan karakteristik peserta didik, baik itu pengetahuan dan gaya belajar siswa agar pembelajaran menjadi efektif sesuai dengan tujuannya. Kemudian, engaging e-learning adalah e-learning yang membuat siswa ingin kembali mengunjungi e-learning dengan senang tanpa paksaan. Hal ini tentunya e-learning perlu dirancang sedemikian rupa sehingga meningkatkan keaktifan, ketertarikan, kolaborasi, dan motivasi dalam belajar. 


Dengan mengetahui bagaimana PJJ yang dilengkapi dengan inovasi e-learning, tentunya kita sebagai pengembang pembelajaran perlu terus up to date dalam hal-hal baru dan peka terhadap permasalahan di dunia pendidikan saat ini. Mari terus upgrade diri untuk selalu belajar. :)

Selasa, 06 Desember 2022

Ulasan Buku "Multimedia Pembelajaran Interaktif"

Sejak pertama kali mempelajari lebih lanjut tentang teknologi, membuka kesempatan untuk saya mengulik kembali Multimedia Pembelajaran Interaktif atau MPI. Salah satu referensi yang saya baca adalah buku karya Prof. Herman berjudul “Multimedia Pembelajaran Interaktif Konsep dan Pengembangan”. Buku ini membahas seluk-beluk tentang multimedia, prinsip multimedia pembelajaran, multimedia pembelajaran interaktif (MPI), pengembangan MPI, dan evaluasi multimedia. Secara keseluruhan, materi yang ada di dalam buku ini sangat membantu saya untuk mengembangkan multimedia pembelajaran pada pelajaran matematika. Pada Bab Prinsip-prinsip multimedia pembelajaran yang berkaitan dengan Teori Kognitif, seperti yang telah dibahas Clark dan Mayer (2016), buku ini juga mengulas tentang tiga asumsi kognitif, yaitu 1) saluran ganda, 2) kapasitas terbatas, 3) pemrosesan aktif. Selain itu, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika kita mengembangkan multimedia pembelajaran, meliputi perlu mengurangi pemrosesan yang tidak relevan atau berkaitan dengan materi yang disampaikan (contiguity, coherence, signaling, dan redundancy), perlu mengelola pemrosesan yang penting dan pokok (segmenting, pre-training, modality), kemudian perlu meningkatkan pemrosesan generatif (multimedia, personalization, interactivity). Penjelasan dalam buku ini diuraikan dengan baik dan disertai gambar serta contoh sederhana sehingga mudah dipahami.


Dalam buku ini, kita juga dapat mempelajari tentang model-model pengembangan MPI, meliputi Model APPED, Model ADDIE, Model Alessi-Trollip, Model Lee, dan Model Borg & Gall, Model Ivers & Barron, yang semuanya dapat kita gunakan untuk penelitian R&D (Research and Development). Kesempatan kali ini, saya akan membahas tentang Model APPED. Langkah-langkah model ini diuraikan dengan jelas dan runtut. Pertama, analisis dan penelitian awal, kita perlu menganalisis beberapa hal sebagai langkah awal. Kita perlu mengetahui bagaimana karakter peserta didik terlebih dahulu, analisis penggunaan teknologi, materi apa yang akan disampaikan dengan menggunakan MPI, capaian pembelajarannya apa, kemudian apa asesmen yang akan digunakan, MPI yang sudah dimiliki, studi literatur yang digunakan, dan juga analisis biaya yang dibutuhkan untuk produksi. Kedua, perancangan, setelah analisis awal tentunya kita memiliki gambaran MPI apa yang akan kita rancang. Langkah-langkah yang dapat kita lakukan adalah perancangan instruksional, pembuatan flowchart, pembuatan screen design, dan pembuatan storyboard. Ketiga, produksi, hal-hal yang telah kita buat pada langkah kedua akan mempermudah kita dalam langkah produksi. Kemudian, keempat adalah tahap evaluasi. MPI yang telah kita produksi pastinya tidak langsung perfect dan perlu adanya evaluasi secara menyeluruh. Tahap terakhir adalah diseminasi, yaitu sosialisasi MPI kepada pengguna untuk mengetahui efektivitas produk. Dengan tahap-tahap tersebut, tentunya pengembangan produk terkait multimedia pembelajaran dapat lebih terencana dan terlihat alurnya.


Secara keseluruhan, buku ini sangat informatif dan bermanfaat untuk orang-orang awam teknologi seperti saya. Secara konsep dasar buku ini dapat diikuti dengan baik. Namun, menurut saya ada beberapa hal yang perlu ditambahkan, seperti update terkini tentang software-software yang dapat digunakan untuk mengembangkan multimedia pembelajaran. Di buku ini disebutkan Adobe Flash, tetapi menurut saya Adobe Flash saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh para creator. Saat ini, ada website-website maupun aplikasi yang lebih mudah digunakan seperti H5P dan Scratch. Selain itu, dapat juga ditambahkan bagaimana cara produk-produk yang kita hasilkan dapat tersambung dengan website-website seperti moodle elearning. Hal ini akan menjadi ilmu tambahan di era sekarang yang serba online. Demikian, hal-hal yang dapat saya sampaikan di refleksi buku bacaan kali ini. :) 


Dian Sulistiani (22107251033)


Sumber:

Surjono, H. D. (2017). Multimedia Pembelajaran Interaktif Konsep dan Pengembangan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada tanggal 1 September 2022 melalui http://blog.uny.ac.id/hermansurjono/files/2018/02/Multimedia-Pembelajaran-2017-Cetak-smSC.pdf



Sabtu, 09 April 2022

Bahagialah Bu bersama Bapak!

7 April 2022

Ada kabar duka! Aku harus kehilangan kembali! Lagi-lagi aku tak mampu mengekspresikan kesedihan. Hanya menangis sejadi-jadinya usai terima kabar. Ya, sehari sebelumnya, ibuku mengeluh sakit di seluruh tubuh, kepanasan. Lantas adikku membawa ibuku ke rumah sakit. Pagi harinya, ibuku masih bercerita kalau hari itu mendapat donor darah lagi. Ibu masih bercerita tentang menu sarapan, sayur sop dan nasi lunak. Masih bisa tertawa dari balik telepon. Aku juga masih bercerita kalau Pingping baru saja lahiran, anaknya 5. Tapi ibuku sepertinya tidak fokus mendengar ceritaku. Di situlah muncul rasa takut, ya takut akan kehilangan untuk kedua kalinya! Aku masih berkomunikasi dengan adikku, menanyakan update dan menyelesaikan BPJS yang kala itu katanya harus segera dilunasi, padahal tiap bulan dibayar. Astaga, ada denda karena ternyata ada yang telat bayar satu bulan.

Siang itu, aku masih telepon. Ibu cerita menu makan siang dan masih bisa bercanda, tertawa. Ibu bilang diminta dokter untuk puasa karena akan menjalani operasi. Kupikir, operasinya akan berjalan besok paginya. Aku masih mengarahkan ibu untuk tidak takut biar bisa umroh setelah operasi. Ya, jadwal umroh ibu ditunda 2 tahun karena pandemi dan di saat mau berangkat, ibu drop.

Sekitar jam 3 sore, ibuku masih menghubungi beberapa temannya, share video tiktok tentang ceramah-ceramah. Ibuku juga masih telpon beberapa temannya dan juga adekku. Tapi, jam 4 ibuku masuk ruang operasi seorang diri, selang beberapa menit, dokter mengabarkan napas ibu sudah tak ada lagi. Adikku segera menghubungiku. Aku harus kehilangan lagi! Ada rasa berat di dalam dada, menyiksa! Aku menangis.... Mungkin, ini adalah tangisan kedua kalinya yang sangat membuat hati hancur berkeping-keping dan rapuh.

Terima kasih Buk! Sudah berjuang selama ini.... Ibu sudah gak sakit lagi dan memang cinta sejati ibu adalah bapak. Sejauh-jauhnya ibu pergi, sesayang-sayangnya ibu pada orang lain, tapi hati ibu selalu bersama Bapak.... Ibu pergi dijemput Bapak dalam mimpi dan ibu mengiyakan untuk pergi bersama. Mungkin memang rasa rindumu sungguh kuat dan bahagialah selalu di tempat Allah sana. Biarkan kami belajar satu hal: merelakan....

