Terima kasih untuk 6 bulan terakhir ini, atas kesempatan untuk memperbaiki diri dan mengenal diri sendiri. Tentunya, saat ini masih terus belajar dan belajar. Terima kasih diri sendiri!
Ungkapan itu tentunya saya hadiahkan untuk diri saya sendiri. Perjuangan beberapa bulan terakhir untuk mengenali diri sendiri dengan segala emosinya. Saya menyadari bahwa selama ini saya sulit mengidentifikasi emosi yang muncul. Misalnya saja, saya sedih tetapi saya pura-pura untuk tegar. Saya kecewa, tapi saya menganggap semua hal layak untuk dimaklumi, tanpa mencari tahu apa dan mengapa saya bisa kecewa atau sedih. Bahkan saya melupakan ke-ba-ha-gia-an diri sendiri. Segala sesuatu yang menyangkut orang lain selalu menjadi prioritas saya. Padahal, saya memiliki hidup yang kadang juga perlu diprioritaskan. Tapi saya abaikan.
Hingga suatu saat saya menyadari ada beberapa hal yang membuat saya benar-benar tidak baik-baik saja. Saya menjadi sangat sensitif menghadapi segala hal yang tidak sesuai rencana. Saya kecewa karena tidak sesuai ekspektasi. Bahkan saya sulit memaafkan hal-hal yang mungkin sepele dan berdampak pada konflik berkepanjangan. Dan setelah saya telusuri, sepertinya saya memang masih hidup dalam masa lalu. Saya masih hidup di dalam bayang-bayang trauma masa lalu. Mengurainya pun tak bisa langsung, sangat pelan-pelan. Awalnya, saya berniat untuk menyembuhkan luka-luka itu sendiri, tetapi semakin saya sembuhkan semakin saya terluka dan fisik saya tidak kuat untuk penyembuhan secara bersamaan. Saya tumbang.
Saya masih ingat ketika salah satu teman SMP saya menyarankan saya untuk meminta bantuan psikolog. Tapi saya jawab kalau saya bisa menyembuhkan sendiri. Lantas teman saya menimpali bahwa mungkin saya bisa sembuh sendiri, tapi prosesnya pun akan jauh lebih lama. Awalnya, keinginan ke psikolog bukan kebutuhan yang mendesak. Saya pikir begitu. Tapi ternyata luka-luka itu sudah sangat mengganggu hidup saya. Tidur saya terganggu. Bahkan ketika saya tidur dan ada suara apa pun dari luar kamar, saya pun bisa mendengarkan dan tahu detail apa yang terjadi di luar. Sekecil suara tetesan air dari keran, saya pun mendengar. Secara kesehatan, tentunya itu telah mengganggu. Ketika saya ingin release masa lalu, saya menemukan emosi yang sulit dikendalikan. Kadang, saya bisa tiba-tiba menangis yang entah saya pun tidak tahu alasan saya menangis. Ketika saya menemukan sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, saya selalu mengeluhkannya. Di saat-saat sedih, sering terbayang-bayang menjatuhkan diri dari jembatan. Tapi lubuk hati saya yang terdalam mengatakan saya harus tetap hidup. Ya, merasa sendirian dan merasa tak berharga selalu membayang-bayangi saya. Sampai suatu hari, saya memilih jalan meminta bantuan ke psikolog.
Pertemuan dengan psikolog mungkin bisa dikatakan bahwa gampang-gampang susah. Perlu ada kecocokan dan rasa nyaman. Psikolog yang pertama saya merasa tidak cocok, lalu ganti psikolog. Sampai saya menemukan psikolog yang kedua saya cocok. Dengan bantuan psikolog tersebut, saya memulai kembali hidup saya. Mencoba mengurai sedikit demi sedikit luka-luka masa lalu yang muncul dan mengakar, terutama tentang keluarga. Saya belajar kembali untuk mengenali diri sendiri. Siapa saya? Value apa yang ada di dalam diri saya? Hal apa yang membuat saya berharga? Dan tentunya, kesadaran bahwa masa lalu tidak dapat diubah, tetapi pola pikir tentang masa lalu kitalah yang dapat diperbaiki.
Saya belajar untuk tidak berekspektasi pada siapa pun dan apa pun. Saya belajar untuk mengelola emosi, entah itu bahagia, sedih, kecewa, dan hal-hal yang mungkin pernah membuat luka. Saya belajar untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Saya juga belajar untuk mengkomunikasikan apa yang saya mau. Saya tidak mengikat siapa pun maupun apa pun. Jika sesuatu ingin datang dan bertahan, akan saya hargai. Dan jika sesuatu ingin pergi, ya silakan. Intinya, saya belajar untuk menghargai yang saya punyai. Dan tidak ingin berekspektasi pada apa pun, entah itu manusia atau benda atau juga makhluk lain. Saya masih belajar dan akan terus belajar memperbaiki diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar