Tampilkan postingan dengan label #TentangSlowLiving. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #TentangSlowLiving. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Maret 2021

#25 Membuat Sabun Ala Pandawa Lima

Pagi ini kami berkumpul kembali dengan ide membuat sabun. Ide ini tercetus setelah saya belajar dengan Ibu Guru Rosa beberapa hari yang lalu. Yak, sepertinya mudah jika diaplikasikan ke anak-anak. Baiklah! Yuk, buat!

Bahan-bahannya cukup mudah dan saya masih punya sisa praktik di kelas Kuri Rosa. Ada minyak kelapa, minyak zaitun, saya tambah minyak kelapa sawit (uji coba), air putih saya pakai air galon, soda api, pewangi saya pakai vanili, dan kunyit untuk pewarna alami. Ukuran-ukurannya saya sesuaikan dengan bahan minyak. Anak-anak menimbang sendiri bahan-bahannya dengan pantauan saya. Saya memperingatkan pada mereka kalau soda api berbahaya jika kena kulit karena bisa membuat kulit melepuh. Mereka pun sangat berhati-hati.

Mereka mengamati bagaimana proses mendidihnya campuran soda api dan air yang membuat mata perih, lalu mengamati panasnya baskom sampai menunggu dingin. Sungguhlah itu pengalaman pertama mereka mengenal beberapa jenis minyak goreng, soda api dan pembuatan sabun.

Setelah bahan-bahan sesuai hitungan Aufar, di sini Aufar menjadi tim hitung karena diyakini dia yang paling jago matematika. Hahaha, sesuai tugas ya! Prosesnya dimulai campur-campur bahan, lalu aduk-aduk dengan menggunakan hand blender. Walaupun ini pertama kalinya mereka menggunakan hand blender, tapi mereka cukup lihai lho! Mudah mengarahkan mereka untuk menggunakannya dengan hati-hati.

Refleksi saya, mereka itu anak-anak yang cerdas, rasa ingin tahunya tinggi, dan bertanggung jawab. Satu per satu akhirnya saya bisa tahu karakter masing-masing anak. Ya, mereka sungguhlah anak-anak yang membanggakan! Senang belajar dan antusias tinggi. Bahkan kalau sudah ke kosan saya, mereka tidak mau pulang! Hahaha.

Sabun kami jadi, dicetak dan besok siap dipotong! Terima kasih Pandawa Lima!

Senin, 22 Maret 2021

#22 Membuat Tempe Ala Pandawa Lima

Pertemuan saya dengan anak-anak tetangga kos kali ini dimulai dari Kuro-chan, artis idola kampung kami. Hampir semua anak tahu siapa itu Kuro-chan. Yak, benar! Artis idola itu adalah kucing saya alias big boss saya. :) :)

Kala itu saya sedang menyapu di halaman bersama Kuro chan. Beberapa anak tetangga lewat dan berhenti di depan gerbang sambil memanggil Kuro. Saya pun langsung mengajak mereka masuk untuk duduk di teras. Kami mengobrol beberapa hal tentang sekolah mereka dan cara belajar mereka. Tiba-tiba tercetuslah ide, "Yuk buat tempe yuk!" Lantas, kami pun membuat rencana. "Saya siapkan dulu kedelainya ya, harus direndam 24 jam dulu baru bisa dibuat tempe. Besok saya beli kedelai dulu di pasar," janjian kami ditutup 'deal!'. Kita buat tempe!

Yak, benar saja, saya beli kedelai di pasar Bantul, lalu rendam selama 24 jam. Baru keesokannya kami buat tempe. Caranya pun cukup mudah diikuti anak-anak. Ada 5 orang yang datang, Aufar, Ridho, Febrian, Hanan, Rafqi. Mereka adalah anak-anak saya yang pertama di sekitaran kos. :) :) :)

Bagaimana prosesnya? Anak-anak sudah datang pagi-pagi bahkan saya belum mandi. Saya ambilkan kedelai yang sudah direndam untuk dibersihkan kulit arinya. Prosesnya lama, tapi anak-anak semangat mengupas kedelai sampai-sampai saya tinggal mandi pun, mereka tetap bertanggung jawab menyelesaikan tugas penting itu. Ahhh, saya bangga pada mereka!

Usai kulit ari bersih, kami pun mulai mengukus tempe lumayan lama. Sembari menunggu kedelai matang, kami membuat rujak, yang semua bahannya mereka bagi tugas. Ada yang beli buah, nyari buah ke warung sendiri, sampai nguleg sambalnya sendiri. Mereka anak-anak laki-laki tapi jago masak dan nguleg! Luar biasa! Mereka pun bereksperimen dengan berbagai macam sambal yang terasa pedas itu, kebanyakan cabe setan pula. Lidah kami sepertinya tak cocok untuk porsi rujak pedas macam sengir itu. Hahaha. Alhasil mereka tambah sendiri gula, nanas, dan terakhir keju. Lumayan mengubah rasa yang sebelumnya sengir jadi cocok di lidah kami. Hahaha, luar biasa mereka!

