Sabtu, 13 Maret 2021
#12 Belajar dari Sebuah Pertemuan
Kamis, 11 Maret 2021
#11 Katakan, "You are GREAT!"
Beberapa hari yang lalu saya sempat menulis tentang perasaan sedih karena merasa tidak sekeren teman-teman yang lainnya. Kekecewaan terhadap diri sendiri karena bekerja bukan di kantor atau di sekolah internasional seperti kawan-kawan lain yang meniti karir. Kesedihan yang seharusnya saya tak perlu pedulikan karena telah memilih jalan sendiri dan memutuskan melewatkan kesempatan berkarir di gedung megah untuk memilih kehidupan yang beratap langit. Ya, seharusnya! Tapi kadang pikiran-pikiran dan keegoisan itu muncul dan menekan kata hati yang mungkin tak bisa dibohongi. Ah, apa yang saya cari hingga sampai titik ini? Mengapa membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain?
Ya, kadang kita selalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Membandingkan kebahagiaan orang lain terhadap kebahagiaan diri sendiri! Sungguhlah kejam diri kita ini. Bahkan melewatkan memuji diri sendiri dan selalu mencaci bahwa diri ini tak layak untuk bahagia. Kadang kita kurang berterima kasih pada diri sendiri setelah berjuang selama ini. Ya, orang bilang itu "insecure", kegelisahan pada diri sendiri terhadap orang lain. Kejam ya!
Nah, tahun ini saya mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri. Mendata semua hal yang pernah saya lakukan dalam bentuk CV. Sebenarnya sudah dari tahun lalu saya memperbaharui CV saya. Itu pun setelah beberapa tahun saya menyandang tak punya CV karena tak punya kantor. Apa itu melamar kerja? Saya sudah lupa. Cerita yang paling saya ingat saat tahun 2014, saya mengirimkan CV saya yang ala kadarnya untuk mendaftar di beberapa lembaga pengajaran. Tapi tak ada satu pun yang nyangkut. Ohhh, saya ingat ada satu lembaga yang nyangkut ding, tapi dari sisi fee tidak sesuai harapan. Lalu, akhirnya saya bekerja di sebuah tempat bimbel selama 2 tahun. Usai dari sana, saya pun memutuskan untuk tidak terikat dengan lembaga mana pun. Kalaupun ada, ya nggak 'ngoyo' banget.
Berbicara soal CV, ketika saya susun daftarnya kembali, ternyata banyak juga hal-hal yang sudah pernah saya lakukan. Bahkan dengan beberapa pengalaman tersebut tanpa saya sadari memberi kesempatan lebih banyak kepada saya daripada saya menjalani rutinitas bekerja kantoran. Ya, walaupun pada akhirnya saya mengorbankan jenjang karir saya seperti ketika saya menetap menjadi orang kantoran. Ada jalan lain yang saya ambil dan putuskan untuk perjalanan hidup saya. Ada kebahagiaan yang kita tukar dengan kebahagiaan lain. Dan itu jalur yang sudah saya pilih. Sungguh!
Hal menarik yang saya dapatkan ketika saya mencoba mendaftar 'sesuatu' yang telah menjadi impian saya sejak dulu di tahun ini, saya kembali menemukan diri saya yang hampir hilang. Ya, rasa percaya diri itu kembali! Seseorang di sana mengapresiasi apa yang telah saya kirim lewat email beberapa hari yang lalu. Ternyata apa yang saya takutkan selama ini salah bahwa saya tak punya apa-apa, saya tak seperti teman-teman saya yang memiliki karir bagus, rasa minder dan lain sebagainya. Ternyata saya layak untuk mencintai diri sendiri dan layak untuk bahagia!
Mungkin saya lupa bahwa diri kita ini sebenarnya memiliki kekuatan yang luar biasa, kemampuan yang berbeda dari yang lain, hanya saja kadang kita terlalu melihat diri orang lain tanpa melihat diri sendiri. Ya, saya jadi ingat materi leadership kapan tahun yang pernah saya ikuti, jangan lupa lakukan ini, tepuk bahu sendiri lalu katakan, "You are GREAT!"
Rabu, 10 Maret 2021
#10 Pendidikan Daerah Terpencil
Masalah pendidikan di Indonesia, terutama di daerah terpencil, masih menjadi momok bagi pemerataan pendidikan di Indonesia. Ada 3 aspek permasalahan mendasar, yaitu masalah sumber daya manusia, masalah akses sarana prasarana, dan masalah lingkungan masyarakat. Ketiga permasalahan tersebut bisa diatasi dengan kerjasama berbagai pihak, baik individu, komunitas, dan juga pemerintah.
