Sabtu, 06 Maret 2021

#6 Hidup untuk Belajar

Apa cita-citamu? Guru!

Kenapa kau ingin jadi guru? Pertanyaan ini sungguh menggelitik yang kadangkala saya tak tahu harus menjawab seperti apa. Alasan konyol yang saya ingat dulu waktu SD kelas 3 saya ingin menjadi guru karena orang tua salah satu teman yang saya kagumi berprofesi guru. Dan sepertinya dulu menurut saya profesi guru memberikan kehidupan yang sangat layak di kampung. Ya, maklum saya lahir dari keluarga sederhana dengan penghasilan tak tetap dan mungkin saat itu saya berpikir penghasilan tetap dan rumah bagus adalah mimpi anak desa seperti saya. Namun, alasan itu berubah seiring berjalannya waktu. Alasan yang sulit saya jelaskan saat ada yang bertanya mengapa harus guru!

Bahkan sampai saat ini, saya tetap tak mampu menjelaskan mengapa saya begitu ingin menjadi guru... Ya, biar saya tambahi lagi kalimatnya... guru pedalaman, yang mungkin sangat jarang orang lain memimpikannya. Saya tak ingat sejak kapan impian ingin pergi ke pedalaman itu muncul. Yang pasti saya pernah mendaftar beberapa kali Indonesia Mengajar, tapi gagal. Saya juga sempat mendaftar beberapa kesempatan lain, tapi juga tak membuahkan hasil. Dan itu saat saya sedang bergejolak ingin sekali ke Papua, tapi tak ada siapa-siapa yang kutahu di sana, tepatnya tahun 2013-2016 an lah kira-kira. Sampai akhirnya, setelah Bapak saya meninggal dan tanggung jawab keluarga harus saya selesaikan sebagai anak pertama. Saya harus hidup realistis dan mengejar ketertinggalan finansial agar kehidupan keluarga saya tetap berlanjut. Akhirnya, saya menyimpan impian saya untuk belajar di Papua sedini mungkin dan saya melanjutkan kehidupan kota kembali.

Apakah saya melupakan impian saya untuk mengajar di pedalaman? Tidak! Saya tetap berusaha ikut kegiatan di beberapa daerah terpencil di sela-sela kehidupan di kota. Beberapa kali saya ikut terlibat di Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) yang fokus di daerah Kepulauan Seribu, Banten, dan juga Karimun Jawa. Ada 3 aspek yang kami usung, yaitu sekolah, masyarakat, dan lingkungan. Aspek sekolah, kami membagi cerita dan pengalaman dengan cara memperkenalkan profesi masing-masing dan juga menebar inspirasi untuk anak-anak pulau. Aspek masyarakat lebih kepada pendekatan kepada masyarakat dan saling bertukar ilmu dengan pemuda-pemudi setempat maupun orang tua untuk meningkatkan skills yang nantinya bisa digunakan untuk membantu perekonomian masyarakat itu sendiri. Aspek lingkungan, kami bersama warga setempat berbagi skills untuk mengolah dan menjaga alam, misalnya saja pengolahan limbah plastik yang banyak kita temui di pantai untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Bertemu dengan keluarga baru di KIJP memberi peluang kepada saya bahwa hidup tak hanya sekadar bekerja memperkaya diri, tetapi juga berbagi dengan orang lain, apa pun itu bentuknya. Kira-kira kurang lebih 4 tahun saya aktif di KIJP, bahkan sampai saat ini pun saya masih sering berinteraksi dengan kawan-kawan KIJP.

Semangat KIJP pun menambah semangat saya untuk ikut serta mengajar sehari Kelas Inspirasi. Saya pernah mengikuti Kelas Inspirasi Sukabumi 1 dan juga Kelas Inspirasi Bandung #5. Mengajar di daerah dengan kultur yang berbeda dari segi bahasa daerah yang berbeda membuat saya belajar hal-hal baru. Tak hanya itu, perjalanan saya juga dibarengi dengan pertemanan kawan-kawan yang punya semangat berbagi. Dan Kelas Inspirasi terakhir yang saya ikuti adalah Kelas Inspirasi Blora #3 tahun 2019. Blora adalah kota kelahiran saya dan baru saat itu saya putuskan untuk kembali berbagi dengan anak-anak di kota kelahiran saya itu. Sebenarnya sudah lama saya ingin mengikuti Kelas Inspirasi di Blora, tapi belum ada waktu yang pas dan kemarin adalah jalan Tuhan telah merencanakan hal indah di waktu yang tepat.

