Rabu, 17 Maret 2021
#17 Menjadi Bukan Diri Sendiri
Selasa, 16 Maret 2021
#16 Melalui Tempe, Saya Belajar Tentang Pentingnya Proses
Hari ini saya dapat kesempatan untuk membuat tempe bersama Ibu Guru Rosa dan PKK 123 Random Club. Ternyata membuat tempe cukup membuat saya belajar sesuatu, "Yang kita lihat sederhana ternyata memiliki proses yang cukup lama". Ya benar saja! Membuat tempe itu melatih kesabaran.
Pertama, kita perlu menyiapkan kedelai yang bisa dibeli di pasar, di penjual beras dan kacang-kacangan biasanya ada. Saya belinya di pasar Bantul, di bagian penjual-penjual beras. Harga per kilonya sebelas ribu rupiah. Itu pun kata penjualnya kedelai terus naik dan harga mahal. Saya yang hanya membeli 1 kg mungkin tak terlalu berdampak, tapi untuk industri kecil maupun besar, kenaikan itu pun sangat terasa. Lalu, saya mencari ragi tempe. Ternyata ada 2 jenis ragi untuk membuat tempe, yaitu ragi daun dan ragi yang disebut usar. Harga ragi hanya seribu lima ratus rupiah bisa digunakan untuk 7 kilogram kedelai. Luar biasa! Ternyata bahan-bahannya sederhana. Hanya perlu kedelai, ragi usar, daun pisang atau plastik untuk membungkus. Sudah!
Kedua, cara pengolahannya, kedelai direndam 24 jam sebelum diolah menjadi tempe. Hal menarik yang saya dapatkan adalah ternyata kedelainya mengembang jadi banyak. Hahaha. Awalnya hanya satu baskom, ternyata jadi setengah dandang setelah direndam selama 24 jam. Lalu, ini nih hal yang cukup memakan waktu: proses pengupasan kulit ari kacang kedelai. PR banget pokoknya, milihin satu-satu, yang kata kak Rosa tempenya harus bersih dari kulitnya. Ya sudah petualangan dimulai. Kami berkumpul di rumah Obit, saya datang terlambat karena harus mengajar dahulu. Untungnya, semua alat sudah saya persiapkan sebelum saya ngajar, jadi selesai ngajar langsung berangkat.
Senin, 15 Maret 2021
#15 Kebiasaan "Mepet Deadline" Baru Muncul Ide
Minggu, 14 Maret 2021
#14 Kedamaian di Tengah Perbedaan
Ini kali pertama saya ke Ganjuran. Itu pun diajak Kak Rosa karena awalnya aku ingin juga ke sana dan kebetulan Kak Rosa juga ingin ke sana. Ya sudah ikut!
Kami berangkat setengah tujuh malam. Kak Rosa menjemput saya di kosan walaupun ada agenda nyasar nyari alamat saya. Memang kos saya di daerah perkampungan yang masuk gang, tak sedikit teman yang nyasar ke kos saya. Baiklah, kami berangkat dengan vespa milik Kak Rosa yang walaupun 2 tahun tak dipakai, habis servis, mesinnya pun tetap bagus.