Senin, 24 Mei 2021

Pemakluman Agar Tetap Waras!

Dunia kadang tidak sesuai rencana kita. Keinginan hati A, tapi jalan Tuhan ternyata Z. Sebagai manusia kadang kita mengeluh, kesal, marah sama keadaan yang tidak sama dengan rencana kita. Lalu, kita mulai tak bersyukur dan menganggap Tuhan jahat dengan kita. Padahal semesta sebenarnya telah berjalan dan merencanakan hal baik dari Tuhan untuk kita sebaik-baiknya.

Saya jadi teringat apa kata Fitri tempo hari, sebenarnya semesta ini semuanya saling terhubung. Kita melakukan A, ternyata A itu adalah jalan yang ditakdirkan Tuhan untuk orang lain yang kita temui. Pernah gak sih berpikir kalau pertemuan kita dengan orang lain itu sebenarnya masing-masing kita membawa misi Tuhan. Rencana Tuhan memutuskan perjalanan hidup kita. Dan satu lagi, orang-orang yang satu frekuensi dengan jalan hidup kita itu saling terhubung dan memiliki intersection di sebuah pertemuan dengan kita. Dan kadangkala kita bertanya-tanya kok bisa ya ketemu orang X dan delalahnya orang X ini ada sangkut-pautnya sama hal-hal yang ingin kita tuju. Ya begitulah cara Tuhan menugaskan semesta.

Seperti contohnya, bulan lalu saat Kuro-chan, kucing saya tertabrak motor dan baiknya orang yang nabrak ini bertanggung jawab. Akhirnya kami dipertemukan lagi karena Mbak yang nabrak ini ingin nengokin Kuro pas udah dari rawat inap ke dokter. Dia ingin memastikan Kuro baik-baik saja. Akhirnya kami mengobrol banyak hal. Mulai dari pekerjaan hingga asal kami berada. Saya bilang kalau saya pindah dari Jakarta setelah 10 tahun merantau di sana. Lantas dia bercerita juga kalau dia juga sering ke Jakarta dan menginap di salah satu temannya di daerah Pancoran. Dannn, ternyata dia sering melintasi jalanan Sampoerna University yang tak lain adalah kampus saya. Lalulah kami sedikit demi sedikit ada bahan untuk diperbincangkan. Ditambah lagi, ternyata dia punya tante yang tantenya ini punya usaha membuat sabun organik di dekat kos saya. Tak sampai di situ, ternyata juga suka kucing. Banyak hal-hal yang kadang membuat saya melongo! Oh Tuhan! Sungguhlah indah jalan hidup yang telah Engkau atur untuk saya! Kocaknya lagi, tantenya juga punya usaha burger tempe yang sering saya lihat di postingan-postingan Pasar Wiguna, salah satu pasar di Jogja yang menarik saya untuk kunjungi. Baikkk!!! Begini ya cara Tuhan menghadirkan banyak hal pembelajaran yang kadangkala malah kita lupa bersyukur.

Dan satu hal lagi, kadang di tengah perjalanan kita menyayangkan sesuatu buruk yang terjadi pada diri kita. Sering sekali ini terjadi. Kadang saya sendiri pun menyesal dan menyalahkan diri sendiri kenapa membuat kesalahan yang seharusnya bisa kita minimalkan. Atau jika kesalahannya kepada orang lain, dengan seenaknya saya masih suka menyalahkan orang lain tersebut. Menyalahkan keteledorannya karena seharusnya itu bisa diusahakan untuk tidak salah. Menyayangkan apa-apa yang salah dan menyesal kenapa tidak melakukan perbaikan di saat kita tahu itu mendekati salah. Saya pun masih belajar tentang ini. Belajar untuk ikhlas bahwa sesuatunya itu telah ditetapkan Tuhan. Pasti Tuhan punya alasan mengapa harus berjalan seperti itu. Kadang saat saya berefleksi, saya pun pada akhirnya memaklumi semua yang telah terjadi. Memaklumi setiap kesalahan itu adalah bagian dari jalan Tuhan. Dan pada akhirnya kita mencoba untuk mengikhlaskannya dan mengupayakan semeleh. Kenapa kita memakluminya? Ya, biar kita tak menjadi gila karena hal itu. Jika kita terus-terusan menyesal dan tak mengikhlaskannya, mau sampai kapan kita akan terus memikirkan satu masalah? Hidup sudah pasti banyak masalah yang akan kita lalui di depan mata. Kalau energi kita habis untuk satu masalah saja, mau hidup seperti apa? Take our time! Istirahat sebentar tidak apa-apa sambil cari solusi di saat pikiran jernih. :) Ya seperti ini contohnya, menulis dan journaling menjadi salah satu media untuk saya menjernihkan otak!



Selasa, 30 Maret 2021

#30 Alasan yang Hilang

"Hidup adalah serangkaian perubahan alami dan spontan. Jangan melawan mereka - itu hanya menciptakan kesedihan. Biarkan kenyataan menjadi kenyataan. Biarkan segala sesuatu mengalir secara alami ke depan dengan cara apa pun yang mereka suka." - Lao Tzu (link)

Ya, belakangan ini saya sedang kembali menemukan alasan yang hilang tentang beberapa hal yang ingin saya capai. Delapan tahun bukanlah waktu yang singkat untuk tetap menjaga semangat dan niat hati untuk terus bermimpi. Dan mungkinkah semangat itu akan roboh begitu saja saat ada orang yang mengatakan, "Kenapa harus Papua?" Lagi-lagi saya kehilangan alasan yang kuat mengapa harus Papua!

Entahlah, tapi pencarian tersebut mengingatkan saya pada sebuah acara di televisi saat saya masih SMP atau SMA. Saya lupa! Entah itu mungkin malah sewaktu kuliah. Saya tak ingat. Ada sebuah acara semacam jejak petualang atau pengenalan budaya Indonesia. Ya, saya tiba-tiba ingat itu. Hal yang masih sangat saya ingat adalah tentang Papua, kehidupan Mama-Mama Papua. Menanam ubi, berjalan jauh ke pasar untuk menjajakan sayuran. Bagaimana menghuni rumah dengan atap jerami dengan tungku di tengahnya. Sepertinya itu gambaran yang pernah terekam dalam memori saya mengenai Papua. 

Lalu, ditambah lagi saya sangat suka film Laskah Pelangi dan Alangkah Lucunya Negeri Ini saat saya kuliah. Sepertinya, gambaran tentang kehidupan daerah pedalaman menyisakan memori yang sungguh dalam di ingatan saya. Dan keinginan untuk mengunjungi dan tinggal di pedalaman pun tumbuh seiring waktu. Ah, apakah impian saya itu terlalu muluk-muluk? Entahlah....

Bahkan ketika ada pertanyaan yang muncul mengapa saya tak menjadi guru sekolah di Jakarta dan malah memilih menjadi pekerja lepas, saya selalu menjawab, saya tak ingin menghabiskan banyak waktu di jalan karena macetnya Jakarta, jika saya ingin menjadi guru sekolah, saya ingin menjadi guru di pedalaman. Dan itu impian yang hingga saat ini masih saya pupuk, masih saya perjuangkan.

Tahun ini menurut saya adalah waktu yang cocok untuk kembali memperjuangkan mimpi itu setelah 8 tahun mati suri. Kesempatan yang pas di saat semua yang dulu-dulu menjadi penghambat, di tahun ini pula sudah tuntas terselesaikan dengan baik. Jika memang tahun ini tahun baik untuk saya pergi dan mewujudkan impian saya itu, semoga Tuhan memberi rencana yang terbaik. Jika memang belum, saya mungkin perlu belajar lagi lebih banyak hingga saya siap untuk pergi sesuai rencana Tuhan.

Ahhh, terima kasih semesta sudah membawa saya sejauh ini!



Senin, 29 Maret 2021

#29 Mari Luruskan Niat!

Hari ini saya sungguh merasa sangat takut, takut kalau-kalau apa yang saya perjuangkan mendapat penolakan lagi. Entah, bisikan apa yang membuat saya sangat takut akan rencana manusia dan seolah saya melupakan rencana Tuhan yang jauh lebih indah. Ya, rasa ketakutan itu sungguh mematahkan semangat saya. Sepertinya, saya belum bisa 99%, lima puluh persen saja belum untuk bersikap semeleh. Masih tetap berspekulasi dan berasumsi tentang apa-apa yang belum saya tahu ke depannya. Ahhh, rencana Tuhan memang sangat misteri.

Hari ini pula hati terasa enggan bahagia, tak terasa hati pun menangis tanpa sebab yang jelas. Ya, rasanya pengen nangis aja, yang susah dideskripsikan rasanya. Setelah saya pikir-pikir lagi, ternyata saya menangis karena merasa down lagi. Antara ambisi dan realita saat ini. Hati kuat ingin ke Papua, tapi realita otak berpikir menimbang-nimbang lagi antara tetap stay di Jogja atau 'memaksakan diri' ke Papua. Tahap wawancara semi akhir beberapa saat yang lalu belum juga menampakkan hasil.

Sepertinya perlu saya luruskan lagi niat. Bahkan saat Fitri bertanya, mengapa kamu ingin ke Papua? Sa tak bisa jawab. Seperti ada missing part yang saya sulit jelaskan. Kalau sudah begitu, Fitri akan mengingatkan pada saya untuk kembali memperjelas alasan mengapa harus Papua, jika memang mau mengajar di daerah pedalaman, masih banyak kok daerah lain yang juga pedalaman, mengapa harus Papua?

Kemelut hati kembali bertambah saat Kuri Juni menanyakan, "Sudah baca-baca tentang Papua? Sudah pertimbangkan kira-kira orang-orang di sana butuh dirimu nggak? Atau apa yang bisa kamu lakukan untuk Papua? Jangan sampai semangat kamu saat ini membuatmu kecewa nanti!" Tamat sudah! Saya mencoba menggali lagi alasan saya selama ini. Hampir 8 tahun lho, saya tetap memegang mimpi itu walaupun sempat mati suri. Saya kembali mengingat alasan pertama saya mengapa memilih Papua? Mengapa memilih mengajar di pedalaman?

Ah, benar juga kata-kata mereka. Jika memang sudah waktunya ke Papua, semesta akan memberi jalan! Ya, seperti kata Kak Rosa, "Kalau ada rencana yang tidak tercapai saat ini, berarti ada hidden mission dari semesta untuk kita. Kita gak perlu ngoyo untuk kejar, tapi tetap dipupuk mimpinya dan pelan-pelan diupayakan. Believe it or not, universe will conspire to make your dream happen."

Semoga ada jalan.... Aamiin....

Minggu, 28 Maret 2021

#28 Terima Kasih!

Beberapa waktu yang lalu, Kak Rosa mengajak saya untuk terlibat Elege Inone, sebuah komunitas peduli pendidikan anak-anak Papua yang Kak Rosa dirikan bersama teman-temannya. Setelah bertemu Yesman dan Endi, saya memiliki kesempatan bertemu pula dengan Demite. Trio Kogoya ini sangat menginspirasi saya untuk bermimpi tentang Papua kembali.

Saya sangat senang saat Kak Rosa mengajak saya untuk ikut mengurus @magebaga IG @magebaga, salah satu brand Demite yang menjual barang-barang handmade seperti noken atau sulaman tangan Demite atau juga hasil desain Yesman. Tunggu produk-produk baru kami ya.... :)

Nah, kali ini ada 9 noken, 8 kiriman dari orang tua Demite untuk mendukung pendidikan Demite dan Yesman. Alhamdulillah, noken jualan kami habis. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah membeli. :) Untuk kamu yang ketinggalan, tunggu info terbaru kami ya! Kamu juga bisa ikut membantu lho untuk pendidikan anak-anak Papua melalui @Elege Inone di link Elege Inone. Terima kasih :)


Catatan: Tulisan direvisi tanggal 11/4/2021



Sabtu, 27 Maret 2021

#27 Daun Dala - Mengenali Diri Sendiri Melalui Melukis di Tulang Daun

Daun Dala! Awalnya saya tertarik dengan namanya, bagus! Cerita yang baru saya tahu, Daun Dala adalah singkatan dari Daun Mandala. Bagus ya!

Nah, pertemuan saya dengan kak Prapti atau yang sering dipanggil kak Plap ini juga dari pertemanan Kak Rosa. Berasa banget dunia makin sempit lingkup pertemanan ini. Ya itu lagi itu lagi kalau kita bergerak di satu bidang. Seperti ada benang merah yang menghubungkan kami semua. Ya, seperti teman-teman saya di instagram ternyata ada mutualan sama kak Plap di bidang penguasaan diri dan pengenalan diri sendiri. Pas cerita-cerita, lah ternyata saya tahu beberapa kenalan Kak Plap dan saya ada ketertarikan di bidang yang kak Plap geluti. Hahaha, kadang itu membuat kami tertawa sambil berkata, lah ternyata kenal juga to? Iyak, segitu kocaknya hidup ini.

Di sesi bersama Daun Dala ini, saya belajar kembali menemukan diri sendiri. Ternyata apa yang dibilang kak Plap benar, sempat kak Plap bilang kalau dirinya akan berbeda saat mengisi sesi sama saat dirinya main bareng. Ya, kebetulan sempat ketemu sekali di tempat kak Rosa. Oh, bukan kebetulan ding, tapi itu memang jalan semesta tentang pertemuan kami. Tak ada yang kebetulan! Tambah lagi muatan positif dari jiwa-jiwa berenergi positif lagi dari Kak Plap dan Kak Rangga, plus teman baru Kak Mila, kawan satu kos Kak Juni.

Sebuah refleksi saya setelah mengikuti sesi Daun Dala. Kadang kita lupa membahagiakan diri sendiri dan lebih fokus untuk selalu membahagiakan orang lain. Kita juga lupa menghargai waktu dan energi untuk diri sendiri. Kadang pula saya pun masih memikirkan apa kata orang lain. Padahal yang bisa kita kontrol itu adalah respon kita terhadap orang lain. Kadang memori buruk selalu membayangi kita. Padahal sebenarnya kita punya banyak memori bahagia yang tersimpan dan itu yang membuat kita terus termotivasi. Dan satu hal yang membuat hidup bahagia, terencana tapi juga harus tetap fleksibel. Kenapa? Ketika kita saklek dengan rencana-rencana kita, ketika ada sesuatu yang terjadi tidak sesuai rencana mungkin itu akan menjadi penghambat kita untuk tetap menuju tujuan. Selain itu, terencana tapi tetap fleksibel ini artinya kita tetap menuju tujuan yang ingin kita dapatkan walaupun dalam prosesnya kita melalui jalan yang berbeda. Bisa jadi kita malah menemukan jalan baru yang tidak pernah kita rencanakan sebelumnya.