Kegiatan kerelawanan saya berlanjut di pertengahan tahun 2019. Saya mendaftar kegiatan Vietnam Summer Camp. Ini pertama kalinya saya mengajar anak-anak Vietnam. Sungguh, culture yang berbeda selalu memberi banyak inspirasi dan pembelajaran. Saya bisa belajar tentang pendidikan di Vietnam dan bertemu berbagai tipe orang dengan background berbeda-beda.

Kemudian, saya juga ikut RuBI (Ruang Berbagi Ilmu) di Toraja. Saya menjadi relawan narasumber untuk mengisi materi MBK Matematika untuk training guru-guru di Toraja. Bertemu pendidik di daerah jauh dari pulau Jawa membuat saya berefleksi diri, seperti ada suntikan semangat bahwa saya harus melakukan "sesuatu" untuk daerah pedalaman yang tak lain adalah salah satu impian saya yang selama ini tengah mati suri. Semangat belajar Bapak dan Ibu guru di Toraja menginspirasi saya untuk terus belajar kembali.

Akhir tahun 2019, saya mendaftar kegiatan Socio traveling Labuan Bajo dan lolos menjadi satu-satunya peserta yang paling tua di antara anak-anak mahasiswa yang tengah semangat-semangatnya berbagi. Hal itu tidak membuat saya merasa paling tua, bahkan saya belajar dari semangat mereka yang tengah membara. Ini adalah Indonesia bagian timur kedua yang telah saya kunjungi setelah Toraja. Tepatnya di desa Satar Lenda, daerah tanpa listrik dan sinyal. Tapi saya malah menemukan arti hidup yang sebenarnya. Budaya dan adat istiadat yang melindungi alam sendiri. Ada hal yang membuat saya jatuh hati pada tempat seperti ini: kesederhanaan. Semoga saya bisa kembali menyapa keluarga di Satar Lenda. Aamiin.

Nah, selama pandemi ini saya belum ikut lagi kegiatan offline. Tapi, saya saat ini ikut aktif di kegiatan Gernas Tastaka. Beberapa kali saya mengisi materi training of trainers (ToT) daring dengan peserta teman-teman mahasiswa dan juga Ibu-Bapak guru. Di Gernas Tastaka inilah saya mulai lagi belajar lebih dalam lagi tentang pengembangan materi matematika untuk level sekolah dasar. Ternyata banyak hal yang menarik untuk dipelajari lagi. Ya, sebagai guru, seharusnya kita terus belajar dan mengembangkan diri to? Semangat selalu walaupun pandemi! Semoga segera berakhir! Aamiin.

Lalu, di awal tahun 2021 ada harapan kembali untuk mimpi-mimpi saya menjadi guru di pedalaman. Nanti akan saya ceritakan lagi tentang bagian ini. Walaupun pada akhirnya saya belum menjadi guru seperti impian saya, tapi saya tetap bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan untuk terus belajar. Hal yang pasti, saya belajar banyak hal dari orang-orang dan lingkungan baru yang saya temui di tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya. Kita lakukan saja yang terbaik! Yang terpenting adalah jangan berhenti bermimpi! Dan ikuti saja alur semesta membawa hidup ini! Semoga semesta mendukung!




Jumat, 05 Maret 2021

#5 Ketika Anak Matematika Belajar Bahasa

Pertengahan Juni tahun lalu, saya mengikuti kelas 5 bahasa secara online yang diadakan oleh PPI DK Amerop. Ada kelas bahasa Spanyol, bahasa Ceko, bahasa Portugis, bahasa Italia, dan bahasa Turki. Dari kelima bahasa tersebut, saya paling suka bahasa Spanyol. Tapi sebenarnya saya suka semua bahasa itu, tapi menurut saya bahasa Turki yang paling susah dipelajari. Selain itu, mungkin saya tidak cocok dengan cara penyampaian guru bahasa Turki nya jadi susah masuk ilmunya. Ini menarik, sering sekali kita bertemu guru yang enak dan membuat kita nyaman, ilmunya pun akan mudah diserap. Berbeda dengan ketika kita mendapat guru yang tidak cocok dengan kita, auto susah ilmunya masuk ke otak. Itu yang saya rasakan. Sudah materi sulit dipahami ditambah tidak cocok dengan cara belajar gurunya. Ya sudah, tamat!