Pertama, masalah sumber daya manusia terutama para guru di daerah terpencil memiliki kapasitas yang terbatas. Hal ini dikarenakan kurangnya kesempatan para guru untuk mengikuti training dan pengembangan diri. Di kenyataannya, para guru yang mendapat kesempatan pelatihan pun kurang mendapatkan pembinaan sebagai upaya tindak lanjut maupun evaluasi penerapan hasil pelatihan tersebut. Alhasil, pelatihan kepada guru-guru hanya sampai kepada materi saja, belum sampai ke evaluasi implementasi di lapangan. Padahal, jika kita tengok kembali, pelatihan terhadap guru-guru tersebut seharusnya tepat sasaran dan berguna untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di kelas sehingga secara tidak langsung, pelatihan memiliki dampak positif kepada anak didik.
Kedua, masalah krusial pendidikan di daerah terpencil adalah tidak tercukupinya literatur atau media pembelajaran. Kurangnya buku-buku kontekstual di berbagai daerah pun masih menjadi faktor utama kurangnya literatur yang sesuai untuk daerah terpencil. Kadangkala adanya penyeragaman literatur maupun buku cetak seluruh Indonesia, padahal tidak memenuhi kesesuaian konteks masing-masing daerah. Seperti contohnya, daerah pulau terpencil diberi buku paket yang isinya membahas tentang kereta, ya tidak sesuai konteks, belum tentu anak-anak tahu bentuk dan seperti apa kereta api itu. Materi bahan ajar yang tidak disesuaikan konteks atau kehidupan sehari-hari, apa yang bisa dilihat, ditemukan, maupun yang dekat dengan anak-anak inilah yang akan mempersulit tersampaikannya materi dengan baik. Selain itu, media pembelajaran atau literatur yang tidak cocok dengan konteks kehidupan sekitar juga akan memberi jarak apa yang dipelajari di sekolah dengan apa yang dipelajari di sekitar.
Ketiga, dukungan orang tua terhadap kemajuan pendidikan anaknya kurang. Dalam kenyataannya di daerah terpencil, pendidikan formal masih belum mampu memenuhi tuntutan komunitas itu sendiri. Tak jarang jika anak-anak di daerah pedalaman lebih memilih bekerja membantu orang tua daripada sekolah dari pagi sampai sore setiap hari. Orang tua pun pada akhirnya memilih tidak menyekolahkan anak-anak mereka karena tanpa sekolah pun mereka bisa "bahagia" dengan cara mereka sendiri.
Dari ketiga permasalahan tersebut, pendidikan alternatif hadir untuk menjadi salah satu solusi pendidikan di daerah pedalaman. Apa itu pendidikan alternatif? Mari kita bahas di tulisan selanjutnya ya!
Selasa, 09 Maret 2021
#9 Semua Akan Hilang Pada Waktunya!
Senin, 08 Maret 2021
#8 Jika Gagal, Mari Kita Coba Lagi!
Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan info dari Kak Rosa ada sebuah yayasan yang mencari guru untuk anak-anak Papua. Sebenarnya ini cukup membuat saya senang bercampur takut. Saya senang karena ada kesempatan lagi untuk mencoba daftar menjadi guru di Papua, tapi sekaligus takut, takut kalau saya gagal lagi.
Tapi akhirnya saya memutuskan untuk mencobanya. Jika gagal pun setidaknya saya menjadi tahu kapasitas saya sebenarnya sejauh mana. Dan mari kita coba lagi. Ya, kalau lolos, berarti Tuhan memang sudah menakdirkan jalan saya seperti itu. Ikuti saja Tuhan punya jalan....
8 Maret 2021. Pagi itu saya ngebut buat application letter, beberapa hari yang lalu saya belum ada ide untuk menulis dan bingung mau menulis apa. Alhasil, pembuatan application letter saya tunda hingga waktu yang belum jelas kapan menyempatkan diri untuk menulis. Dan entah apa yang membuat saya bersemangat hari itu. Saya benar-benar fokuskan diri untuk mempersiapkannya. Saya butuh berjam-jam hanya untuk menulis application letter 1 halaman. Benar saja! Ini sungguhlah menguras raga dan pikiran. Benar sekali, seperti saat saya mau daftar beasiswa, ya walaupun akhirnya tak lolos, tapi bisa melewatinya itu adalah sebuah tantangan dan sekaligus keberhasilan: mengalahkan diri sendiri. Dan ini yang kadangkala kita lupakan.
Sering sekali kita berusaha mengupayakan segala macam untuk mendapatkan impian kita, tapi kadang kita lupa sebenarnya tujuan kita itu bukanlah benar-benar tujuan yang kita inginkan. Kadang pula kita kecewa karena hasilnya tidak sesuai harapan. Jadi, setelah merenung beberapa hari, saya kembali memantapkan hati dan kembali mempertanyakan tujuan saya untuk apa memilih Papua sebagai jalan berikutnya. Dan biarkan jalan Tuhan yang bertindak, kirim, berdoa, lalu lupakan sejenak. Bukankah itu yang saya selalu gunakan saat saya menulis untuk media maupun lomba? Kirim, lalu lupakan!
Saya bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung mimpi-mimpi saya. Salah satunya adalah Fitri, kawan yang telah berbagi pengalaman dengan saya selama 10 tahun terakhir. Ya, Fitri mendukung impian saya menjadi guru di pedalaman Papua. Bahkan dia juga membantu mengecek application letter saya. Entah mengapa ketika saya berdiskusi dengannya, selalu saja banyak hal yang bisa kami dapatkan. Ada saja ilmu yang bisa dipelajari dalam hidup masing-masing. Benar saja, di saat kita bermain di dekat penjual minyak wangi, kita akan mendapat wanginya, ketika kita dekat-dekat dengan api, maka kita akan kena apinya. Ya, begitulah, ketika kita berteman dengan orang-orang yang berpikir positif, kita akan ikut berpikir positif, dan ketika kita berdekatan dengan orang-orang yang suka mengeluh, maka kita akan ikut mengeluh. Terima kasih Fitri sudah selalu menyemangati untuk impian kita masing-masing. Sehat-sehat selalu ya!
Dan jika memang berjodoh dengan tanah Papua, kita akan bertemu, Papua!
Minggu, 07 Maret 2021
#7 Manusia dan Identitasnya
Sabtu, 06 Maret 2021
#6 Hidup untuk Belajar
Jumat, 05 Maret 2021
#5 Ketika Anak Matematika Belajar Bahasa
Kamis, 04 Maret 2021
#4 "Ikut Semesta Pu Rencana Saja"
"Satu-satunya hal yang pasti yaitu "ketidakpastian" itu sendiri," kata Kak Rosa tempo hari saat kami saling bercerita. Salah satu hal yang sa pelajari dari Kak Rosa adalah caranya mengatasi ketidakpastian yang terjadi. "Ikut semesta pu rencana saja," tambahnya.
Setuju! Itu kata yang akan sa jawab untuk merespon pernyataan kak Rosa. Sa pernah mempertanyakan tentang apa level tertinggi sebagai manusia kepada Fitri, salah satu kawan yang sering sa ajak diskusi, apa saja didiskusikan dari yang remeh-temeh sampai yang berat dan pada akhirnya kami belajar "sesuatu". Apakah saat seseorang mencapai level tertinggi, ia akan lebih mudah menerima dan menjalani hidupnya? Yang jelas diskusi itu membuat kami saling cerita tentang pengalaman masing-masing.
Dari diskusi tempo hari bersama Fitri, sa belajar bahwa ketika seseorang mencapai level tertinggi, mereka akan berpikir lebih sederhana karena kadangkala pikiran yang terlalu menganggap sesuatu rumit itu yang membuat semuanya serba sulit. Kadangkala kita terlalu memikirkan hal-hal di luar kendali kita. Seperti misalnya terlalu memikirkan apa kata orang, memikirkan nanti berhasil atau tidak, atau memikirkan hal-hal yang tak mampu kita kontrol lainnya. Hal inilah yang kadang menjadi boomerang untuk kita. Kadang kita terkungkung pada pikiran sendiri dan melupakan makna dari apa yang kita jalani.
Sa pernah di titik "minder" dengan pekerjaan yang tengah sa jalani. Suatu hari sa mengikuti acara teman dan di sana teman-teman sa yang bisa dikatakan telah sukses di ibukota dan telah menjadi guru di sekolah internasional itu menjadi pemateri. Halaman pertama pada PPT nya jelas nama lengkap beserta nama sekolah ternama di jajaran ibukota. Sa yang bekerja bukan sebagai apa-apa ini pun terasa minder begitu saja melihatnya. Di tengah-tengah diskusi, sempat sa pergi ke dapur dengan alasan mau buat makan malam untuk mereka padahal kenyataannya sa tak ingin melihat mereka latihan presentasi pembukaan perkenalan diri. Jujur, saat itu sa sangat sedih. Salah dua teman sa ada yang ngeh tentang perubahan semangat sa saat itu. Mereka pun akhirnya mencoba mengerti apa yang sa rasakan saat itu. Dalam percakapan dengan salah satu dari mereka, sa mencoba meyakinkan diri sa bahwa pilihan sa untuk tidak terikat dengan lembaga apa pun itu adalah pilihan terbaik sa. Dan akhirnya sa kembali ke tujuan awal sa memilih jalan sa sendiri. Bukankah itu sudah sa pikirkan dari awal? Ya, tentu saja!
Intinya apa pun yang kita pilih, kita harus mantapkan mental dan harus bisa untuk kecewa. Ini menyambung dengan obrolan beberapa kali dengan kak Rosa. Setiap pilihan kita itu ada konsekuensi yang akan kita dapatkan. Kita sudah pilih dan harus kuat untuk kecewa dan mungkin kita tak bisa seperti teman-teman kita lainnya, yang bisa berkarir dan mencapai tujuan-tujuan mereka. Apa pun yang kita pilih, tetap fokus pada tujuan masing-masing. Ya benar saja, kita pilih jalan mana untuk bahagia menjalankannya.