Jadi ingat vespa milik keluarga saya sewaktu saya masih kecil. Dulu bapak pernah punya vespa warna biru. Vespa itu masih melekat erat dalam ingatan saya, ya mungkin karena berkesan di hati, apalagi sama bapak, pastilah masih terekam baik di kepala saya. Ya, masih ingat, dulu bapak sering mengantar ke sekolah naik vespa. Bahkan saya masih ingat sewaktu TK, saya nangis gak mau sekolah karena tidak dinaikkan ke kelas satu dengan alasan belum cukup umur diantar naik vespa itu. Lalu aku teringat lagi memori hampir jatuh di selokan jembatan kecil hanya muat satu motor, itu pun licin, saat pulang dari rumah nenek, digonceng ibu. Ya maklum, motor vespa kan gede bentuknya, sedangkan ibu nyetir dengan membawa 3 anak, 2 di depan, dan saya di belakang. Hal yang saya ingat waktu menyeberang jalan kecil itu, ibu oleng karena tikungannya memang cukup curam ditambah habis hujan. Tapi saya tidak ingat jatuhnya ditolongin orang atau nggak, yang pasti belum sampai jatuh ke selokan. Itu jembatan kecil bikin saya trauma. Ingat betul tiap lewat jalan itu, saya selalu pejamkan mata, takut jatuh. Terus juga saya ingat kenangan sewaktu kecil tentang vespa. Vespa bapak juga pernah dipakai jalan jauh Blora-Purwodadi ke rumah Pak Dhe. Keluarga saya berlima, bisa dibayangkan seperti apa itu vespa dipakai buat berlima. Saya dan adik saya di depan, terus bapak, terus ibu sambil gendong adik saya paling kecil. :) Setelah saya pikir-pikir, ternyata kuat juga itu vespa. Terus lagi, vespa juga mengingatkan saya belajar menyebutkan huruf "R". Setiap kali pulang dari rumah embah, sepanjang jalan saya disuruh berlatih menyebutkan huruf "R" oleh Bapak. :) Banyak kenangan ternyata sama vespa. :)
Saya tak ingat kenapa vespa Bapak dijual. Mungkin perawatannya mahal kali ya.... Entahlah.... Dan ini, setelah hampir 25 tahun, saya baru kali kemarin naik vespa lagi. Walaupun kaki saya tidak nyampe buat taruh di sandaran kaki. Ngakak sepanjang jalan, menertawakan diri sendiri karena kaki gak sampe itu. 😅😅😅
Nah, akhirnya kami sampai juga di Gereja & Candi Ganjuran. Hari Minggu malam ramai karena orang-orang pulang Misa. Hawanya enak sekali, mungkin perlu dicoba ke Ganjuran tapi bukan hari Minggu, sepertinya lebih tenang. Kami masuk dengan berbagai pengecekan suhu badan dan cuci tangan. Kak Rosa mengajak saya ke salah satu mata air yang dibuat pancuran. Katanya, airnya memiliki kandungan zat-zat menyehatkan. Makanya, tiap ke tempat ini, Kak Rosa dan beberapa pengunjung bawa botol minum. Airnya segar, saya minum juga dari kerannya langsung. Cuci muka dan basuh tangan kaki.
Lalu dilanjutkan kami berdiam diri di salah satu tempat tenang di salah satu pojok bangunan. Entah mengapa saya langsung teringat kunjungan saya ke salah satu candi di Sri Lanka. Aroma dupa dan lilin-lilin yang menyala di dua tempatnya. Lalu, saya mulai berdoa dan berefleksi diri. Cukup dengan berdiam diri saja, entah mengapa saya menitikkan air mata. Lagi-lagi saya sedih karena sebagian dari kita saling mencerca agama lain. Padahal, menurut saya tiap agama selalu mengajarkan kedamaian. Ahhh, semoga dunia tetap menebar kedamaian. Aamiin. Rasa itu muncul lagi persis seperti saat saya menangis di salah satu gereja di Satar Lenda. Rasa yang sulit dideskripsikan, hanya saja berada di tengah-tengah perbedaan rasanya begitu damai!
Bukankah perbedaan seharusnya saling melengkapi? Kapan-kapan aku mau ke Ganjuran lagi!
Sabtu, 13 Maret 2021
#13 Sabun Organik (Resep Menyusul)
Sebenarnya pembuatan sabun organik ini sudah lama direncanakan oleh Kak Rosa, Kak Juni, dan saya sebelum mengantar Endi kembali ke Papua. Namun, rencana itu terkendala karena tempat belajar sabun membatasi peserta kelas karena masa covid, yang hanya diperbolehkan hanya satu peserta. Alhasil, kami memutuskan untuk Kak Rosa belajar duluan membuat sabun sebelum kembali ke Asmat. Setidaknya lebih urgent lah daripada kami yang tinggal di Jawa, lebih mudah untuk ikut kelas selanjutnya.
Nah, ternyata kerandoman kami pun mulai haus akan ilmu baru. Jadilah Kak Rosa menginisiasi kelas baru tongkrongan yang udah macem ibu-ibu PKK. Awalnya, rencana cuma bertiga, tapi nambah personel ada Metri, Alfi (saudara Metri), Jane (yang katanya saudara Kak Juni, iyaaa, sodara sebangsa dan setanah air dari Sabang sampai Merauke :)))) Nah, ternyata lingkup pertemanan kami seputaran daun kelor. Pas saling ketemu, ehhh, ternyata saling punya mutual friend-an. Ya, begitulah Tuhan menakdirkan kita untuk sebuah pertemuan.