Lalu, pertemuan saya dengan Kak Plap juga mengajarkan kepada saya untuk kembali ke alam. Sejatinya seperti proses perendaman daun dengan menggunakan air biasa. Mungkin menggunakan zat kimia akan cepat proses perendaman, tapi ketika kita mengikuti saja proses alam, itu akan memberi banyak kesempatan untuk mengenali diri sendiri. Seperti contohnya, proses perendaman daun akan memakan waktu yang cukup lama jika kita menggunakan air biasa. Proses inilah yang akan melatih kesabaran diri. Selain itu, kita juga bisa menikmati prosesnya, kalau kata kak Plap, nikmati saja sesuai indera yang kita punya. Misalnya saja, indera pembau atau penciuman, nikmati saja bau tak sedap dari proses perendaman daun itu yang nantinya aroma itu akan sedikit demi sedikit pudar. Indera pendengaran, saat kita menyikat daun itu, kita akan lebih peka pada kapan kita harus berhenti, kapan kita harus terus menggosok daunnya agar daun tetap bagus dan tidak robek. Lalu indera penglihatan, daun hijau yang kita rendam beberapa waktu, kita akan amati selang beberapa waktu, warna hijaunya akan pudar dan berganti menjadi warna tulang daun yang transparan. Ini proses menarik menurut saya. Indera peraba, kita bisa merasakan bagian daun yang kasar dan daun yang halus, kapan kita menggunakan power maksimal atau sedang-sedang saja saat menyikat daun itu. Setiap daun kita tidak bisa melakukan atau memberi treatment yang sama karena karakteristik beda-beda. Begitu pula saat kita berteman atau bertemu dengan orang lain, tak semua orang bisa kita pukul rata kemampuan untuk merespon diri kita. Ya, kalau tidak mau patah atau rusak, ya kita harus tetap waras untuk berpikir dalam menanggapi respon orang lain. Ya, pada akhirnya walaupun kita sudah berhati-hati, tetap saja ada gesekan dengan orang lain. Tapi tergantung kita menyikapinya, mau tetap waraskah? Atau malah ikut berburuk sangka padahal alam pun sudah mengajarkan yang terbaik.

Ya, tak dipungkiri juga semakin kita dewasa semakin banyak sekali excuse dan pikiran yang ada di otak kita. Kita sibuk mencari alasan untuk tidak berani mengambil langkah atau mencoba sesuatu. Seperti di dalam pikiran kita itu gimana-gimana-gimana, gimana kalau gagal? Gimana kalau diomongin orang? Dan lain sebagainya. Sudah saatnya kita menandai hal-hal yang mengganggu dan tetap berpikir positif. Hal yang kita bisa kontrol adalah diri sendiri dan respon kita terhadap orang lain. Saya juga masih belajar tentang ini.... Bagaimana mengenali diri sendiri lebih dalam lagi....

Apakah kamu sudah mengenali diri sendiri dengan baik?

Tim belajar bareng Daun Dala


Cantik sekali daun bodi ini dan hasil karya kami


Tempat baru yang ternyata memang dijodohkan dengan tempat ini


Penjelasan tentang proses perendaman daun


Serius mikir ini sambil mengingat-ingat momen yang sudah-sudah




Jumat, 26 Maret 2021

#26 Mari Kita Potong Sudah!

Pagi-pagi anak-anak sudah ribut di depan gerbang. Memanggil-manggil saya yang masih juga baru bangkit dari rebahan. "Lah, memang hari ini kita belajar?" tanya saya. "Kita kan mau potong sabun hari ini!" balas mereka bersemangat.

Oh iya, lupa saya!

Sungguh semangat mereka belajar luar biasa. Langsunglah saya mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu dan saya bergegas mengambil sabun. Anak-anak itu pun girang melihat sabun mereka sudah mengeras dan siap dipotong. Sebenarnya banyak foto-foto yang kami dapatkan di hari sebelumnya, sayangnya hp saya tiba-tiba error dan beberapa memori foto yang kami punya hilang sudah. Sedih? Iya sih tapi ya sudah. Bukankah momen lebih melekat di hati daripada hanya sebuah foto. Ya kadang memang perlu suatu momen tanpa ada foto, ya nikmati saja begitu, bukan malah sibuk ambil foto sana ambil foto sini. Ya walaupun tak dipungkiri, pengambilan momen menggunakan foto akan mudah diingat kembali dan paling banter ya upload di social media. Ini sih yang masih sulit dihindari! Social media masih menjadi wadah untuk menyimpan foto-foto kenangan dan terkadang niatnya hanya untuk dapat like atau ajang woro-woro memberitahukan segala aktivitas ke teman-teman dunia maya. Jujur itu masih menjadi hal yang cukup sulit dihindari. Padahal kawan-kawan dunia maya kita itu 'they do not care about your life!' Ya, benar. Saya juga masih belajar untuk menangani hal ini.

Ya, kembali lagi ke cerita hari ini pemotongan sabun ya. Topiknya ini tuh kemana-mana. Hahaha. Maaf! Proses pemotongan menggunakan pisau. Anak-anak saya minta berpikir sebaiknya dipotong jadi berapa agar semua kebagian. Ada yang punya usul, "Duh, sayang dipotong sabunnya! Biar gitu sajalah kayak kue ulang tahun. Kalau mau pake dicolek saja!" Hahaha. Saya juga maunya gitu, sayang dipotong, habis bentuknya lucu! Hahaha Akhirnya kami bersepakat akan memotong menjadi 16 untuk yang block.

Usai potong-potong sabun, beberapa anak masih semangat belajar. Lalu saya minta saja mereka mengerjakan tugas dari sekolahnya. Nah, Aufar, salah satu anak mengambillah LKS sekolahnya. Dibukalah LKS dan mulai mengerjakan soal matematika. Topiknya adalah simetri lipat dan simetri putar. Aufar dengan cepatnya menyelesaikan soal-soal itu dan tibalah di soal tentang gambar baju dan diminta untuk mencari jumlah simetri lipat. Dia berpikir sambil mengingat-ngingat momen dimana dia lipat baju. Saat saya tahu kalau anak ini butuh visualnya, saya pun langsung mengambil kaos yang saya punya di lemari dan memberikan kaos itu kepada Aufar. Langsunglah dia mengeksekusi lipat baju! Ada 3 lipatan, katanya! Lalu saya pun mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan. Saya minta tunjukkan simetri lipat itu seperti apa. Ternyata dia berpikir bahwa simetri lipat itu sama seperti saat kita melipat baju, ya karena kebetulan soalnya tentang baju. Duhhh!!! Masuk diakal sih ya, melipat baju ini. >.< Akhirnya saya jelaskan lagi konsep simetri putar dan simetri lipat.

Berlanjut, setelah saya belajar dengan anak-anak, saya jemput Kuro-chan dari klinik. Alhamdulillah, sudah bisa pulang ini anak kicik. :)


Kamis, 25 Maret 2021

#25 Membuat Sabun Ala Pandawa Lima

Pagi ini kami berkumpul kembali dengan ide membuat sabun. Ide ini tercetus setelah saya belajar dengan Ibu Guru Rosa beberapa hari yang lalu. Yak, sepertinya mudah jika diaplikasikan ke anak-anak. Baiklah! Yuk, buat!

Bahan-bahannya cukup mudah dan saya masih punya sisa praktik di kelas Kuri Rosa. Ada minyak kelapa, minyak zaitun, saya tambah minyak kelapa sawit (uji coba), air putih saya pakai air galon, soda api, pewangi saya pakai vanili, dan kunyit untuk pewarna alami. Ukuran-ukurannya saya sesuaikan dengan bahan minyak. Anak-anak menimbang sendiri bahan-bahannya dengan pantauan saya. Saya memperingatkan pada mereka kalau soda api berbahaya jika kena kulit karena bisa membuat kulit melepuh. Mereka pun sangat berhati-hati.

Mereka mengamati bagaimana proses mendidihnya campuran soda api dan air yang membuat mata perih, lalu mengamati panasnya baskom sampai menunggu dingin. Sungguhlah itu pengalaman pertama mereka mengenal beberapa jenis minyak goreng, soda api dan pembuatan sabun.

Setelah bahan-bahan sesuai hitungan Aufar, di sini Aufar menjadi tim hitung karena diyakini dia yang paling jago matematika. Hahaha, sesuai tugas ya! Prosesnya dimulai campur-campur bahan, lalu aduk-aduk dengan menggunakan hand blender. Walaupun ini pertama kalinya mereka menggunakan hand blender, tapi mereka cukup lihai lho! Mudah mengarahkan mereka untuk menggunakannya dengan hati-hati.

Refleksi saya, mereka itu anak-anak yang cerdas, rasa ingin tahunya tinggi, dan bertanggung jawab. Satu per satu akhirnya saya bisa tahu karakter masing-masing anak. Ya, mereka sungguhlah anak-anak yang membanggakan! Senang belajar dan antusias tinggi. Bahkan kalau sudah ke kosan saya, mereka tidak mau pulang! Hahaha.