Sering kali sa punya teman dengan karir yang bagus, ngajar di sekolah internasional, berkecukupan, dan semua bisa dibeli, tapi sering kali mengeluh, pengen pindahlah, capeklah, kerjaan yang banyaklah. Tetapi juga ada teman sa yang mengabdikan diri di daerah yang jauh dari kota, susah sinyal, dan mungkin akses untuk sampai sana tak bisa diprediksi, tapi dia bahagia, dia memaknai hidupnya dengan cara sederhana. Ada hal yang menarik di sini, sebenarnya apa itu bahagia? Apakah kebahagiaan selalu diukur dengan materi? Sa rasa terlalu cethek jika kita mengukur kebahagiaan seseorang dari hanya melihat materi yang dia punya.
Tingkat kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda tergantung kita memaknai kebahagiaan itu sendiri. Secara manusiawi, kadangkala kita punya rasa selalu kurang. Ketika mencapai satu level kepuasan, secara tak langsung level itu akan meningkat. Nah, kadang kita lupa dan kalah oleh rasa selalu kurang puas. Apa yang membuat itu terjadi? Ya karena kita kurang pandai bersyukur. Sa pun masih belajar untuk selalu bersyukur tentang apa yang sa dapatkan dan yang sa capai.
Ya, saat ini sa sedang belajar untuk memaknai setiap hal yang sa lakukan. Terlebih berbahagia di jalur sa sendiri. Terencana tapi tetap fleksibel untuk menghadapi ketidakpastian yang akan datang. Jalani saja dulu, biar saja semesta yang bertindak! Terima kasih inspirasinya Fitri dan Kak Rosa Dahlia!
Rabu, 03 Maret 2021
#3 Pertemuan di Saat yang Tepat
Ada satu impianku terwujud di tahun 2021 ini setelah aku pindah ke Jogja. Apa itu? Yup, punya kucing di kosan. hehehe Sesederhana itu. Awalnya, aku mencari kos yang memang boleh piara hewan seperti kucing. Beberapa tempat menyatakan tidak boleh membawa hewan. Lalulah ketemu dengan satu tempat yang aku suka karena kasurnya gede. Lalu iseng kutanya apakah boleh piara kucing kepada pemiliknya. Lantas, pemilik mengatakan boleh. :) Langsunglah aku DP kosan itu. Hahaha. Ya kan untuk apa aku pindah kalau hanya untuk pindah tidur saja? Harus ada hal baru yang bisa kudapatkan di lingkungan baru. Hehe
Sebenarnya sudah sejak dulu kos di Jakarta aku ingin memelihara kucing, tapi selalu tak ada kesempatan baik. Hanya 2 kali kucing liar yang masuk ke kosan, kuanggap dia kucingku. Hahaha. Kalau masuk kosanku ya kukasih makan dia. Bahkan mereka suka menunggu di depan kamar, menunggu sampai selarut apa pun aku pulang kerja. Ahh, I miss you, Ana dan Belang! Ana meninggaltertubruk motor yang tubuhnya baru kutemukan sehari setelah dia tak ada kabar ke kos. Itu pun saat ulang tahunku, dia pergi. Sedih? Sedih sekali! Ana pergi masih mau menyapaku saat ulang tahunku. Padahal sehari sebelumnya, aku mencarinya karena seharian tak ada kabar. Kutanya Mbak Was, salah satu tetangga kamar kos yang juga penyuka kucing, tapi Mbak Was tak tahu kabar Ana. Yah, begitu ya hidup dan mati kita tak pernah tahu kapan akan tiba.
Lalu, kedua Belang, kucing Betina yang punya anak banyak. Belum juga kusteril, dia sudah hamil lagi. Belang memiliki warna belang tiga di tubuhnya. Awal bertemu dengannya di parkiran kos, lalu kupanggil dan kukasih makan. Ehh, tiap hari dia datang. Sayangnya, Belang sepertinya punya trauma tersendiri sama ganggang sapu atau sesuatu yang berbentuk seperti sapu dan dia tak mau dipegang. Sepertinya pernah ada yang tega memukulnya sampai-sampai dia takut dengan orang. Terakhir kutinggal ke Jogja, Belang habis melahirkan banyak anak dan anaknya disembunyikan di kamar paling ujung dekat balkon, lalu dipindahkan lagi entah kemana. Semoga baik-baik saja dia dan anak-anaknya.