Kehebohan kami sore itu seputar minyak kelapa, olive oil, soda api, dan rujak. Jadilah kami buat sabun dipandu oleh Ibu Guru Rosa dengan murid-muridnya yang kayak kami semua.... Hahaha. Heboh dalam segala macam hal.
Nah, kami pun membuat sabun dengan 5 jenis variasi, ada kopi, rujak (aneka buah rujak), pepaya, kunyit, dan lidah buaya. Semuanya kami buat bersama-sama, ada yang blender buah, ada yang blender adonan, ada yang cairin soda api, ada yang nimbang minyak, semua berkat tim kerja yang solid, sudah siap direkrut kerja pokoknya. :) :) :)
Resep nanti menyusul ya, saya lupa taruh catatan dimana. :) Harus hitung ulang soalnya. Saya kasih fotonya saja ya.... :)
#12 Belajar dari Sebuah Pertemuan
Kamis, 11 Maret 2021
#11 Katakan, "You are GREAT!"
Beberapa hari yang lalu saya sempat menulis tentang perasaan sedih karena merasa tidak sekeren teman-teman yang lainnya. Kekecewaan terhadap diri sendiri karena bekerja bukan di kantor atau di sekolah internasional seperti kawan-kawan lain yang meniti karir. Kesedihan yang seharusnya saya tak perlu pedulikan karena telah memilih jalan sendiri dan memutuskan melewatkan kesempatan berkarir di gedung megah untuk memilih kehidupan yang beratap langit. Ya, seharusnya! Tapi kadang pikiran-pikiran dan keegoisan itu muncul dan menekan kata hati yang mungkin tak bisa dibohongi. Ah, apa yang saya cari hingga sampai titik ini? Mengapa membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain?
Ya, kadang kita selalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Membandingkan kebahagiaan orang lain terhadap kebahagiaan diri sendiri! Sungguhlah kejam diri kita ini. Bahkan melewatkan memuji diri sendiri dan selalu mencaci bahwa diri ini tak layak untuk bahagia. Kadang kita kurang berterima kasih pada diri sendiri setelah berjuang selama ini. Ya, orang bilang itu "insecure", kegelisahan pada diri sendiri terhadap orang lain. Kejam ya!
Nah, tahun ini saya mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri. Mendata semua hal yang pernah saya lakukan dalam bentuk CV. Sebenarnya sudah dari tahun lalu saya memperbaharui CV saya. Itu pun setelah beberapa tahun saya menyandang tak punya CV karena tak punya kantor. Apa itu melamar kerja? Saya sudah lupa. Cerita yang paling saya ingat saat tahun 2014, saya mengirimkan CV saya yang ala kadarnya untuk mendaftar di beberapa lembaga pengajaran. Tapi tak ada satu pun yang nyangkut. Ohhh, saya ingat ada satu lembaga yang nyangkut ding, tapi dari sisi fee tidak sesuai harapan. Lalu, akhirnya saya bekerja di sebuah tempat bimbel selama 2 tahun. Usai dari sana, saya pun memutuskan untuk tidak terikat dengan lembaga mana pun. Kalaupun ada, ya nggak 'ngoyo' banget.
Berbicara soal CV, ketika saya susun daftarnya kembali, ternyata banyak juga hal-hal yang sudah pernah saya lakukan. Bahkan dengan beberapa pengalaman tersebut tanpa saya sadari memberi kesempatan lebih banyak kepada saya daripada saya menjalani rutinitas bekerja kantoran. Ya, walaupun pada akhirnya saya mengorbankan jenjang karir saya seperti ketika saya menetap menjadi orang kantoran. Ada jalan lain yang saya ambil dan putuskan untuk perjalanan hidup saya. Ada kebahagiaan yang kita tukar dengan kebahagiaan lain. Dan itu jalur yang sudah saya pilih. Sungguh!
