Selasa, 02 Maret 2021
#2 Inspirasi dari Timur
Senin, 01 Maret 2021
#1 Jogja, Aku Kembali!
Jumat, 01 Januari 2021
Kilas Balik 10 Tahun di Jakarta
Hari ini adalah hari terakhir aku di Jakarta sebelum kepindahanku ke kota baru. Tepatnya 10 tahun lebih 100an hari aku berada di sini. Kota dengan beragam kenangan yang kusebut hidup baru. Kota ini juga mengajarkan banyak hal tentang hidup, tentang perubahan jalur kehidupanku dan keluargaku, jalur yang kusebut pembaharuan.
Kesempatan untuk ke Jakarta adalah kesempatan terbaikku untuk mengubah jalan hidupku. Ketika aku diterima di salah satu kampus di Jakarta, secara tak langsung, pola pikir keluargaku pun juga memiliki pencerahan. Jika mungkin orang tuaku dulu berpikir untuk apa anak perempuan berpendidikan tinggi, tapi usai aku mendapatkan mimpiku untuk bisa kuliah, pemikiran kolot itu pun sedikit demi sedikit luntur.
Bahkan, bapakku menjadi sangat mendukung anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dan tak hanya itu, perubahan pandangan terhadap pendidikan juga mengubah keadaan sosial dan ekonomi keluargaku. Dan aku sangat yakin, pendidikan mampu memberi perubahan kehidupan untuk kita.
Aku juga belajar banyak hal. Dulu aku adalah anak yang sangat pendiam, pemalu, dan sangat penakut untuk bertemu orang baru. Dan bahkan di kampus aku butuh waktu 2 tahun untuk menemukan diriku yang sebenarnya. Butuh waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan kota yang jauh berbeda dengan kehidupan desa.
Ya benar, di kampus itu pula, aku menemukan keluarga baru, kawan baru, pengalaman baru, dan kesempatan hidup yang baru. Keluarga yang mungkin memang benar, kami dipertemukan karena hidup kami sangatlah mirip. Jika ditarik benang merahnya, kami memiliki satu hal yang membuat kami terikat satu sama lainnya walaupun background kami berbeda-beda kota kelahiran.
Kadang aku berpikir, ketika aku bercerita dengan kawan-kawan sekampusku, kami pasti akan berkesimpulan bahwa karakter yang dibangun oleh kampus itu sama mulai dari seleksi penerimaan hingga kelulusan. Kami berbeda-beda tapi kami memiliki satu kesamaan: nasib.
Ya, bahkan mungkin karakter kepedulian sosialku yang meninggi itu karena di kampus selalu dibangun rasa empati dan beberapa value yang telah menyatu pada diriku saat ini. Belajar di kampus ini juga menjadi jembatan aku mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus.
Seperti kegiatan di dunia seni peran, teater yang bahkan menjadi keluargaku di Jakarta. Kawan baru dari kampus-kampus lain yang entah mengapa ada ikatan tersendiri. Di kegiatan inilah yang mengajarkan pula padaku untuk menemukan diri yang hilang. Jika dulu aku terkenal pemalu dan pendiam, usai kuterjun langsung di dunia teater, akhirnya kutemukan diri yang baru. Diri yang bisa dikatakan selalu ceria dan mungkin ketika kau menemukanku di saat ini kau tak akan menyangka bahwa aku pernah menjadi seseorang yang 180 derajat berbeda dari yang kau temui sekarang.
Ya, itu karena aku belajar memperbaiki diri di kesempatanku di Jakarta ini. Lalu, aku juga bisa ikut berbagi di beberapa kegiatan volunteer, dari kota satu ke kota lain, dari negara satu ke negara lainnya, semua kesempatan itu kudapatkan di Jakarta. Yang bahkan, beberapa di antaranya, orang yang baru kutemui di perjalanan ternyata menjadi seperti keluarga sendiri. Keluarga yang menjadi tempat berbagi di jakarta ini. Dan satu per satu mimpi-mimpiku tercapai.