Anak Belang yang pertama selamat hanya 1 dari 4 bersaudara, Kunamai Belung namanya. Pernah suatu hari, Belung meang-meong di parkiran, lalu kupungutlah dia. Ceritanya deramakkk sekali ini, kapan-kapan aku ceritakan. Singkat cerita Belung akhirnya kukembalikan ke Belang dan hidup sampai sekarang. Akhirnya Belung dipelihara oleh Mbak Dina, tetangga kosan yang suka kucing. Dan sekarang Belung badannya gemuk lalu berganti nama menjadi Milo. :)
21 Februari 2021
Pagi itu salah satu kawan, Fitri namanya, mengirimkan foto Moki, kucing kesayangannya lewat WA. Aku pun berkomentar kalau kucingnya lucu dan aku ingin memiliki kucing. Lantas aku bilang berharap ada kucing nyarang di halaman n cowo. Baru juga selesai mengetikkan itu, tiba-tiba ibu-ibu penginap malam ini mengabarkan padaku, "Dek, kok ada kucing masuk? Memang suka ada kucing masuk ya?" Aku yang awalnya rebahan, langsung bangkit, benar saja kulihat kucing putih dengan corak hitam di beberapa bagian tubuhnya. Kuajak dia keluar, sangat jinak, kuberi dia makan dan akhirnya kami bermain bersama. Ada luka di telinganya, aku ingin merawatnya, tapi sepertinya kucing tetangga. Ya sudah, Fitri bilang kalau dia main ya biarkan saja dan kasih makan, kalau dia gak main ya sudah jangan dicari.
Lalulah, aku pagi itu puas-puasin main sama kucing itu. Oh iya, kukasih nama dia Nyanko. Menjelang siang, Nyanko masih main di halaman bersamaku. Tetiba mas kos menghampiri kami, "Kucing dari mana Mbak?" "Nggak tahu Mas, tiba-tiba datang. Mungkin kucing tetangga," jawabku. "Manut ya!" tambahnya. "Mas, boleh aku pelihara gak?" mintaku sambil memelas. "Boleh..." balasnya. Kata hatiku teriak "Yesss!!!" Baik! Punya kucing, tapi hati masih setengah-setengah karena gak tahu itu kucing siapa. Nanti kalau dicari yang punya kan kasihan nyariin.
Tapi rencananya aku mau bawa dia ke dokter siang itu. Beberapa petshop sudah kutelpon untuk jadwal pemeriksaan dan vaksin. Siang itu pula aku lanjut ke toko perabot dekat kosan, mau beli carrier box. Entah kenapa setelah beli box-nya aku lanjut pergi ke Alfamart yang cukup jauh 2 km dari kos, maklum tinggalku sekarang di perkampungan ee. Jadi Alfamart jauh. Pulang dari Alfamart, aku mampir beli bensin di warung sayur deket kos. Pas mau bayar, aku lihat ada kucing hitam kecil main-main di pinggir jalan. Aku coba suruh menjauh dari jalan dan Mas warung pun mengambilnya. Keisenganku muncul tiba-tiba bertanya, "Kucing siapa Mas?" "Mbaknya mau?" tanya Mas warung. "Ehh, emang boleh? Tapi kucingnya jantan apa betina?" "Yang ini jantan. Mau? Kucing saya banyak sampai kemarin-kemarin saya tawar-tawarkan ke orang," jelasnya. Lansung saja kujawab, "Mau!!!" Yak akhirnya kucing hitam kecil itu kubawa dan kutaruh di box yang tadi kubeli. Pulang-pulang bawa anak kucing.
Yey! Punya teman baru. Nyanko punya teman baru, kunamai kucing hitam itu Kuro-chan. Siang itu pertemuan kami bertiga, aku, Nyanko, dan Kuro. Masih masa-masa pengenalan. Nyanko dan Kuro pun mulai akrab main di halaman, ngejar daun kering atau semut hitam di halaman. Kocak sekali!
Dan mulai saat itu, impianku memelihara kucing pun terwujud! Kuro-chan!!! Lalu, bagaimana dengan Nyanko? Dia sepertinya pulang ke rumahnya. Kadang sesekali main minta makan, lalu pergi lagi. Terakhir kali ketemu Nyanko ternyata benar dia milik salah satu anak tetangga dan ternyata nama asli Nyanko itu adalah Bin. kebetulan si empunya sedang main di rumah depan bareng teman-temannya, anak-anak daerah kosku. Lalulah kami kenalan dan ternyata salah satu anak itu si pemilik Bin.
Ya, begitulah kiranya cerita kali ini. Mari kita coret satu mimpi dari daftar impian! PUNYA KUCING! Terima kasih Tuhan sudah memberi kawan baik seperti Nyanko (Bin) dan Kuro-chan. :))) Kadangkala pertemuan tak terduga selalu datang di saat yang tepat. :)))
Selasa, 02 Maret 2021
#2 Inspirasi dari Timur
Senin, 01 Maret 2021
#1 Jogja, Aku Kembali!
Jumat, 01 Januari 2021
Kilas Balik 10 Tahun di Jakarta
Hari ini adalah hari terakhir aku di Jakarta sebelum kepindahanku ke kota baru. Tepatnya 10 tahun lebih 100an hari aku berada di sini. Kota dengan beragam kenangan yang kusebut hidup baru. Kota ini juga mengajarkan banyak hal tentang hidup, tentang perubahan jalur kehidupanku dan keluargaku, jalur yang kusebut pembaharuan.