Nah, berbekal ilmu yang saya dapatkan dari kelas tersebut, saya pun mencoba belajar sendiri menggunakan aplikasi Duolingo. Bersyukur ada aplikasi ini yang sangat bermanfaat dan mengasah level bahasa saya. Kadang berpikir, kenapa gak dari dulu ya saya tahu kalau ada aplikasi keren ini. :) Karena pengalaman saya, saya itu susah sekali menghafal, itu jugalah yang menjadikan alasan saya mengapa saya ambil jurusan IPA daripada IPS sewaktu SMA. Bagi saya, menghafal itu lebih susah daripada menghitung. Makanya nilai bahasa saya lebih rendah daripada nilai berhitung saya. Tapi ternyata keisengan saya untuk mempelajari bahasa lain membuka kesempatan saya untuk belajar lagi, malah membuat saya jatuh cinta dengan beberapa bahasa yang saya pelajari.

Ya, benar! Kali ini saya jatuh cinta dengan bahasa Spanyol. Dari 5 bahasa yang saya pelajari itu memang tingkat pemahaman bahasa Spanyol saya yang saya rasa paling tinggi. Lalu, tahun ini ada kesempatan belajar lagi dengan guru yang pernah mengajar bahasa Spanyol di program PPI DK Amerop, Kak Neli. Nah, saya gabunglah di kelas A1.1 yang dibuat Kak Neli. Di sana saya bertemu dengan teman baru, ada Ibu Anastasia yang sedang di Belanda dan Tivani yang tinggal di Sumatera. Jadi semangat buat belajar karena teman-temannya semangat buat belajar. :)

Bulan Februari lalu selesai sudah kelas A1.1 ala sekolah negeri di Spanyol kalau kata Kak Neli bilang. Ada 5 kali pertemuan, 4 pertemuan materi dan 1 pertemuan percakapan. Enaknya, ada kesempatan buat ngobrol langsung dengan orang Spanyol asli, Profesor Juan di pertemuan kelima. Pas percakapan hari terakhir kemarin, saya merasa senang karena ya walaupun belum lancar-lancar banget, tapi setidaknya saya bisa mengerti apa yang ditanyakan Profesor Juan dan Profesor Juan mengerti apa yang saya katakan. Si! Level bahasa spanyol saya naik. :)

Ternyata menarik sekali ya belajar bahasa itu! Saya terakhir belajar bahasa Jepang itu tahun 2013-2016, sewaktu saya ikut teater ENJUKU. Tapi ya itu karena saya tak ada basic bahasa Jepang, saya hanya bisa mengerti sedikit-sedikit dan juga kurang saya pelajari lebih dalam. Padahal jika benar-benar ditekuni membuat saya belajar banyak hal. Jadi begini ya keseruan belajar bahasa itu, kalau kita mengerti, kita akan ketagihan untuk belajar lagi dan lagi. Mari semangat buat belajar dimana pun berada! Muchas Gracias!

Teman-Teman sekelas yang semangat belajarnya luar biasa!


Profesor Juan


Info kelas bahasa Spanyol Kak Neli bisa dilihat di Instagram: @spanyol.indonesia 

Foto: Teman Sekelas

Kamis, 04 Maret 2021

#4 "Ikut Semesta Pu Rencana Saja"

"Satu-satunya hal yang pasti yaitu "ketidakpastian" itu sendiri," kata Kak Rosa tempo hari saat kami saling bercerita. Salah satu hal yang sa pelajari dari Kak Rosa adalah caranya mengatasi ketidakpastian yang terjadi. "Ikut semesta pu rencana saja," tambahnya.

Setuju! Itu kata yang akan sa jawab untuk merespon pernyataan kak Rosa. Sa pernah mempertanyakan tentang apa level tertinggi sebagai manusia kepada Fitri, salah satu kawan yang sering sa ajak diskusi, apa saja didiskusikan dari yang remeh-temeh sampai yang berat dan pada akhirnya kami belajar "sesuatu". Apakah saat seseorang mencapai level tertinggi, ia akan lebih mudah menerima dan menjalani hidupnya? Yang jelas diskusi itu membuat kami saling cerita tentang pengalaman masing-masing.