Hal menarik yang saya dapatkan ketika saya mencoba mendaftar 'sesuatu' yang telah menjadi impian saya sejak dulu di tahun ini, saya kembali menemukan diri saya yang hampir hilang. Ya, rasa percaya diri itu kembali! Seseorang di sana mengapresiasi apa yang telah saya kirim lewat email beberapa hari yang lalu. Ternyata apa yang saya takutkan selama ini salah bahwa saya tak punya apa-apa, saya tak seperti teman-teman saya yang memiliki karir bagus, rasa minder dan lain sebagainya. Ternyata saya layak untuk mencintai diri sendiri dan layak untuk bahagia!
Mungkin saya lupa bahwa diri kita ini sebenarnya memiliki kekuatan yang luar biasa, kemampuan yang berbeda dari yang lain, hanya saja kadang kita terlalu melihat diri orang lain tanpa melihat diri sendiri. Ya, saya jadi ingat materi leadership kapan tahun yang pernah saya ikuti, jangan lupa lakukan ini, tepuk bahu sendiri lalu katakan, "You are GREAT!"
Rabu, 10 Maret 2021
#10 Pendidikan Daerah Terpencil
Masalah pendidikan di Indonesia, terutama di daerah terpencil, masih menjadi momok bagi pemerataan pendidikan di Indonesia. Ada 3 aspek permasalahan mendasar, yaitu masalah sumber daya manusia, masalah akses sarana prasarana, dan masalah lingkungan masyarakat. Ketiga permasalahan tersebut bisa diatasi dengan kerjasama berbagai pihak, baik individu, komunitas, dan juga pemerintah.
Pertama, masalah sumber daya manusia terutama para guru di daerah terpencil memiliki kapasitas yang terbatas. Hal ini dikarenakan kurangnya kesempatan para guru untuk mengikuti training dan pengembangan diri. Di kenyataannya, para guru yang mendapat kesempatan pelatihan pun kurang mendapatkan pembinaan sebagai upaya tindak lanjut maupun evaluasi penerapan hasil pelatihan tersebut. Alhasil, pelatihan kepada guru-guru hanya sampai kepada materi saja, belum sampai ke evaluasi implementasi di lapangan. Padahal, jika kita tengok kembali, pelatihan terhadap guru-guru tersebut seharusnya tepat sasaran dan berguna untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di kelas sehingga secara tidak langsung, pelatihan memiliki dampak positif kepada anak didik.
Kedua, masalah krusial pendidikan di daerah terpencil adalah tidak tercukupinya literatur atau media pembelajaran. Kurangnya buku-buku kontekstual di berbagai daerah pun masih menjadi faktor utama kurangnya literatur yang sesuai untuk daerah terpencil. Kadangkala adanya penyeragaman literatur maupun buku cetak seluruh Indonesia, padahal tidak memenuhi kesesuaian konteks masing-masing daerah. Seperti contohnya, daerah pulau terpencil diberi buku paket yang isinya membahas tentang kereta, ya tidak sesuai konteks, belum tentu anak-anak tahu bentuk dan seperti apa kereta api itu. Materi bahan ajar yang tidak disesuaikan konteks atau kehidupan sehari-hari, apa yang bisa dilihat, ditemukan, maupun yang dekat dengan anak-anak inilah yang akan mempersulit tersampaikannya materi dengan baik. Selain itu, media pembelajaran atau literatur yang tidak cocok dengan konteks kehidupan sekitar juga akan memberi jarak apa yang dipelajari di sekolah dengan apa yang dipelajari di sekitar.
Ketiga, dukungan orang tua terhadap kemajuan pendidikan anaknya kurang. Dalam kenyataannya di daerah terpencil, pendidikan formal masih belum mampu memenuhi tuntutan komunitas itu sendiri. Tak jarang jika anak-anak di daerah pedalaman lebih memilih bekerja membantu orang tua daripada sekolah dari pagi sampai sore setiap hari. Orang tua pun pada akhirnya memilih tidak menyekolahkan anak-anak mereka karena tanpa sekolah pun mereka bisa "bahagia" dengan cara mereka sendiri.
Dari ketiga permasalahan tersebut, pendidikan alternatif hadir untuk menjadi salah satu solusi pendidikan di daerah pedalaman. Apa itu pendidikan alternatif? Mari kita bahas di tulisan selanjutnya ya!
Selasa, 09 Maret 2021
#9 Semua Akan Hilang Pada Waktunya!
Senin, 08 Maret 2021
#8 Jika Gagal, Mari Kita Coba Lagi!
Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan info dari Kak Rosa ada sebuah yayasan yang mencari guru untuk anak-anak Papua. Sebenarnya ini cukup membuat saya senang bercampur takut. Saya senang karena ada kesempatan lagi untuk mencoba daftar menjadi guru di Papua, tapi sekaligus takut, takut kalau saya gagal lagi.
Tapi akhirnya saya memutuskan untuk mencobanya. Jika gagal pun setidaknya saya menjadi tahu kapasitas saya sebenarnya sejauh mana. Dan mari kita coba lagi. Ya, kalau lolos, berarti Tuhan memang sudah menakdirkan jalan saya seperti itu. Ikuti saja Tuhan punya jalan....
8 Maret 2021. Pagi itu saya ngebut buat application letter, beberapa hari yang lalu saya belum ada ide untuk menulis dan bingung mau menulis apa. Alhasil, pembuatan application letter saya tunda hingga waktu yang belum jelas kapan menyempatkan diri untuk menulis. Dan entah apa yang membuat saya bersemangat hari itu. Saya benar-benar fokuskan diri untuk mempersiapkannya. Saya butuh berjam-jam hanya untuk menulis application letter 1 halaman. Benar saja! Ini sungguhlah menguras raga dan pikiran. Benar sekali, seperti saat saya mau daftar beasiswa, ya walaupun akhirnya tak lolos, tapi bisa melewatinya itu adalah sebuah tantangan dan sekaligus keberhasilan: mengalahkan diri sendiri. Dan ini yang kadangkala kita lupakan.
Sering sekali kita berusaha mengupayakan segala macam untuk mendapatkan impian kita, tapi kadang kita lupa sebenarnya tujuan kita itu bukanlah benar-benar tujuan yang kita inginkan. Kadang pula kita kecewa karena hasilnya tidak sesuai harapan. Jadi, setelah merenung beberapa hari, saya kembali memantapkan hati dan kembali mempertanyakan tujuan saya untuk apa memilih Papua sebagai jalan berikutnya. Dan biarkan jalan Tuhan yang bertindak, kirim, berdoa, lalu lupakan sejenak. Bukankah itu yang saya selalu gunakan saat saya menulis untuk media maupun lomba? Kirim, lalu lupakan!
Saya bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung mimpi-mimpi saya. Salah satunya adalah Fitri, kawan yang telah berbagi pengalaman dengan saya selama 10 tahun terakhir. Ya, Fitri mendukung impian saya menjadi guru di pedalaman Papua. Bahkan dia juga membantu mengecek application letter saya. Entah mengapa ketika saya berdiskusi dengannya, selalu saja banyak hal yang bisa kami dapatkan. Ada saja ilmu yang bisa dipelajari dalam hidup masing-masing. Benar saja, di saat kita bermain di dekat penjual minyak wangi, kita akan mendapat wanginya, ketika kita dekat-dekat dengan api, maka kita akan kena apinya. Ya, begitulah, ketika kita berteman dengan orang-orang yang berpikir positif, kita akan ikut berpikir positif, dan ketika kita berdekatan dengan orang-orang yang suka mengeluh, maka kita akan ikut mengeluh. Terima kasih Fitri sudah selalu menyemangati untuk impian kita masing-masing. Sehat-sehat selalu ya!
Dan jika memang berjodoh dengan tanah Papua, kita akan bertemu, Papua!
Minggu, 07 Maret 2021
#7 Manusia dan Identitasnya
Sabtu, 06 Maret 2021
#6 Hidup untuk Belajar
Jumat, 05 Maret 2021
#5 Ketika Anak Matematika Belajar Bahasa
Kamis, 04 Maret 2021
#4 "Ikut Semesta Pu Rencana Saja"
"Satu-satunya hal yang pasti yaitu "ketidakpastian" itu sendiri," kata Kak Rosa tempo hari saat kami saling bercerita. Salah satu hal yang sa pelajari dari Kak Rosa adalah caranya mengatasi ketidakpastian yang terjadi. "Ikut semesta pu rencana saja," tambahnya.
Setuju! Itu kata yang akan sa jawab untuk merespon pernyataan kak Rosa. Sa pernah mempertanyakan tentang apa level tertinggi sebagai manusia kepada Fitri, salah satu kawan yang sering sa ajak diskusi, apa saja didiskusikan dari yang remeh-temeh sampai yang berat dan pada akhirnya kami belajar "sesuatu". Apakah saat seseorang mencapai level tertinggi, ia akan lebih mudah menerima dan menjalani hidupnya? Yang jelas diskusi itu membuat kami saling cerita tentang pengalaman masing-masing.
Dari diskusi tempo hari bersama Fitri, sa belajar bahwa ketika seseorang mencapai level tertinggi, mereka akan berpikir lebih sederhana karena kadangkala pikiran yang terlalu menganggap sesuatu rumit itu yang membuat semuanya serba sulit. Kadangkala kita terlalu memikirkan hal-hal di luar kendali kita. Seperti misalnya terlalu memikirkan apa kata orang, memikirkan nanti berhasil atau tidak, atau memikirkan hal-hal yang tak mampu kita kontrol lainnya. Hal inilah yang kadang menjadi boomerang untuk kita. Kadang kita terkungkung pada pikiran sendiri dan melupakan makna dari apa yang kita jalani.
Sa pernah di titik "minder" dengan pekerjaan yang tengah sa jalani. Suatu hari sa mengikuti acara teman dan di sana teman-teman sa yang bisa dikatakan telah sukses di ibukota dan telah menjadi guru di sekolah internasional itu menjadi pemateri. Halaman pertama pada PPT nya jelas nama lengkap beserta nama sekolah ternama di jajaran ibukota. Sa yang bekerja bukan sebagai apa-apa ini pun terasa minder begitu saja melihatnya. Di tengah-tengah diskusi, sempat sa pergi ke dapur dengan alasan mau buat makan malam untuk mereka padahal kenyataannya sa tak ingin melihat mereka latihan presentasi pembukaan perkenalan diri. Jujur, saat itu sa sangat sedih. Salah dua teman sa ada yang ngeh tentang perubahan semangat sa saat itu. Mereka pun akhirnya mencoba mengerti apa yang sa rasakan saat itu. Dalam percakapan dengan salah satu dari mereka, sa mencoba meyakinkan diri sa bahwa pilihan sa untuk tidak terikat dengan lembaga apa pun itu adalah pilihan terbaik sa. Dan akhirnya sa kembali ke tujuan awal sa memilih jalan sa sendiri. Bukankah itu sudah sa pikirkan dari awal? Ya, tentu saja!
Intinya apa pun yang kita pilih, kita harus mantapkan mental dan harus bisa untuk kecewa. Ini menyambung dengan obrolan beberapa kali dengan kak Rosa. Setiap pilihan kita itu ada konsekuensi yang akan kita dapatkan. Kita sudah pilih dan harus kuat untuk kecewa dan mungkin kita tak bisa seperti teman-teman kita lainnya, yang bisa berkarir dan mencapai tujuan-tujuan mereka. Apa pun yang kita pilih, tetap fokus pada tujuan masing-masing. Ya benar saja, kita pilih jalan mana untuk bahagia menjalankannya.
Sering kali sa punya teman dengan karir yang bagus, ngajar di sekolah internasional, berkecukupan, dan semua bisa dibeli, tapi sering kali mengeluh, pengen pindahlah, capeklah, kerjaan yang banyaklah. Tetapi juga ada teman sa yang mengabdikan diri di daerah yang jauh dari kota, susah sinyal, dan mungkin akses untuk sampai sana tak bisa diprediksi, tapi dia bahagia, dia memaknai hidupnya dengan cara sederhana. Ada hal yang menarik di sini, sebenarnya apa itu bahagia? Apakah kebahagiaan selalu diukur dengan materi? Sa rasa terlalu cethek jika kita mengukur kebahagiaan seseorang dari hanya melihat materi yang dia punya.