Kesempatan untuk ke Jakarta adalah kesempatan terbaikku untuk mengubah jalan hidupku. Ketika aku diterima di salah satu kampus di Jakarta, secara tak langsung, pola pikir keluargaku pun juga memiliki pencerahan. Jika mungkin orang tuaku dulu berpikir untuk apa anak perempuan berpendidikan tinggi, tapi usai aku mendapatkan mimpiku untuk bisa kuliah, pemikiran kolot itu pun sedikit demi sedikit luntur.
Bahkan, bapakku menjadi sangat mendukung anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dan tak hanya itu, perubahan pandangan terhadap pendidikan juga mengubah keadaan sosial dan ekonomi keluargaku. Dan aku sangat yakin, pendidikan mampu memberi perubahan kehidupan untuk kita.
Aku juga belajar banyak hal. Dulu aku adalah anak yang sangat pendiam, pemalu, dan sangat penakut untuk bertemu orang baru. Dan bahkan di kampus aku butuh waktu 2 tahun untuk menemukan diriku yang sebenarnya. Butuh waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan kota yang jauh berbeda dengan kehidupan desa.
Ya benar, di kampus itu pula, aku menemukan keluarga baru, kawan baru, pengalaman baru, dan kesempatan hidup yang baru. Keluarga yang mungkin memang benar, kami dipertemukan karena hidup kami sangatlah mirip. Jika ditarik benang merahnya, kami memiliki satu hal yang membuat kami terikat satu sama lainnya walaupun background kami berbeda-beda kota kelahiran.
Kadang aku berpikir, ketika aku bercerita dengan kawan-kawan sekampusku, kami pasti akan berkesimpulan bahwa karakter yang dibangun oleh kampus itu sama mulai dari seleksi penerimaan hingga kelulusan. Kami berbeda-beda tapi kami memiliki satu kesamaan: nasib.
Ya, bahkan mungkin karakter kepedulian sosialku yang meninggi itu karena di kampus selalu dibangun rasa empati dan beberapa value yang telah menyatu pada diriku saat ini. Belajar di kampus ini juga menjadi jembatan aku mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus.
Seperti kegiatan di dunia seni peran, teater yang bahkan menjadi keluargaku di Jakarta. Kawan baru dari kampus-kampus lain yang entah mengapa ada ikatan tersendiri. Di kegiatan inilah yang mengajarkan pula padaku untuk menemukan diri yang hilang. Jika dulu aku terkenal pemalu dan pendiam, usai kuterjun langsung di dunia teater, akhirnya kutemukan diri yang baru. Diri yang bisa dikatakan selalu ceria dan mungkin ketika kau menemukanku di saat ini kau tak akan menyangka bahwa aku pernah menjadi seseorang yang 180 derajat berbeda dari yang kau temui sekarang.
Ya, itu karena aku belajar memperbaiki diri di kesempatanku di Jakarta ini. Lalu, aku juga bisa ikut berbagi di beberapa kegiatan volunteer, dari kota satu ke kota lain, dari negara satu ke negara lainnya, semua kesempatan itu kudapatkan di Jakarta. Yang bahkan, beberapa di antaranya, orang yang baru kutemui di perjalanan ternyata menjadi seperti keluarga sendiri. Keluarga yang menjadi tempat berbagi di jakarta ini. Dan satu per satu mimpi-mimpiku tercapai.
Ya, walaupun pada akhirnya tahun 2020 ini mungkin bukanlah tahun terakhirku di jakarta karena mungkin tahun-tahun berikutnya aku kembali ke sini. Tapi setidaknya, 10 tahun cukup untuk hidup di sini dan mari kita mulai kehidupan baru lainnya. Terima kasih Jakarta dan segala dramanya. Terima kasih telah memberikan kesempatan padaku selama 10 tahun ini. Semoga tahun berikutnya menjadi tahun lebih baik lagi. Sampai jumpa lagi, Jakarta, aku akan selalu merindukanmu!
Kamis, 31 Desember 2020
Penutup Tahun: Terima Kasih 2020!
Terima kasih 2020, telah mengajarkan bahwa tak sesuai harapan pun juga tak apa-apa dan banyak berefleksi serta bersyukur pada hal-hal kecil maupun hal-hal sederhana di tahun ini.
Satu hal yang banyak kupelajari di tahun ini adalah tentang mencoba yang terbaik, jika pun gagal ya tak apa-apa setidaknya kita sudah mengusahakan sebaik mungkin. Mari kita perbaiki di tahun mendatang. :)
Surabaya
Tahun ini aku pertama kalinya ke Surabaya dan bertemu teman-teman baru dalam ekspedisi sosial kerelawanan. Di usia saat ini terkadang berpikir lagi untuk berkegiatan sosial yang kebanyakan didominasi oleh pada mahasiswa atau anak-anak baru lulus kuliah. Nah, pengalaman di bulan Januari 2020 membuat aku berefleksi bahwa umur tak akan bisa membatasi kita untuk saling berbagi. Dan menariknya, dari semua peserta saya termasuk orang-orang yang lahir di tahun 90an (aka 1992), sedangkan yang lain 1994 ke atas, bahkan banyak yang lahir di tahun 2000an.