Dari diskusi tempo hari bersama Fitri, sa belajar bahwa ketika seseorang mencapai level tertinggi, mereka akan berpikir lebih sederhana karena kadangkala pikiran yang terlalu menganggap sesuatu rumit itu yang membuat semuanya serba sulit. Kadangkala kita terlalu memikirkan hal-hal di luar kendali kita. Seperti misalnya terlalu memikirkan apa kata orang, memikirkan nanti berhasil atau tidak, atau memikirkan hal-hal yang tak mampu kita kontrol lainnya. Hal inilah yang kadang menjadi boomerang untuk kita. Kadang kita terkungkung pada pikiran sendiri dan melupakan makna dari apa yang kita jalani.

Sa pernah di titik "minder" dengan pekerjaan yang tengah sa jalani. Suatu hari sa mengikuti acara teman dan di sana teman-teman sa  yang bisa dikatakan telah sukses di ibukota dan telah menjadi guru di sekolah internasional itu menjadi pemateri. Halaman pertama pada PPT nya jelas nama lengkap beserta nama sekolah ternama di jajaran ibukota. Sa yang bekerja bukan sebagai apa-apa ini pun terasa minder begitu saja melihatnya. Di tengah-tengah diskusi, sempat sa pergi ke dapur dengan alasan mau buat makan malam untuk mereka padahal kenyataannya sa tak ingin melihat mereka latihan presentasi pembukaan perkenalan diri. Jujur, saat itu sa sangat sedih. Salah dua teman sa ada yang ngeh tentang perubahan semangat sa saat itu. Mereka pun akhirnya mencoba mengerti apa yang sa rasakan saat itu. Dalam percakapan dengan salah satu dari mereka, sa mencoba meyakinkan diri sa bahwa pilihan sa untuk tidak terikat dengan lembaga apa pun itu adalah pilihan terbaik sa. Dan akhirnya sa kembali ke tujuan awal sa memilih jalan sa sendiri. Bukankah itu sudah sa pikirkan dari awal? Ya, tentu saja!

Intinya apa pun yang kita pilih, kita harus mantapkan mental dan harus bisa untuk kecewa. Ini menyambung dengan obrolan beberapa kali dengan kak Rosa. Setiap pilihan kita itu ada konsekuensi yang akan kita dapatkan. Kita sudah pilih dan harus kuat untuk kecewa dan mungkin kita tak bisa seperti teman-teman kita lainnya, yang bisa berkarir dan mencapai tujuan-tujuan mereka. Apa pun yang kita pilih, tetap fokus pada tujuan masing-masing. Ya benar saja, kita pilih jalan mana untuk bahagia menjalankannya.

Sering kali sa punya teman dengan karir yang bagus, ngajar di sekolah internasional, berkecukupan, dan semua bisa dibeli, tapi sering kali mengeluh, pengen pindahlah, capeklah, kerjaan yang banyaklah. Tetapi juga ada teman sa yang mengabdikan diri di daerah yang jauh dari kota, susah sinyal, dan mungkin akses untuk sampai sana tak bisa diprediksi, tapi dia bahagia, dia memaknai hidupnya dengan cara sederhana. Ada hal yang menarik di sini, sebenarnya apa itu bahagia? Apakah kebahagiaan selalu diukur dengan materi? Sa rasa terlalu cethek jika kita mengukur kebahagiaan seseorang dari hanya melihat materi yang dia punya.

Tingkat kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda tergantung kita memaknai kebahagiaan itu sendiri. Secara manusiawi, kadangkala kita punya rasa selalu kurang. Ketika mencapai satu level kepuasan, secara tak langsung level itu akan meningkat. Nah, kadang kita lupa dan kalah oleh rasa selalu kurang puas. Apa yang membuat itu terjadi? Ya karena kita kurang pandai bersyukur. Sa pun masih belajar untuk selalu bersyukur tentang apa yang sa dapatkan dan yang sa capai.

Ya, saat ini sa sedang belajar untuk memaknai setiap hal yang sa lakukan. Terlebih berbahagia di jalur sa sendiri. Terencana tapi tetap fleksibel untuk menghadapi ketidakpastian yang akan datang. Jalani saja dulu, biar saja semesta yang bertindak! Terima kasih inspirasinya Fitri dan Kak Rosa Dahlia!