Ya, walaupun pada akhirnya tahun 2020 ini mungkin bukanlah tahun terakhirku di jakarta karena mungkin tahun-tahun berikutnya aku kembali ke sini. Tapi setidaknya, 10 tahun cukup untuk hidup di sini dan mari kita mulai kehidupan baru lainnya. Terima kasih Jakarta dan segala dramanya. Terima kasih telah memberikan kesempatan padaku selama 10 tahun ini. Semoga tahun berikutnya menjadi tahun lebih baik lagi. Sampai jumpa lagi, Jakarta, aku akan selalu merindukanmu!
Kamis, 31 Desember 2020
Penutup Tahun: Terima Kasih 2020!
Terima kasih 2020, telah mengajarkan bahwa tak sesuai harapan pun juga tak apa-apa dan banyak berefleksi serta bersyukur pada hal-hal kecil maupun hal-hal sederhana di tahun ini.
Satu hal yang banyak kupelajari di tahun ini adalah tentang mencoba yang terbaik, jika pun gagal ya tak apa-apa setidaknya kita sudah mengusahakan sebaik mungkin. Mari kita perbaiki di tahun mendatang. :)
Surabaya
Tahun ini aku pertama kalinya ke Surabaya dan bertemu teman-teman baru dalam ekspedisi sosial kerelawanan. Di usia saat ini terkadang berpikir lagi untuk berkegiatan sosial yang kebanyakan didominasi oleh pada mahasiswa atau anak-anak baru lulus kuliah. Nah, pengalaman di bulan Januari 2020 membuat aku berefleksi bahwa umur tak akan bisa membatasi kita untuk saling berbagi. Dan menariknya, dari semua peserta saya termasuk orang-orang yang lahir di tahun 90an (aka 1992), sedangkan yang lain 1994 ke atas, bahkan banyak yang lahir di tahun 2000an.
Saya belajar ternyata untuk menjadi bijak itu tak bergantung pada umur. Seperti saya, di usia saya ini saya masih sering kurang cakap dalam mengendalikan emosi. Kadangkala emosi saya meluap-luap dan sulit dikontrol, terlebih lagi saat saya merasa kesal dengan sesuatu yang tak sesuai rencana atau menghadapi panitia yang menurut saya kurang profesional.
Semenjak saat itu, saya menjadi belajar ternyata ini adalah kekurangan saya yang seharusnya bisa diperbaiki. Mengontrol emosi menjadi hal penting dalam perjalanan tahun ini.
Bali
Perjalanan kapal dari Surabaya menuju Labuan Bajo sungguhlah punya banyak cerita. Saat kapal bersandar di Bali, ini menjadi perjalanan pertama saya menginjakkan kaki ke tanah Bali, pulau yang pernah menjadi impianku sewaktu SMA karena gagal berwisata ke Bali karena tak punya biaya. Di saat itu pula, impianku itu terbayarkan juga ya walaupun numpang jalan-jalan sekitaran pelabuhan, cukup mengobati mimpi yang pernah karam itu.
Lalu, saat pulang dari Labuan Bajo, aku memutuskan untuk mengunjungi salah satu keluarga sekampus, Asih, perempuan sederhana kelahiran asli Bali yang baik hati selalu membantuku sewaktu kuliah di Jakarta. Dan ini pertama kalinya aku mengunjunginya dan keluarga kecilnya dengan si ganteng Aska (anaknya Asih). Hampir 5 atau 6 tahun kami tak bertemu lagi usai kepindahannya kembali ke kampung halamannya. Setidaknya beberapa jam bisa tidur pulas di rumah Asih, makan bareng, dan bermain dengan Aska. Perjalanan singkat tapi mengobati rasa kangen! Terima kasih asih dan keluarga, tunggu kunjunganku selanjutnya ya!
Bima
Pulau pemberhentian selanjutnya adalah Bima. Pulau kecil kelahiran kawan sekampus juga, Ratu. Jika ingat Bima, selalu ingat Ratu, kawan sekampus yang menginspirasi dengan berbagai kelebihannya yang menjadi ciri khasnya. Ketika aku mengobrol dengan warga di salah satu museum dekat pelabuhan, aku langsung teringat Ratu dengan logat khasnya. Sayangnya, saat aku berkunjung ke Bima, Ratu sedang berada di Jakarta, tapi tak apa-apa, bisa lain kali kita kembali lagi ke sini.