Saya belajar ternyata untuk menjadi bijak itu tak bergantung pada umur. Seperti saya, di usia saya ini saya masih sering kurang cakap dalam mengendalikan emosi. Kadangkala emosi saya meluap-luap dan sulit dikontrol, terlebih lagi saat saya merasa kesal dengan sesuatu yang tak sesuai rencana atau menghadapi panitia yang menurut saya kurang profesional.
Semenjak saat itu, saya menjadi belajar ternyata ini adalah kekurangan saya yang seharusnya bisa diperbaiki. Mengontrol emosi menjadi hal penting dalam perjalanan tahun ini.
Bali
Perjalanan kapal dari Surabaya menuju Labuan Bajo sungguhlah punya banyak cerita. Saat kapal bersandar di Bali, ini menjadi perjalanan pertama saya menginjakkan kaki ke tanah Bali, pulau yang pernah menjadi impianku sewaktu SMA karena gagal berwisata ke Bali karena tak punya biaya. Di saat itu pula, impianku itu terbayarkan juga ya walaupun numpang jalan-jalan sekitaran pelabuhan, cukup mengobati mimpi yang pernah karam itu.
Lalu, saat pulang dari Labuan Bajo, aku memutuskan untuk mengunjungi salah satu keluarga sekampus, Asih, perempuan sederhana kelahiran asli Bali yang baik hati selalu membantuku sewaktu kuliah di Jakarta. Dan ini pertama kalinya aku mengunjunginya dan keluarga kecilnya dengan si ganteng Aska (anaknya Asih). Hampir 5 atau 6 tahun kami tak bertemu lagi usai kepindahannya kembali ke kampung halamannya. Setidaknya beberapa jam bisa tidur pulas di rumah Asih, makan bareng, dan bermain dengan Aska. Perjalanan singkat tapi mengobati rasa kangen! Terima kasih asih dan keluarga, tunggu kunjunganku selanjutnya ya!
Bima
Pulau pemberhentian selanjutnya adalah Bima. Pulau kecil kelahiran kawan sekampus juga, Ratu. Jika ingat Bima, selalu ingat Ratu, kawan sekampus yang menginspirasi dengan berbagai kelebihannya yang menjadi ciri khasnya. Ketika aku mengobrol dengan warga di salah satu museum dekat pelabuhan, aku langsung teringat Ratu dengan logat khasnya. Sayangnya, saat aku berkunjung ke Bima, Ratu sedang berada di Jakarta, tapi tak apa-apa, bisa lain kali kita kembali lagi ke sini.
Dan perjalanan berhari-hari di kapal, membuat aku dan teman-teman setim kangen masakan darat. Di Bima ini akhirnya kami menemukan yang namanya bakso dan KFC, terasa hepi banget nemu ginian. Hal inilah yang kadang kita lupa bersyukur pada hal-hal kecil. Aku belajar, hal-hal kecil kalau tak disyukuri membuat kita tak bisa mensyukuri hal-hal besar. Mari belajar untuk mensyukuri apa saja yang kita dapatkan dan mengambil hikmahnya saat kita kehilangan sesuatu.
Labuan Bajo
Usai 4 hari 3 malam di kapal dengan berbagai penghidupan laut yang kadang-kadang membuat mual saat ombak datang, tapi membuat bersyukur saat terbit ataupun terbenamnya matahari diiringi lumba-lumba sekampung (saking banyaknya lumba-lumba mengikuti kapal). Pemandangan yang sungguhlah menjadi kenangan tersendiri.
Di Labuan Bajo ini, aku menemukan keluarga baru, keluarga Bapak dan Mama Hendrikus. Mereka sangat baik kepada kami, sudah dianggap anak-anaknya sendiri, merawat kami beberapa hari saat kami menginap di rumah beliau, mengantar kami ke bandara, membuatkan kami ikan bakar yang sangat enak kepada kami. Semoga Bapak dan Mama sehat selalu ya... Terima kasih sudah baik kepada kami. :)
Satar Lenda
Salah satu desa di Labuan Bajo tanpa sinyal dan listrik ini membuat aku banyak berefleksi dan menikmati hidup. Kadangkala kita perlu meninggalkan gadget dan kembali ke alam. Itu yang aku pelajari di sini. Ternyata kita masih bisa hidup tanpa gadget dan malah membuat aku benar-benar menikmati setiap momen yang ada. Aku lebih banyak menghabiskan waktu berkomunikasi dengan orang-orang baru yang kukenal dan menikmati setiap detiknya.
Bertemu keluarga Bapak dan Mama Bene yang super baik banget. Sudah seperti keluarga, makan bersama dengan menu sederhana dan momen yang ngangenin. Masak bareng, berkegiatan bareng, dan alam yang sangat cantiknya. Saat malam tiba, terlihat banyak bintang dan kesunyian malamnya memberi ketenangan.