Rabu, 03 Maret 2021

#3 Pertemuan di Saat yang Tepat

 Ada satu impianku terwujud di tahun 2021 ini setelah aku pindah ke Jogja. Apa itu? Yup, punya kucing di kosan. hehehe Sesederhana itu. Awalnya, aku mencari kos yang memang boleh piara hewan seperti kucing. Beberapa tempat menyatakan tidak boleh membawa hewan. Lalulah ketemu dengan satu tempat yang aku suka karena kasurnya gede. Lalu iseng kutanya apakah boleh piara kucing kepada pemiliknya. Lantas, pemilik mengatakan boleh. :) Langsunglah aku DP kosan itu. Hahaha. Ya kan untuk apa aku pindah kalau hanya untuk pindah tidur saja? Harus ada hal baru yang bisa kudapatkan di lingkungan baru. Hehe

Sebenarnya sudah sejak dulu kos di Jakarta aku ingin memelihara kucing, tapi selalu tak ada kesempatan baik. Hanya 2 kali kucing liar yang masuk ke kosan, kuanggap dia kucingku. Hahaha. Kalau masuk kosanku ya kukasih makan dia. Bahkan mereka suka menunggu di depan kamar, menunggu sampai selarut apa pun aku pulang kerja. Ahh, I miss you, Ana dan Belang! Ana meninggaltertubruk motor yang tubuhnya baru kutemukan sehari setelah dia tak ada kabar ke kos. Itu pun saat ulang tahunku, dia pergi. Sedih? Sedih sekali! Ana pergi masih mau menyapaku saat ulang tahunku. Padahal sehari sebelumnya, aku mencarinya karena seharian tak ada kabar. Kutanya Mbak Was, salah satu tetangga kamar kos yang juga penyuka kucing, tapi Mbak Was tak tahu kabar Ana. Yah, begitu ya hidup dan mati kita tak pernah tahu kapan akan tiba.

Ana, kucing penurut dan menunggu hingga aku ulang tahun. :'')

Lalu, kedua Belang, kucing Betina yang punya anak banyak. Belum juga kusteril, dia sudah hamil lagi. Belang memiliki warna belang tiga di tubuhnya. Awal bertemu dengannya di parkiran kos, lalu kupanggil dan kukasih makan. Ehh, tiap hari dia datang. Sayangnya, Belang sepertinya punya trauma tersendiri sama ganggang sapu atau sesuatu yang berbentuk seperti sapu dan dia tak mau dipegang. Sepertinya pernah ada yang tega memukulnya sampai-sampai dia takut dengan orang. Terakhir kutinggal ke Jogja, Belang habis melahirkan banyak anak dan anaknya disembunyikan di kamar paling ujung dekat balkon, lalu dipindahkan lagi entah kemana. Semoga baik-baik saja dia dan anak-anaknya.


Belang dan anak-anaknya (2020): Belung, Belong, Beling, Beleng

Anak Belang yang pertama selamat hanya 1 dari 4 bersaudara, Kunamai Belung namanya. Pernah suatu hari, Belung meang-meong di parkiran, lalu kupungutlah dia. Ceritanya deramakkk sekali ini, kapan-kapan aku ceritakan. Singkat cerita Belung akhirnya kukembalikan ke Belang dan hidup sampai sekarang. Akhirnya Belung dipelihara oleh Mbak Dina, tetangga kosan yang suka kucing. Dan sekarang Belung badannya gemuk lalu berganti nama menjadi Milo. :)

Belung kecil yang kuselamatkan dari parkiran, sepertinya jatuh dari atap


Belung setelah kukembalikan ke Belang


Belung diajak Emaknya Kosan tour setelah beberapa waktu kukembalikan ke Belang


Belung setelah berganti nama menjadi Milo, sudah besar dia!


Ini foto terakhir yang kudapatkan sebelum pindah ke Jogja. Malam itu Belung (Milo) yang jarang ke lantai 2, dia tiba-tiba saja main di deket kamarku. Sepertinya dia tahu kalau aku akan pindah dan memang beberapa hari sebelum aku pindah aku ingin sekali bisa ketemu Belung lagi. Dan Tuhan maha baik, memberi kesempatan itu walau hanya sebentar. :)

21 Februari 2021

Pagi itu salah satu kawan, Fitri namanya, mengirimkan foto Moki, kucing kesayangannya lewat WA. Aku pun berkomentar kalau kucingnya lucu dan aku ingin memiliki kucing. Lantas aku bilang berharap ada kucing nyarang di halaman n cowo. Baru juga selesai mengetikkan itu, tiba-tiba ibu-ibu penginap malam ini mengabarkan padaku, "Dek, kok ada kucing masuk? Memang suka ada kucing masuk ya?" Aku yang awalnya rebahan, langsung bangkit, benar saja kulihat kucing putih dengan corak hitam di beberapa bagian tubuhnya. Kuajak dia keluar, sangat jinak, kuberi dia makan dan akhirnya kami bermain bersama. Ada luka di telinganya, aku ingin merawatnya, tapi sepertinya kucing tetangga. Ya sudah, Fitri bilang kalau dia main ya biarkan saja dan kasih makan, kalau dia gak main ya sudah jangan dicari.