Sabun kami jadi, dicetak dan besok siap dipotong! Terima kasih Pandawa Lima!

Rabu, 24 Maret 2021

#24 Menikmati Setiap Momen "Pecel dan Tempe"

Agenda berubah! Pagi ini saya bergegas pergi ke warung sayur. Saya pikir saya akan bertemu anak-anak pagi itu, tapi ternyata tak ada satu pun anak-anak yang menghampiri. Mungkin karena saya sudah bilang kalau hari ini libur sehari sebelumnya. Ya mungkin!

Awalnya, saya mau mengajak anak-anak sekalian belanja di warung, memilih bahan sendiri, memilah bahan, dan sepertinya seru jika ada bagian berbelanjanya. Tapi ya itu, ketika saya berangkat ke warung, tak ada satu pun anak-anak yang muncul di hadapan saya. Baiklah! Tidak apa-apa, mungkin bisa buat besok saja, begitu pikir saya sambil menenteng kardus yang penuh dengan belanjaan sayur-mayur.

Beberapa langkah sebelum memasuki gerbang kos, saya berpapasan dengan Febrian salah satu murid Pandawa Lima yang sedang santai sepedahan. Saya langsung saja menyapanya dan mengajak membuat tempe goreng hari ini saja. Lantas apa tanggapan anak itu? Dia sedikit tak percaya dan memastikan lagi ajakan saya itu sebelum akhirnya dia bergegas pergi menghampiri kawan-kawannya yang lain. Tak sulit mengumpulkan mereka sebenarnya. Kalau ketemu satu saja, dia akan segera memanggil yang lain. Terbukti, selang beberapa detik saja, anak-anak sudah berkumpul di depan gerbang kos. Alamakkk, cepat sekali rupanya mereka berkumpul. Okaylah! Baikkk!!!

Saya langsung segera mengajak mereka mempersiapkan bahan-bahan yang baru saya beli tadi keluar dari kardus. "Bayam, ini ambil saja daunnya, petik saja ya!" pintaku dengan memberi contoh. Mereka berebut bayam dan segera menyelesaikan petikan-petikan daunnya. Saya tanya iseng, kalian pernah petik bayam tidak? Mereka kompak jawab, belum pernah. Baik, jadi ini pengalaman pertama mereka masak-masak. Menu hari ini adalah pecel dan tempe goreng Pandawa Lima. Yak, tempe yang 2 hari lalu kami buat itu sudah matang dan siap digoreng. Berhasil jadi juragan tempe kita! Serius banyak, ada kali 50 biji sendiri itu tempe. Hahaha. Kalap!

"Daun bawang, kupas saja, terus potong-potong," mintaku. Kali ini Ridho dan Aufar bertugas. Teman yang lain buka-buka tempe daun. Belum juga selesai potong-potong, tetiba Aufar berkata, "Mbak, aku nangis! Pedes banget ini daun bawangnya." Ridho ikut menimpali. Kulihat keduanya dengan mata berkaca-kaca, nangis karena pedas dan bawang. Lucu sekali liat mereka! Ini pastinya membuat pengalaman pertama mereka iris daun bawang dan nangis. Hahaha.

Berlanjutlah kami mengocok telur dan membuat bumbu tepung untuk goreng tempe. Semuanya kami bekerja dalam tim. Ada yang aduk-aduk, ada yang kasih bumbu, ada yang memantau, lengkap sudah. Satu hal yang saya pelajari, ternyata handle mereka cukup sulit di awal-awal. Energi mereka seakan berlebih, kinestetik sekali. Satu dipanggil, yang lain kabur entah kemana. Saya sering sekali peringatkan untuk tidak lari-larian di dalam rumah, tapi gagal. Cara itu tidak mempan. Hahaha. Lalu saya pun memakai cara lain agar mereka tetap terkontrol. Yak, kasih tanggung jawab saja mereka! Dua anak yang paling anteng adalah Febrian dan Rafqi, keduanya dari awal paling banyak membantu urusan menggoreng dan merebus. Aman! Ridho, Hanan, dan Aufar? Jangan tanya, mereka berlarian! Hahaha. Alhasil saya selalu panggil nama mereka satu per satu untuk mengemban beberapa tugas, seperti cuci piring, aduk telur, goreng tempe, atau yang paling ngena, akhirnya Hanan lebih aktif dan rajin membantu mengurus tempe goreng kesayangannya. :) Aufar menyelesaikan tugasnya cuci piring, dan Ridho mencicip makanan. :) Semua sesuai porsinya masing-masing.

Tempe goreng dapat satu bakul hahaha. Telur dadas satu wajan teflon, nasi sudah matang, sambal satu mangkok yang ngaduknya membuat Febrian dan Hanan pegal-pegal tangannya, sayuran bayam dan tauge matang dari awal. Sudahlah, lengkap! Ohhh, satu lagi, daun pisang untuk makan tugas Aufar ambil di kebunnya. Dia lihai ambil sendiri daun pisangnya tanpa bantuan, tiba-tiba bawa pisau, langsung potong, dapatlah daun pisang segar. Asyik!!!

Kami menggelar makan bersama di teras kos. Satu daun pisang dibuat alas, makan bersama ala-ala hajatan. Mantap!!! Hari ini kami punya perut kenyang sudah!

Selasa, 23 Maret 2021

#23 Belajar Membuat Eco-Enzyme

Pagi itu anak-anak sudah berkumpul di depan gerbang pagi sekali. "Belajar apa hari ini?" ucap mereka.

Okay, baik! Saya langsung putar otak kira-kira apa yang bisa dilakukan hari ini. Melihat sisa sayuran dan kulit buah sisa kemarin masih ada di kulkas, yang memang saya suka mengumpulkan untuk persiapan pembuatan eco enzyme, baiklah mari kita eksekusi saja! Yak, mari kita belajar eco-enzyme sudah!

Anak-anak pun sedikit banyak sudah mendapat bocoran eco-enzyme seperti apa. Beberapa hari yang lalu mereka ingin tahu toples berisi air berwarna coklat dengan kulit jeruk yang mengapung-apung di halaman belakang itu apa namanya. Mereka kita itu ikan. :) Ya memang dari kejauhan seperti ada ikannya, tapi itu bukan ikan. Itu adalah hasil eksperimen pertama yang saya buat setelah mengikuti workshop pembuatan eco-enzyme bersama Pak Aang, salah satu aktivis peduli lingkungan.

Bahan-bahan hanya ada 3, yaitu kulit buah dan sisa sayuran dengan kondisi yang tidak busuk, air keran, gula merah. Perbandingannya air adalah 60% dari volume wadah. Kemudian kita ukur gula merah 1/10 dari volume air. Lalu sisa sayuran atau kulit buahnya 3 kali ukuran gula merah. Nah, untuk eco enzyme sendiri, semakin banyak varian sayuran atau kulit buahnya, semakin bagus dan kaya akan nutrisi. Hal yang perlu diingat dalam pemilihan kulit buah atau sisa sayuran tidak boleh yang bergetah, bau menyengat, busuk, berulat, berjamur, kulit keras, beberapa daun pepohonan tidak bisa, ranting, atau bahan-bahan yang dimasak. Sebaiknya juga dicacah lembut semakin bagus. Untuk air yang mengandung kaporit sebaiknya diendapkan terlebih dahulu, lalu gunakan wadah plastik yang mulut botolnya lebar karena rawan meledak. Hati-hati ya!

Nah, kali ini anak-anak benar-benar mulai dari awal langkah-langkah pembuatan. Mulai dari mengumpulkan sisa-sisa buah dan sayur sehari sebelumnya, mereka juga mulai memotong kulit buah dan sayuran menjadi potongan kecil sendiri. Bahkan mereka juga mencari toples bekas dari warung sekitar kosan sendiri lho! Mempersiapkan bahan-bahan saya bantu sedikit-sedikit, ditambah ukuran saya jelaskan juga sedikit. Mereka yang menimbang dan memperkirakan sendiri. Lalu juga, mereka menjumlahkan beberapa perhitungan untuk menambahkan beberapa bahan ke dalam adonan. 