Tingkat kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda tergantung kita memaknai kebahagiaan itu sendiri. Secara manusiawi, kadangkala kita punya rasa selalu kurang. Ketika mencapai satu level kepuasan, secara tak langsung level itu akan meningkat. Nah, kadang kita lupa dan kalah oleh rasa selalu kurang puas. Apa yang membuat itu terjadi? Ya karena kita kurang pandai bersyukur. Sa pun masih belajar untuk selalu bersyukur tentang apa yang sa dapatkan dan yang sa capai.
Ya, saat ini sa sedang belajar untuk memaknai setiap hal yang sa lakukan. Terlebih berbahagia di jalur sa sendiri. Terencana tapi tetap fleksibel untuk menghadapi ketidakpastian yang akan datang. Jalani saja dulu, biar saja semesta yang bertindak! Terima kasih inspirasinya Fitri dan Kak Rosa Dahlia!
Rabu, 03 Maret 2021
#3 Pertemuan di Saat yang Tepat
Ada satu impianku terwujud di tahun 2021 ini setelah aku pindah ke Jogja. Apa itu? Yup, punya kucing di kosan. hehehe Sesederhana itu. Awalnya, aku mencari kos yang memang boleh piara hewan seperti kucing. Beberapa tempat menyatakan tidak boleh membawa hewan. Lalulah ketemu dengan satu tempat yang aku suka karena kasurnya gede. Lalu iseng kutanya apakah boleh piara kucing kepada pemiliknya. Lantas, pemilik mengatakan boleh. :) Langsunglah aku DP kosan itu. Hahaha. Ya kan untuk apa aku pindah kalau hanya untuk pindah tidur saja? Harus ada hal baru yang bisa kudapatkan di lingkungan baru. Hehe
Sebenarnya sudah sejak dulu kos di Jakarta aku ingin memelihara kucing, tapi selalu tak ada kesempatan baik. Hanya 2 kali kucing liar yang masuk ke kosan, kuanggap dia kucingku. Hahaha. Kalau masuk kosanku ya kukasih makan dia. Bahkan mereka suka menunggu di depan kamar, menunggu sampai selarut apa pun aku pulang kerja. Ahh, I miss you, Ana dan Belang! Ana meninggaltertubruk motor yang tubuhnya baru kutemukan sehari setelah dia tak ada kabar ke kos. Itu pun saat ulang tahunku, dia pergi. Sedih? Sedih sekali! Ana pergi masih mau menyapaku saat ulang tahunku. Padahal sehari sebelumnya, aku mencarinya karena seharian tak ada kabar. Kutanya Mbak Was, salah satu tetangga kamar kos yang juga penyuka kucing, tapi Mbak Was tak tahu kabar Ana. Yah, begitu ya hidup dan mati kita tak pernah tahu kapan akan tiba.
Lalu, kedua Belang, kucing Betina yang punya anak banyak. Belum juga kusteril, dia sudah hamil lagi. Belang memiliki warna belang tiga di tubuhnya. Awal bertemu dengannya di parkiran kos, lalu kupanggil dan kukasih makan. Ehh, tiap hari dia datang. Sayangnya, Belang sepertinya punya trauma tersendiri sama ganggang sapu atau sesuatu yang berbentuk seperti sapu dan dia tak mau dipegang. Sepertinya pernah ada yang tega memukulnya sampai-sampai dia takut dengan orang. Terakhir kutinggal ke Jogja, Belang habis melahirkan banyak anak dan anaknya disembunyikan di kamar paling ujung dekat balkon, lalu dipindahkan lagi entah kemana. Semoga baik-baik saja dia dan anak-anaknya.