Pertemuan pertama dengan Nyanko (Bin)


Nyanko (Bin)


Lalulah, aku pagi itu puas-puasin main sama kucing itu. Oh iya, kukasih nama dia Nyanko. Menjelang siang, Nyanko masih main di halaman bersamaku. Tetiba mas kos menghampiri kami, "Kucing dari mana Mbak?" "Nggak tahu Mas, tiba-tiba datang. Mungkin kucing tetangga," jawabku. "Manut ya!" tambahnya. "Mas, boleh aku pelihara gak?" mintaku sambil memelas. "Boleh..." balasnya. Kata hatiku teriak "Yesss!!!" Baik! Punya kucing, tapi hati masih setengah-setengah karena gak tahu itu kucing siapa. Nanti kalau dicari yang punya kan kasihan nyariin.

Tapi rencananya aku mau bawa dia ke dokter siang itu. Beberapa petshop sudah kutelpon untuk jadwal pemeriksaan dan vaksin. Siang itu pula aku lanjut ke toko perabot dekat kosan, mau beli carrier box. Entah kenapa setelah beli box-nya aku lanjut pergi ke Alfamart yang cukup jauh 2 km dari kos, maklum tinggalku sekarang di perkampungan ee. Jadi Alfamart jauh. Pulang dari Alfamart, aku mampir beli bensin di warung sayur deket kos. Pas mau bayar, aku lihat ada kucing hitam kecil main-main di pinggir jalan. Aku coba suruh menjauh dari jalan dan Mas warung pun mengambilnya. Keisenganku muncul tiba-tiba bertanya, "Kucing siapa Mas?" "Mbaknya mau?" tanya Mas warung. "Ehh, emang boleh? Tapi kucingnya jantan apa betina?" "Yang ini jantan. Mau? Kucing saya banyak sampai kemarin-kemarin saya tawar-tawarkan ke orang," jelasnya. Lansung saja kujawab, "Mau!!!" Yak akhirnya kucing hitam kecil itu kubawa dan kutaruh di box yang tadi kubeli. Pulang-pulang bawa anak kucing.

Kuro-chan! Setelah putar-putar aku mencarinya sampai keliling perumahan, ternyata dia ada di kursi sedang duduk manis. :) :) :)


Kerjaan Kuro-chan ngerecokin orang lagi buka laptop


Kayak gini nih, sukanya naik di atas laptop


Ini adegan saat aku pulang jam 11 malam, dia nungguin di ruang tamu


Bersantai dulu!


Rebahan...


Kalau makan minta ditungguin. Kalau gak ditungguin dia gak makan banyak. Manjaaa Sekaliii!!!

Yey! Punya teman baru. Nyanko punya teman baru, kunamai kucing hitam itu Kuro-chan. Siang itu pertemuan kami bertiga, aku, Nyanko, dan Kuro. Masih masa-masa pengenalan. Nyanko dan Kuro pun mulai akrab main di halaman, ngejar daun kering atau semut hitam di halaman. Kocak sekali!

Dan mulai saat itu, impianku memelihara kucing pun terwujud! Kuro-chan!!! Lalu, bagaimana dengan Nyanko? Dia sepertinya pulang ke rumahnya. Kadang sesekali main minta makan, lalu pergi lagi. Terakhir kali ketemu Nyanko ternyata benar dia milik salah satu anak tetangga dan ternyata nama asli Nyanko itu adalah Bin. kebetulan si empunya sedang main di rumah depan bareng teman-temannya, anak-anak daerah kosku. Lalulah kami kenalan dan ternyata salah satu anak itu si pemilik Bin.