Yak, dan berhasil mencampur adonan sesuai ukuran. Tinggal kasih penanggalan, kita tunggu 7 hari kemudian. Yak, semoga jadi! Terima kasih untuk kelas hari ini Pandawa Lima! Semangat terus belajarnya ya!

Proses potong-potong bahan


Masih proses potong-potong


Ini hasil karya anak-anak hari ini


Tim lengkap!


Foto dulu pokoknya! Hasil menyusul...


Bahn sisa-sisa kulit buah dan sayuran


Timbang-meningbang dulu ya


Bahagia cukup sesederhana ini



Senin, 22 Maret 2021

#22 Membuat Tempe Ala Pandawa Lima

Pertemuan saya dengan anak-anak tetangga kos kali ini dimulai dari Kuro-chan, artis idola kampung kami. Hampir semua anak tahu siapa itu Kuro-chan. Yak, benar! Artis idola itu adalah kucing saya alias big boss saya. :) :)

Kala itu saya sedang menyapu di halaman bersama Kuro chan. Beberapa anak tetangga lewat dan berhenti di depan gerbang sambil memanggil Kuro. Saya pun langsung mengajak mereka masuk untuk duduk di teras. Kami mengobrol beberapa hal tentang sekolah mereka dan cara belajar mereka. Tiba-tiba tercetuslah ide, "Yuk buat tempe yuk!" Lantas, kami pun membuat rencana. "Saya siapkan dulu kedelainya ya, harus direndam 24 jam dulu baru bisa dibuat tempe. Besok saya beli kedelai dulu di pasar," janjian kami ditutup 'deal!'. Kita buat tempe!

Yak, benar saja, saya beli kedelai di pasar Bantul, lalu rendam selama 24 jam. Baru keesokannya kami buat tempe. Caranya pun cukup mudah diikuti anak-anak. Ada 5 orang yang datang, Aufar, Ridho, Febrian, Hanan, Rafqi. Mereka adalah anak-anak saya yang pertama di sekitaran kos. :) :) :)

Bagaimana prosesnya? Anak-anak sudah datang pagi-pagi bahkan saya belum mandi. Saya ambilkan kedelai yang sudah direndam untuk dibersihkan kulit arinya. Prosesnya lama, tapi anak-anak semangat mengupas kedelai sampai-sampai saya tinggal mandi pun, mereka tetap bertanggung jawab menyelesaikan tugas penting itu. Ahhh, saya bangga pada mereka!

Usai kulit ari bersih, kami pun mulai mengukus tempe lumayan lama. Sembari menunggu kedelai matang, kami membuat rujak, yang semua bahannya mereka bagi tugas. Ada yang beli buah, nyari buah ke warung sendiri, sampai nguleg sambalnya sendiri. Mereka anak-anak laki-laki tapi jago masak dan nguleg! Luar biasa! Mereka pun bereksperimen dengan berbagai macam sambal yang terasa pedas itu, kebanyakan cabe setan pula. Lidah kami sepertinya tak cocok untuk porsi rujak pedas macam sengir itu. Hahaha. Alhasil mereka tambah sendiri gula, nanas, dan terakhir keju. Lumayan mengubah rasa yang sebelumnya sengir jadi cocok di lidah kami. Hahaha, luar biasa mereka!

Lanjut, setelah kedelai matang, mulai proses pendinginan. Tetep nunggu dingin kami terus menikmati rujak buah bengkoang, mentimun, dan nanas. Sungguhlah surga! Usai panas, saya pun mengajari mereka cara dan porsi membubuhkan ragi ke kedelai tersebut lantas aduk-aduk hingga rata. Nah, ini! Daun pisang pun mereka bergantian lap dan buat tali untuk ikat. Saya beri tahu contoh satu saja, mereka tirukan. Dan apa yang terjadi? Hasil bungkus mereka bagus!!! Walaupun ada beberapa daun yang mudah sobek, alhasil kami lapisi dengan koran. Saya kira mereka akan kesulitan bungkus, ternyata sampai habis mereka selesaikan dengan sangat baik, malah di atas ekspektasi saya dalam urusan bungkus-membungkus daun pisang!

Setelah selesai semua, saya bilang ke mereka untuk menunggu 2 sampai 3 hari tempe jadi. Dan tiap hari mereka ke rumah buat cek tempe jadi atau tidak. Rumah saya pun ramai tiap hari. Di hari pertama sudah muncul serabut-serabut tipis cikal bakal tempe matang, lalu hari kedua pun hasilnya mantap, sempurna matang! Saya beri tahu anak-anak kalau tempe sudah jadi, mereka sangat senang dan tak sabar untuk menggoreng tempe dan makan-makan tempe sampai puas! Alamakkk!!!

Muka bahagia kami berhasil membungkus tempe!


Proses membuat rujak sambil nunggu kedelai dingin


Jagoan nguleg sambel!


Ayo... ayo... kupas kulit ari kedelainya!


Tempe garit ala anak-anak Pandawa Lima


Tempe daun yang bungkusnya cantik-cantik gini, ada yang mau beli?

Tim Dokumentasi: Rifa


Minggu, 21 Maret 2021

#21 Ketika Kuro-Chan Sakit

Hari ini Kuro-chan sakit lagi. Tiba-tiba muntah-muntah dan gak mau makan. Saya khawatir terjadi apa-apa. Tubuhnya pun lebih lemas. Biasanya saat Kuro sakit, dia akan semakin manja, maunya sama emaknya. Kemana pun pergi selalu diikuti, tidur minta dipuk-puk, makan minta ditemenin, sama persis seperti anak kecil.

Saya khawatir betul jika Kuro sakit. Tak tega hati lihat dia lemas. Awalnya saya coba periksakan ke dokter dekat kos. Kata Bu dokter, ini anak cacingan. Yak, cacingan! Kucing memang sangat rentan cacingan apalagi kalau induknya tidak pernah minum obat cacing. Kucing yang masih di dalam perut ibunya pun bisa cacingan. Nah, saya kurang tahu tentang silsilah Kuro-chan. Tapi yang pasti, ini anak saya minta dari pemilik warung sayur yang katanya punya kucing banyak. Itu pun saya minta karena ketemu di pinggir jalan, seperti kucing tak terurus. Perutnya buncit, kurus, aroma tubuhnya macam sangit-sangit gimana gitu.

Nah, ini pertama kalinya kucing yang kurawat yang sampai periksa-periksa ke dokter. Kalau waktu kecil dulu, tiap punya kucing tak pernah ada istilah ke dokter. Ya memang keluarga saya belum terbiasa ke dokter hewan. Atau mungkin memang tidak familiar saja di kehidupan kampung.

Semenjak Kuro sakit, saya banyak-banyak nyari info tentang pelihara kucing yang baik. Saya tanya Fitri juga yang kucingnya dikasih makan royal canin, juga tanya kak Inez yang suka rescue kucing-kucing malang di jalan. Mereka sangat membantu dan memberi gambaran umum bagaimana cara merawat kucing yang baik dan jadwal ke klinik. Menarik! Ini nih, yang dari dulu saya belum bisa membantu kucing-kucing saya di saat kritis. Maaf ya kucing-kucing saya.... Ya, alasannya karena pengetahuan yang kurang dan juga masalah kantong yang tak mendukung. Dan di saat-saat sekarang saya mencoba untuk memberi anggaran perawatan untuk kucing-kucing saya. 