Dan perjalanan berhari-hari di kapal, membuat aku dan teman-teman setim kangen masakan darat. Di Bima ini akhirnya kami menemukan yang namanya bakso dan KFC, terasa hepi banget nemu ginian. Hal inilah yang kadang kita lupa bersyukur pada hal-hal kecil. Aku belajar, hal-hal kecil kalau tak disyukuri membuat kita tak bisa mensyukuri hal-hal besar. Mari belajar untuk mensyukuri apa saja yang kita dapatkan dan mengambil hikmahnya saat kita kehilangan sesuatu.
Labuan Bajo
Usai 4 hari 3 malam di kapal dengan berbagai penghidupan laut yang kadang-kadang membuat mual saat ombak datang, tapi membuat bersyukur saat terbit ataupun terbenamnya matahari diiringi lumba-lumba sekampung (saking banyaknya lumba-lumba mengikuti kapal). Pemandangan yang sungguhlah menjadi kenangan tersendiri.
Di Labuan Bajo ini, aku menemukan keluarga baru, keluarga Bapak dan Mama Hendrikus. Mereka sangat baik kepada kami, sudah dianggap anak-anaknya sendiri, merawat kami beberapa hari saat kami menginap di rumah beliau, mengantar kami ke bandara, membuatkan kami ikan bakar yang sangat enak kepada kami. Semoga Bapak dan Mama sehat selalu ya... Terima kasih sudah baik kepada kami. :)
Satar Lenda
Salah satu desa di Labuan Bajo tanpa sinyal dan listrik ini membuat aku banyak berefleksi dan menikmati hidup. Kadangkala kita perlu meninggalkan gadget dan kembali ke alam. Itu yang aku pelajari di sini. Ternyata kita masih bisa hidup tanpa gadget dan malah membuat aku benar-benar menikmati setiap momen yang ada. Aku lebih banyak menghabiskan waktu berkomunikasi dengan orang-orang baru yang kukenal dan menikmati setiap detiknya.
Bertemu keluarga Bapak dan Mama Bene yang super baik banget. Sudah seperti keluarga, makan bersama dengan menu sederhana dan momen yang ngangenin. Masak bareng, berkegiatan bareng, dan alam yang sangat cantiknya. Saat malam tiba, terlihat banyak bintang dan kesunyian malamnya memberi ketenangan.
Tak hanya itu, warga Satar Lenda juga sangat baik kepada kami. Kehidupan sederhana yang pastinya aku sangat ingin tinggal lebih lama di sana. Semoga aku bisa berkunjung lagi! Terima kasih keluarga Bapak Bene dan warga Satar Lenda, terima kasih sudah menjadikan kami bagian dari kehidupan di sana.
Satu lagi, ini pertama kalinya aku memasuki gereja katolik dan menyaksikan saudara setanah air melakukan doa. Perasaan yang sulit dideskripsikan yang membuat aku tiba-tiba menangis di sana. Terima kasih atas rasa aman yang diberikan untukku, semoga kedamaian ada di dalam hati masing-masing.
Waerebo
Desa di atas bukit! Perjalanan cukup menghabiskan beberapa jam untuk menaiki bukit dengan medan jalan setapak samping kiri jurang dan banyak pacet. Gerimis kecil mengiringi perjalanan kami. Tapi jangan salah, kau tak akan menyesal saat kau sampai di sini. Desa dengan adat yang masih original dan bangunan yang indah di tengah-tengah bukit. Warga desa yang ramah dan lagi-lagi makanan sederhana yang berasal dari alam yang menyehatkan.
Aku tak pernah terpikirkan sebelumnya, berada di daerah seperti ini dan aku benar-benar menginjakkan kakiku di sini. Ah, Waerebo! Semoga kita bisa bertemu lagi ....
Jakarta
Tahun ini tahun terakhirku setelah 10 tahun berada di sini. Tulisan tentang Jakarta aku akan buat tersendiri ya! Terlalu banyak momen yang ingin kutulis. :)
Satu hal yang pasti, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kosan, kamar 3 m x 4 m, kamar kesayangan! Terlebih saat pandemi ini, aku lebih banyak berefleksi terhadap diri sendiri, belajar banyak bahasa yang ternyata membuat aku bahagia, dan juga meningkatkan kemampuan diri sendiri. Ya, bagi aku yang introvert, berdiam diri di kamar adalah surga daripada bertemu banyak orang seperti di mall. Aku menikmati hari-hariku dengan mengajar online, mengikuti webinar atau kelas-kelas bahasa dan menemukan hobi baruku.