Tak hanya itu, warga Satar Lenda juga sangat baik kepada kami. Kehidupan sederhana yang pastinya aku sangat ingin tinggal lebih lama di sana. Semoga aku bisa berkunjung lagi! Terima kasih keluarga Bapak Bene dan warga Satar Lenda, terima kasih sudah menjadikan kami bagian dari kehidupan di sana.
Satu lagi, ini pertama kalinya aku memasuki gereja katolik dan menyaksikan saudara setanah air melakukan doa. Perasaan yang sulit dideskripsikan yang membuat aku tiba-tiba menangis di sana. Terima kasih atas rasa aman yang diberikan untukku, semoga kedamaian ada di dalam hati masing-masing.
Waerebo
Desa di atas bukit! Perjalanan cukup menghabiskan beberapa jam untuk menaiki bukit dengan medan jalan setapak samping kiri jurang dan banyak pacet. Gerimis kecil mengiringi perjalanan kami. Tapi jangan salah, kau tak akan menyesal saat kau sampai di sini. Desa dengan adat yang masih original dan bangunan yang indah di tengah-tengah bukit. Warga desa yang ramah dan lagi-lagi makanan sederhana yang berasal dari alam yang menyehatkan.
Aku tak pernah terpikirkan sebelumnya, berada di daerah seperti ini dan aku benar-benar menginjakkan kakiku di sini. Ah, Waerebo! Semoga kita bisa bertemu lagi ....
Jakarta
Tahun ini tahun terakhirku setelah 10 tahun berada di sini. Tulisan tentang Jakarta aku akan buat tersendiri ya! Terlalu banyak momen yang ingin kutulis. :)
Satu hal yang pasti, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kosan, kamar 3 m x 4 m, kamar kesayangan! Terlebih saat pandemi ini, aku lebih banyak berefleksi terhadap diri sendiri, belajar banyak bahasa yang ternyata membuat aku bahagia, dan juga meningkatkan kemampuan diri sendiri. Ya, bagi aku yang introvert, berdiam diri di kamar adalah surga daripada bertemu banyak orang seperti di mall. Aku menikmati hari-hariku dengan mengajar online, mengikuti webinar atau kelas-kelas bahasa dan menemukan hobi baruku.
Banyak hal yang terjadi selama pandemi ini. Aku lebih belajar untuk mengenali diri sendiri. Memberi waktu kepada diri sendiri untuk menemukan hal-hal baru. Ya, terutama memikirkan kebahagiaan diri sendiri karena selama ini aku selalu mencoba membahagiakan orang lain dan lupa akan kebahagiaan diri sendiri. Bagiku, Jakarta adalah kenangan indah yang tak akan pernah kulupakan. Terima kasih Jakarta, sudah membawa aku sejauh ini. Memberi coretan indah pada sejarah hidupku. Terima kasih 10 tahun ini, aku pasti akan merindukanmu!
Semoga tahun 2021 menjadi tahun yang lebih baik lagi. Terima kasih 2020 dan selamat datang 2021!
Selasa, 22 Desember 2020
Temukan "Home-mu" Sendiri!
Apa yang kau cari saat pulang? Apakah rumah yang kau tuju sebuah "home"? Atau hanya bangunan "house" saja? Pernahkah kau rindu untuk pulang? Rindu!
Itu yang kurasakan. Rencana kepulanganku setelah merantau 10 tahun kini hanyalah sebuah rencana. Kepulanganku harus kutunda dengan berbagai alasan. Kerinduanku pada kampung halaman, kini hanyalah sebuah angan. Aku kehilangan "home-ku" yang sejak dulu selalu kurindukan!
Dan kehilangan kampung halaman membuatku sedikit terombang-ambing di tanah perantauan. Seperti tak ada lagi tempat untuk pulang. Apakah aku terlalu lama hidup di dunia perantauan, sampai-sampai jalan pulang semakin sulit kuputuskan? Entahlah.... Hal pasti yang kupertimbangkan adalah jalan hidup ibu yang ia pilih sendiri tanpa mempertimbangkan anak-anaknya. Dan kadang tindakannya membuat aku harus memutar otak untuk mendapatkan solusi sendiri. Kadang tindakannya membuat aku juga menunda langkah-langkah rencana hidupku sendiri. Aku tak bisa menyalahkannya, tapi mungkin ini jalan terbaik. Tuhan berencana agar aku belajar banyak hal, membiarkan aku menjadi semakin dewasa untuk menghadapi permasalahan ke depan, seharusnya ini adalah jalan untukku belajar, bukan untuk mengeluh! Ya, jangan mengeluh!
Mungkin aku kehilangan kampung halamanku sendiri, tapi bukan berarti aku tak punya kesempatan untuk kembali. Mungkin saat ini jalan terbaik adalah mendapatkan kampung halaman sendiri. Ya, "home-ku" sendiri!