Saya merasa kasihan lihat Kuro-chan yang sakit. Muntah-muntah, harus disuntik paksa, dan pastinya perutnya terasa tak enak akibat terlalu banyak cacing di dalamnya. Rawat inap 4 hari membuat saya benar-benar rindu sama Kuro. Tiap hari saya selalu jenguk dia di klinik. Konsultasi dengan dokternya tentang perkembangan Kuro. Apalagi kalau dokternya bilang, Kuro sempat drop! Alamak, bikin saya sedih dan pengen nangis. Ditambah dokter yang bilang kalau misal saya lebih telaten menjaga dan menangani Kuro, dia akan cepat sembuh dan tak perlu dirawat. Aihhh, itulah alasan saya mengapa membawa Kuro ke klinik, bukannya gak telaten, tapi memang saya takut salah penanganan dengan ilmu cethek yang saya miliki. -_-"

Tapi saya bersyukur, Kuro bisa berangsur-angsur sembuh dan membaik. Di hari pertama dia masih sangat lemas. Di hari kedua, lebih parah karena abis muntah cacing besar kata dokternya. Dan di hari ketiga, Kuro sudah bisa makan sendiri. Saya suapin snack habis 2 porsi! Senang sekali akhirnya dia bisa makan sendiri. Terima kasih Kuro-chan sudah berjuang untuk sembuh! Hari keempat, yak, Kuro sudah bisa pulang. Tak apa banyak biaya yang ibu keluarkan yak, yang penting kamu sembuh Nak! Sehat itu mahal memang!

Perawatan selanjutnya, antibiotik, vitamin, obat cacing, dan nanti vaksin! Sehat-sehat selalu ya Kuro-chan! Love you!

Di kandang tempat perawatan Klinik Baba shop


Muka pengen cepet sembuh ya Nak!


Sabtu, 20 Maret 2021

#20 'Slow Living'? Mari Kita Coba!

Sempat beberapa hari yang lalu Kak Rosa, Kak Juni, Jane dan saya membahas tentang 'slow living'. Sungguhlah menjadi ide baru saya dalam memilih hidup seperti apa. Terlebih lagi di tengah kehidupan yang serba cepat ini, kita dituntut untuk segala sesuatu harus cepat dan instan. Lalu muncullah perkataan, "Kalau ada yang gampang kenapa harus cari yang susah?"

Kadang segalanya yang serba instan dan cepat ini membuat stress tanpa saya sadari. Tuntutan yang tinggi membuat kita jarang sekali memaknai hidup ini terlebih menikmatinya. Ya, seperti saja contohnya, saat makan kita tak fokus dengan makanan apa yang dihidangkan atau menu apa yang kita nikmati kala itu karena tangan dan pikiran juga sibuk dengan bolak-balik memantau social media. Padahal, momen itu kita seharusnya bisa menikmati rasa yang kita rasakan saat mengunyah makanan, menikmati suara piring dan 65sendok yang riuh beradu, atau bahkan merasakan uap panas dari sayur yang baru saja matang dari kompor. Ya, itu, kita mencoba untuk multi tasking tapi lupa menikmati setiap momennya.

Saya pun masih belajar, baru juga mencoba beberapa hal yang masih bisa saya coba lakukan. Seperti fokus satu-satu kegiatan yang ingin saya lakukan dan mencoba menikmati setiap momennya. Berusaha memulai dari nol, dari mulai membaca hal-hal tentang slow living hingga melakukan satu per satu aktivitas yang mendukung. Tak apa, satu hari satu kegiatan yang tercapai, nanti bertambah lagi seiring waktu berjalan. Pelan-pelan saja... Kalau kata Kak Rosa mengutip dari kata-kata Lao Tzu, "Alam tidak pernah terburu-buru, tapi semua tercapai." Ya betul, pupuk saja terus mimpi-mimpi itu, lakukan pelan-pelan, lama-lama akan menjadi terbiasa dan jika waktunya sudah tepat, semesta akan menunjukkan hasilnya.

Berikut ini beberapa artikel yang saya baca mengenai 'slow living' ini.

1. Mengenal Gaya Hidup Slow Living Saat di Kos | RoomMe

2. Tips Menjalani Slow Living bagi Millennial agar Lebih Nikmat (idntimes.com)

Jumat, 19 Maret 2021

#19 Mari Temukan Jalan Sendiri

Beberapa hari yang lalu ibu menelepon, menanyakan apakah saya bisa pulang tanggal 8 April nanti. Aku sudah curiga ada sesuatu yang akan terjadi 'lagi'. Dengan pura-pura tak tahu, jawabku singkat, "Ada apa di tanggal itu?" Sebenarnya jawaban yang sudah saya bisa tebak dan jawab sendiri. Ya, menikah lagi! Apa yang saya rasakan? Entahlah, saya tak bisa mengenali rasa yang saya rasakan, emosi apa yang telah bergelut di dalam batin, atau respon apa yang harus aku sampaikan. Benar-benar membingungkan!

Mungkin ini karena ada kondisi dimana sesuatu itu pernah terjadi dan seakan otak sudah tahu kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti. Sungguh, saya hanya bisa diam sambil mencoba merelakan. Kata Fitri, otak sedang memprosesnya, beberapa sarafnya mencoba memanggil kembali kenangan-kenangan yang sebenarnya sudah terlupakan, tapi dibangunkan kembali. Oh Tuhan! Apa lagi ini?

Sempat saya mempertanyakan jodoh itu sebenarnya seperti apa? Mengapa ibu menikah lagi? Siapa sebenarnya jodoh ibu sebenarnya? Bukankah jodoh sudah di tulis sebelum kita dilahirkan? Sampai sekarang tak pernah terjawab.

Tahun ini, saya memilih jalan sendiri. Mencoba mencari kebahagiaan saya sendiri. Menjadi diri saya sendiri. Seperti kepindahan saya ke Jogja tanpa sepengetahuan ibu. Hanya adik saya yang paling besar saja yang saya beri tahu, adik yang kecil saja tak tahu tentang hal ini. Saya hanya ingin menemukan jalan hidup sendiri, jalan hidup yang telah lama saya tinggalkan demi membahagiakan orang lain. Ya, bukankah di dunia ini kita tak bisa membahagiakan semua orang? Tentu saja begitu. Ada berapa hal yang akan dikorbankan untuk kebahagiaan orang lain? Sedangkan kita jarang membahagiakan diri sendiri. Ah, mari hidup di jalan masing-masing.

Kamis, 18 Maret 2021

#18 Tuhan Lebih Tahu Kapan Waktu yang Tepat

Impian itu selangkah lebih dekat! Impian yang telah saya tangguhkan sejak 2013 lalu. Beberapa kali saya mendaftar beberapa kesempatan, tapi gagal. Alasannya macam-macam. Mungkin memang Tuhan belum menjodohkan saya dengan mimpi itu atau juga Tuhan punya rencana lebih indah dari rencana saya.

Suatu waktu saya termenung, memikirkan benang merah semua kejadian yang saya alami akhir-akhir ini. Seperti satu per satu memiliki ikatan satu sama lainnya. Sangat erat! Apakah Tuhan sedang berpihak pada saya tahun ini? Mungkin! Dan semoga saja! Aamiin.

Nanti saya akan ceritakan impian itu jika memang semuanya sudah fix. Masih dalam proses dan tinggal selangkah lagi, tapi saya tidak boleh terlalu berharap. Jika memang jalannya lewat jalan itu, saya akan mendapatkannya, tapi jika memang belum jalannya, saya akan merelakan, setidaknya saya sudah berjuang sedemikian rupa melakukan yang terbaik. Urusan berhasil atau tidaknya, biarkan Tuhan yang mengatur. Sesungguhnya, Tuhan lebih tahu waktu kapan yang tepat untuk kita mendapatkan sesuatu.

Semesta akan memilih pemilik kaki yang dikehendaki. Katanya, pulaulah yang memilih takdir orang-orang yang menghuninya. Dan biarkan itu menjadi keberkahan dari Tuhan. 

Rabu, 17 Maret 2021

#17 Menjadi Bukan Diri Sendiri

Sesuatu yang tidak sesuai dengan hati pasti akan berat untuk dijalani. Ya, jujur pada diri sendiri itu sungguhlah berat, terlebih melawan kata hati.

Suatu ketika saya cerita kepada Fitri tentang hal-hal yang berat dalam menjalaninya. Seperti berkata bohong atau melakukan hal-hal yang tidak jujur. Entah mengapa ketika kita tidak jujur pada diri sendiri atau pun pada orang lain, rasanya seperti tidak tenang. Mungkin karena selama ini kita selalu berusaha untuk jujur dan ketika ada di posisi yang mengharuskan kita tidak jujur terlebih menyangkut diri orang lain, sudahlah pusing tak bisa tidur semalaman. Haha

Ada suatu kisah lucu, malam itu Kak Rosa, Kak Juni, Jane dan saya membuat tempe. Sambil menunggu tempe selesai, kami bercerita banyak hal tentang hidup masing-masing. Suatu waktu saya cerita kalau saya pernah bekerja di label "M*M", sebuah sistem kerja mencari downline. Saya cerita kalau pekerjaan itu membuat saya rada trauma kalau ditawari M*M produk apapun. Tapi ya saya belajar dari sana, saya jadi tahu tolak ukur yang bisa saya terima dalam bekerja. Terlebih bernegosiasi. Lalu, nyeletuklah Kak Juni, "Lah, ko tak tahu Kuri Rosa juga ikut lho M*M produk G*K*" sambil nunjuk salah satu barang di meja. Apa respon saya? Setengah percaya-setengah tak percaya!

Entah mereka dapat tektokan dari mana, benar-benar meyakinkan. Sungguh! Sepanjang perjalanan pulang pun saya berpikir keras tentang ini. Ditambah lagi perkataan Kak Rosa, kalau M*M ini beda dengan yang lain karena tidak ada bonus kapal pesiar atau jalan=jalan ke Eropa, tapi bonus pengalaman dan pelatihan untuk daerah pedalaman. Siapa yang tak tergiur? Sudah tahu saya punya mimpi ke daerah pedalaman, sudah pasti saya tergiur.... Bahkan sampai saya tidak tenang tidur karena memikirkan hal ini. Dream come true! Melihat saya semakin bertanya-tanya tentang M*M ini, Kak Rosa pun semakin susah menjawab pertanyaan-pertanyaan penasaran saya. Alhasil, dia pawai dalam "ngeles", "Sa tanya dulu nih, kak Dian tertarik benar tidak? Kalau iya, sudah besok saya ikut diklatnya." Itu pun saya percaya sama yang semua diomongin Kak Rosa. Serius! Antara saya yang polos apa gimana nih?

Di sisi lain, saya sangat tertarik dengan hal-hal yang menyangkut pendidikan anak pedalaman, tapi juga cukup trauma dengan menjadi member "M*M". Sama-sama kuat, tapi pendidikan anak pedalaman jauh lebih kuat. Alhasil baru saja saya memutuskan, sepertinya saya harus join di M*M Kak Rosa tanpa berpikir ulang. Di saat keputusan itu bulat, Kak Rosa pun mengklarifikasi bahwa itu hanya skenario kalau-kalau dia dan Kuri Juni diajak bisnis M*M. Dia jelaskan pun saya masih tak percaya kalau itu semua masih hanya skenario belaka.... Bahkan sampai pagi!

Akhirnya, saya baru yakin setelah klarifikasi Kak Juni kalau itu semua hanya untuk menghibur diri saya yang punya pengalaman pahit tentang M*M. Sungguh, skenario mereka sungguh smooth. Bahkan saya masih berasa itu semua benar-benar terjadi. Hahaha

Apa yang saya pelajari dari hal ini? Hidup hanya sandiwara... Tergantung kita mau berperan jadi apa... Toh juga pada akhirnya orang lain tak tahu kita sebenarnya siapa... Tinggal main saja peran... Mau jadi A, B, atau Z... Sayangnya kalau kita bersandiwara tidak sesuai diri sendiri itu butuh energi besar dan bikin hidup tak nyaman... Kita bisa saja menciptakan diri kita yang berbeda, bisa juga bukan menjadi diri sendiri, atau bahkan seperti Kak Rosa dan Kak Juni yang membuat skenario menjadi sosok yang berbeda dengan yang kukenal tentang mereka. Semua bisa! Tapi balik lagi, apakah kita sanggup untuk mengeluarkan energi ekstra untuk sebuah drama? Kita lihat saja seberapa sanggup menjadi bukan diri sendiri!

Selasa, 16 Maret 2021

#16 Melalui Tempe, Saya Belajar Tentang Pentingnya Proses

Hari ini saya dapat kesempatan untuk membuat tempe bersama Ibu Guru Rosa dan PKK 123 Random Club. Ternyata membuat tempe cukup membuat saya belajar sesuatu, "Yang kita lihat sederhana ternyata memiliki proses yang cukup lama". Ya benar saja! Membuat tempe itu melatih kesabaran.

Pertama, kita perlu menyiapkan kedelai yang bisa dibeli di pasar, di penjual beras dan kacang-kacangan biasanya ada. Saya belinya di pasar Bantul, di bagian penjual-penjual beras. Harga per kilonya sebelas ribu rupiah. Itu pun kata penjualnya kedelai terus naik dan harga mahal. Saya yang hanya membeli 1 kg mungkin tak terlalu berdampak, tapi untuk industri kecil maupun besar, kenaikan itu pun sangat terasa. Lalu, saya mencari ragi tempe. Ternyata ada 2 jenis ragi untuk membuat tempe, yaitu ragi daun dan ragi yang disebut usar. Harga ragi hanya seribu lima ratus rupiah bisa digunakan untuk 7 kilogram kedelai. Luar biasa! Ternyata bahan-bahannya sederhana. Hanya perlu kedelai, ragi usar, daun pisang atau plastik untuk membungkus. Sudah!

Kedua, cara pengolahannya, kedelai direndam 24 jam sebelum diolah menjadi tempe. Hal menarik yang saya dapatkan adalah ternyata kedelainya mengembang jadi banyak. Hahaha. Awalnya hanya satu baskom, ternyata jadi setengah dandang setelah direndam selama 24 jam. Lalu, ini nih hal yang cukup memakan waktu: proses pengupasan kulit ari kacang kedelai. PR banget pokoknya, milihin satu-satu, yang kata kak Rosa tempenya harus bersih dari kulitnya. Ya sudah petualangan dimulai. Kami berkumpul di rumah Obit, saya datang terlambat karena harus mengajar dahulu. Untungnya, semua alat sudah saya persiapkan sebelum saya ngajar, jadi selesai ngajar langsung berangkat.

Proses pemisahan biji kedelai dengan kulit arinya, sudah pakai tenaga full ini


Proses pemisahan biji kedelai dengan kulit arinya masih lanjut nih....


Ini sudah hampir selesai....

Lanjut setelah dirasa bersih, kedelai dicuci kembali, baru dikukus sampai lumayan empuk. Proses pembuatan kedelai sebenarnya sederhana, hanya saja nunggunya lumayan lama. Sembari menunggu tempe dikukus, kami pun cerita-cerita tentang masa kecil dan pengalaman hidup. Tak terasa pun malam sudah hampir larut, kami masih bercuap-cuap bersama. Kak Rosa mengecek berkali-kali kedelai kukus itu. Setelah cukup empuk, kedelai pun ditiriskan dan diangin-anginkan biar cepat dingin. Setelah proses pendinginan, mulailah proses peragian. Kak Rosa memberitahu bahwa kita cukup satu ujung sendok makan ragi ke adonan setengah kilo kedelai. Tinggal aduk-aduk saja raginya ke kedelai itu.

Nah, proses yang tak kalah serunya adalah pembungkusan dengan daun pisang. Diawali contoh dari Kak Rosa. Saya, Kak Juni, Jane pun mencoba dengan style masing-masing. 


Hasil prakarya kami hari ini


Setelah disusun sedemikian rupa untuk dokumentasi


Rada shock kok ternyata hasil bungkusan saya sebanyak ini, minus 1 contoh bikinan Kak Rosa


Jane dan hasil tempe fenomenalnya


Ini Kak Juni dengan tempe yang hasilnya makin bagus saja


Full team dari kiri: Jane, Kak Juni, saya, Kak Rosa
Kenapa itu hitam-hitam bajunya? Memang kok itu dresscode kelas tempe hari ini :)

Sungguh berfaedah kelas hari ini ditambah cerita tentang hidup yang sungguhlah membuat saya makin bangga bisa kenal kalian. :) :) :)
Terima kasih banyak-banyak ee.... Tunggu tempe 2-3 hari hingga menjadi tempe dengan citra rasa khas penuh cinta. :)