Banyak hal yang terjadi selama pandemi ini. Aku lebih belajar untuk mengenali diri sendiri. Memberi waktu kepada diri sendiri untuk menemukan hal-hal baru. Ya, terutama memikirkan kebahagiaan diri sendiri karena selama ini aku selalu mencoba membahagiakan orang lain dan lupa akan kebahagiaan diri sendiri. Bagiku, Jakarta adalah kenangan indah yang tak akan pernah kulupakan. Terima kasih Jakarta, sudah membawa aku sejauh ini. Memberi coretan indah pada sejarah hidupku. Terima kasih 10 tahun ini, aku pasti akan merindukanmu!
Semoga tahun 2021 menjadi tahun yang lebih baik lagi. Terima kasih 2020 dan selamat datang 2021!
Selasa, 22 Desember 2020
Temukan "Home-mu" Sendiri!
Apa yang kau cari saat pulang? Apakah rumah yang kau tuju sebuah "home"? Atau hanya bangunan "house" saja? Pernahkah kau rindu untuk pulang? Rindu!
Itu yang kurasakan. Rencana kepulanganku setelah merantau 10 tahun kini hanyalah sebuah rencana. Kepulanganku harus kutunda dengan berbagai alasan. Kerinduanku pada kampung halaman, kini hanyalah sebuah angan. Aku kehilangan "home-ku" yang sejak dulu selalu kurindukan!
Dan kehilangan kampung halaman membuatku sedikit terombang-ambing di tanah perantauan. Seperti tak ada lagi tempat untuk pulang. Apakah aku terlalu lama hidup di dunia perantauan, sampai-sampai jalan pulang semakin sulit kuputuskan? Entahlah.... Hal pasti yang kupertimbangkan adalah jalan hidup ibu yang ia pilih sendiri tanpa mempertimbangkan anak-anaknya. Dan kadang tindakannya membuat aku harus memutar otak untuk mendapatkan solusi sendiri. Kadang tindakannya membuat aku juga menunda langkah-langkah rencana hidupku sendiri. Aku tak bisa menyalahkannya, tapi mungkin ini jalan terbaik. Tuhan berencana agar aku belajar banyak hal, membiarkan aku menjadi semakin dewasa untuk menghadapi permasalahan ke depan, seharusnya ini adalah jalan untukku belajar, bukan untuk mengeluh! Ya, jangan mengeluh!
Mungkin aku kehilangan kampung halamanku sendiri, tapi bukan berarti aku tak punya kesempatan untuk kembali. Mungkin saat ini jalan terbaik adalah mendapatkan kampung halaman sendiri. Ya, "home-ku" sendiri!
Rabu, 16 Desember 2020
Bukan Perpisahan (Terakhir)!
Rabu, 25 November 2020
Terima Kasih Guru Kami
Selasa, 31 Desember 2019
Dear 2019, Terima Kasih!
Kamis, 28 November 2019
Payung, Tak Ada Deramak Tak Sayang
Dari Instagram Bang Ferari
Video Payung Usai Berlayar KIJP
Senin, 25 November 2019
Tentang Ibu!
Minggu, 24 November 2019
Rinduku Untukmu, Pak!
Sabtu, 16 November 2019
Tentang Prioritas
Memulai kembali menentukan mimpi-mimpi ke depan. Rasanya seperti dejavu. Apa yang saya lakukan dahulu rasanya terulang kembali. Saat impian begitu kuat dan keyakinan hati sehingga takdir saya seperti saat ini. Apakah saya harus mengubahnya lagi? Sepertinya memang sudah saatnya saya harus memulai hal baru. Hal yang mengharuskan saya melangkah lebih jauh dari titik saat ini. Saya akan berjuang lebih lagi!
Senin, 07 Oktober 2019
Menjaga Kepercayaan
Selasa, 17 September 2019
Fokus di Jalan Kita Masing-Masing
Minggu, 15 September 2019
A Little Thing Called Dream
Senin, 09 September 2019
Big Deals 09/09/2019
Minggu, 04 Agustus 2019
Tentang 21 Juli
Selasa, 04 Juni 2019
Backpacking ke Sri Lanka: Solo Traveling!
Teman Dekat
#RefleksiDiri