Anak Belang yang pertama selamat hanya 1 dari 4 bersaudara, Kunamai Belung namanya. Pernah suatu hari, Belung meang-meong di parkiran, lalu kupungutlah dia. Ceritanya deramakkk sekali ini, kapan-kapan aku ceritakan. Singkat cerita Belung akhirnya kukembalikan ke Belang dan hidup sampai sekarang. Akhirnya Belung dipelihara oleh Mbak Dina, tetangga kosan yang suka kucing. Dan sekarang Belung badannya gemuk lalu berganti nama menjadi Milo. :)
21 Februari 2021
Pagi itu salah satu kawan, Fitri namanya, mengirimkan foto Moki, kucing kesayangannya lewat WA. Aku pun berkomentar kalau kucingnya lucu dan aku ingin memiliki kucing. Lantas aku bilang berharap ada kucing nyarang di halaman n cowo. Baru juga selesai mengetikkan itu, tiba-tiba ibu-ibu penginap malam ini mengabarkan padaku, "Dek, kok ada kucing masuk? Memang suka ada kucing masuk ya?" Aku yang awalnya rebahan, langsung bangkit, benar saja kulihat kucing putih dengan corak hitam di beberapa bagian tubuhnya. Kuajak dia keluar, sangat jinak, kuberi dia makan dan akhirnya kami bermain bersama. Ada luka di telinganya, aku ingin merawatnya, tapi sepertinya kucing tetangga. Ya sudah, Fitri bilang kalau dia main ya biarkan saja dan kasih makan, kalau dia gak main ya sudah jangan dicari.
Lalulah, aku pagi itu puas-puasin main sama kucing itu. Oh iya, kukasih nama dia Nyanko. Menjelang siang, Nyanko masih main di halaman bersamaku. Tetiba mas kos menghampiri kami, "Kucing dari mana Mbak?" "Nggak tahu Mas, tiba-tiba datang. Mungkin kucing tetangga," jawabku. "Manut ya!" tambahnya. "Mas, boleh aku pelihara gak?" mintaku sambil memelas. "Boleh..." balasnya. Kata hatiku teriak "Yesss!!!" Baik! Punya kucing, tapi hati masih setengah-setengah karena gak tahu itu kucing siapa. Nanti kalau dicari yang punya kan kasihan nyariin.
Tapi rencananya aku mau bawa dia ke dokter siang itu. Beberapa petshop sudah kutelpon untuk jadwal pemeriksaan dan vaksin. Siang itu pula aku lanjut ke toko perabot dekat kosan, mau beli carrier box. Entah kenapa setelah beli box-nya aku lanjut pergi ke Alfamart yang cukup jauh 2 km dari kos, maklum tinggalku sekarang di perkampungan ee. Jadi Alfamart jauh. Pulang dari Alfamart, aku mampir beli bensin di warung sayur deket kos. Pas mau bayar, aku lihat ada kucing hitam kecil main-main di pinggir jalan. Aku coba suruh menjauh dari jalan dan Mas warung pun mengambilnya. Keisenganku muncul tiba-tiba bertanya, "Kucing siapa Mas?" "Mbaknya mau?" tanya Mas warung. "Ehh, emang boleh? Tapi kucingnya jantan apa betina?" "Yang ini jantan. Mau? Kucing saya banyak sampai kemarin-kemarin saya tawar-tawarkan ke orang," jelasnya. Lansung saja kujawab, "Mau!!!" Yak akhirnya kucing hitam kecil itu kubawa dan kutaruh di box yang tadi kubeli. Pulang-pulang bawa anak kucing.
Yey! Punya teman baru. Nyanko punya teman baru, kunamai kucing hitam itu Kuro-chan. Siang itu pertemuan kami bertiga, aku, Nyanko, dan Kuro. Masih masa-masa pengenalan. Nyanko dan Kuro pun mulai akrab main di halaman, ngejar daun kering atau semut hitam di halaman. Kocak sekali!
Dan mulai saat itu, impianku memelihara kucing pun terwujud! Kuro-chan!!! Lalu, bagaimana dengan Nyanko? Dia sepertinya pulang ke rumahnya. Kadang sesekali main minta makan, lalu pergi lagi. Terakhir kali ketemu Nyanko ternyata benar dia milik salah satu anak tetangga dan ternyata nama asli Nyanko itu adalah Bin. kebetulan si empunya sedang main di rumah depan bareng teman-temannya, anak-anak daerah kosku. Lalulah kami kenalan dan ternyata salah satu anak itu si pemilik Bin.
Ya, begitulah kiranya cerita kali ini. Mari kita coret satu mimpi dari daftar impian! PUNYA KUCING! Terima kasih Tuhan sudah memberi kawan baik seperti Nyanko (Bin) dan Kuro-chan. :))) Kadangkala pertemuan tak terduga selalu datang di saat yang tepat. :)))