Lanjut, setelah kedelai matang, mulai proses pendinginan. Tetep nunggu dingin kami terus menikmati rujak buah bengkoang, mentimun, dan nanas. Sungguhlah surga! Usai panas, saya pun mengajari mereka cara dan porsi membubuhkan ragi ke kedelai tersebut lantas aduk-aduk hingga rata. Nah, ini! Daun pisang pun mereka bergantian lap dan buat tali untuk ikat. Saya beri tahu contoh satu saja, mereka tirukan. Dan apa yang terjadi? Hasil bungkus mereka bagus!!! Walaupun ada beberapa daun yang mudah sobek, alhasil kami lapisi dengan koran. Saya kira mereka akan kesulitan bungkus, ternyata sampai habis mereka selesaikan dengan sangat baik, malah di atas ekspektasi saya dalam urusan bungkus-membungkus daun pisang!

Setelah selesai semua, saya bilang ke mereka untuk menunggu 2 sampai 3 hari tempe jadi. Dan tiap hari mereka ke rumah buat cek tempe jadi atau tidak. Rumah saya pun ramai tiap hari. Di hari pertama sudah muncul serabut-serabut tipis cikal bakal tempe matang, lalu hari kedua pun hasilnya mantap, sempurna matang! Saya beri tahu anak-anak kalau tempe sudah jadi, mereka sangat senang dan tak sabar untuk menggoreng tempe dan makan-makan tempe sampai puas! Alamakkk!!!

Muka bahagia kami berhasil membungkus tempe!


Proses membuat rujak sambil nunggu kedelai dingin


Jagoan nguleg sambel!


Ayo... ayo... kupas kulit ari kedelainya!


Tempe garit ala anak-anak Pandawa Lima


Tempe daun yang bungkusnya cantik-cantik gini, ada yang mau beli?

Tim Dokumentasi: Rifa


Sabtu, 20 Maret 2021

#20 'Slow Living'? Mari Kita Coba!

Sempat beberapa hari yang lalu Kak Rosa, Kak Juni, Jane dan saya membahas tentang 'slow living'. Sungguhlah menjadi ide baru saya dalam memilih hidup seperti apa. Terlebih lagi di tengah kehidupan yang serba cepat ini, kita dituntut untuk segala sesuatu harus cepat dan instan. Lalu muncullah perkataan, "Kalau ada yang gampang kenapa harus cari yang susah?"

Kadang segalanya yang serba instan dan cepat ini membuat stress tanpa saya sadari. Tuntutan yang tinggi membuat kita jarang sekali memaknai hidup ini terlebih menikmatinya. Ya, seperti saja contohnya, saat makan kita tak fokus dengan makanan apa yang dihidangkan atau menu apa yang kita nikmati kala itu karena tangan dan pikiran juga sibuk dengan bolak-balik memantau social media. Padahal, momen itu kita seharusnya bisa menikmati rasa yang kita rasakan saat mengunyah makanan, menikmati suara piring dan 65sendok yang riuh beradu, atau bahkan merasakan uap panas dari sayur yang baru saja matang dari kompor. Ya, itu, kita mencoba untuk multi tasking tapi lupa menikmati setiap momennya.

Saya pun masih belajar, baru juga mencoba beberapa hal yang masih bisa saya coba lakukan. Seperti fokus satu-satu kegiatan yang ingin saya lakukan dan mencoba menikmati setiap momennya. Berusaha memulai dari nol, dari mulai membaca hal-hal tentang slow living hingga melakukan satu per satu aktivitas yang mendukung. Tak apa, satu hari satu kegiatan yang tercapai, nanti bertambah lagi seiring waktu berjalan. Pelan-pelan saja... Kalau kata Kak Rosa mengutip dari kata-kata Lao Tzu, "Alam tidak pernah terburu-buru, tapi semua tercapai." Ya betul, pupuk saja terus mimpi-mimpi itu, lakukan pelan-pelan, lama-lama akan menjadi terbiasa dan jika waktunya sudah tepat, semesta akan menunjukkan hasilnya.

Berikut ini beberapa artikel yang saya baca mengenai 'slow living' ini.

1. Mengenal Gaya Hidup Slow Living Saat di Kos | RoomMe

2. Tips Menjalani Slow Living bagi Millennial agar Lebih Nikmat (idntimes.com)