Ya, begitulah kiranya cerita kali ini. Mari kita coret satu mimpi dari daftar impian! PUNYA KUCING! Terima kasih Tuhan sudah memberi kawan baik seperti Nyanko (Bin) dan Kuro-chan. :))) Kadangkala pertemuan tak terduga selalu datang di saat yang tepat. :)))

Selasa, 02 Maret 2021

#2 Inspirasi dari Timur

Hari ini aku mau cerita tentang salah satu kawan yang selalu menginspirasi, namanya Kak Rosa. Dan bertemu dengannya adalah alasan Tuhan kenapa keputusanku jatuh ke Jogja, bukan kota lain. Ya, sekarang aku punya alasan kepada harus pindah ke Jogja. Ya karena jalan Tuhan selalu menjadi jalan yang paling baik.

Berawal dari menyimak story Instagram Kak Rosa tentang salah satu muridnya, anak Papua, yang sedang bersekolah di Jawa, tengah sakit. Kak Rosa selalu update tentang perkembangan muridnya. Suatu hari, aku beranikan diri untuk DM instagram Kak Rosa dan bertanya tinggal di daerah mana Jogjanya. Dan ternyata hanya 15 menit dari kosan. Kasongan dan Rumah Obit? Deket!

Aku tak pernah berpikir ternyata Kak Rosa membuka pintu dan mempersilakan aku kalau ingin main. Padahal aku belum pernah ketemu sebelumnya. Ya, pertemanan kami hanya sebatas media sosial Facebook saja sebelumnya. Awal mula perkenalan pun kami tak ingat.

Akhir Januari, tanggal 31, aku memberanikan diri WA ke Kak Rosa kalau aku mau main ke rumahnya. Sebenarnya, aku rada khawatir kondisi pandemi seperti ini tak banyak orang yang mau dikunjungi. aku takut berkunjung ke rumah orang apalagi ada orang sakit di rumah, takut kalau aku membawa bibit penyakit lainnya yang aku tak tahu datangnya dari mana. Aku cukup hati-hati meminta izin untuk berkunjung. Ternyata Kak Rosa mengizinkan, tapi aku baru bisa setelah wawancara salah satu event Papua sekitar jam 3 sore. Wawancara lancar dan berharap bisa lolos, tapi ya tidak berharap banget, kalau lolos ya alhamdulillah kalau gak ya sudah, kalau jalannya mah akan ada jalan lain untuk bisa ke Papua. Wawancara selesai, tapi hujan deras Gaesss! Ya sudah nunggu hujan reda sambil pesan ayam goreng mbah Cemplung yang ternyata hanya 5 menit dari kosan. Baru tahu saya! >.<

Singkat cerita, aku datang ke rumah Obit. Di sana aku dapat kenalan baru dan inspirasi baru. Untuk pertama kalinya ketemu langsung Kak Rosa. Dan ternyata setelah beberapa hari kemudian setelah pertemuan itu, ternyata kami baru ingat bahwa kami sudah berteman di facebook sejak Mei 2013. Sudah lama ternyata! >.< Aku juga baru ingat, awal-awal dulu kenapa aku add facebook Kak Rosa. Aku kurang ingat, tapi satu hal yang kuingat, salah satu dosenku ada yang pernah bertemu Kak Rosa di Papua dan ada kemungkinan itu salah satu mutual yang kami punya. Dan mungkin juga impianku tentang Papua sedang butuh asupan motivasi dan Tuhan memberi jalan lewat mengenalkan Kak Rosa dengan berbagai tulisan-tulisan menginspirasinya. Coba saja tengok medsosnya atau googling aja Rosa Dahlia, temukan sendiri sekeren apa Kak Rosa dengan berbagai pengalaman-pengalamannya. :)))

2021


Nah, sekarang pertemananku di Jogja semakin banyak. Memang benar ya, orang baik itu akan dikelilingi orang baik juga. Begitulah kukatakan. Kak Rosa orang baik dan dikelilingi orang-orang baik pula. Kebaikannya menular bersama orang-orang di sekitarnya dan aku salah satu orang yang tertular kebaikannya. :)))

Tak hanya itu, aku juga punya murid baru, anak Papua, Yesman namanya, salah satu anak didik Kak Rosa yang disekolahkan di Jawa juga. Yesman anaknya cerdas! Kalau belajar sebentar saja sudah mengerti. "Yes sudah mengerti kah?" "Iya sudah!" Begitulah kira-kira percakapan kami saat belajar.

Hal-hal kecil yang membuat aku terharu. Pernah suatu ketika aku main ke tempat Kak Rosa, kami makan bersama menikmati bakso Pak Koboi. Lalu setelah makan aku berhenti sejenak sebelum berdiri cuci piring. Tak lama Yesman sudah selesai makan dan hendak cuci piring. Tiba-tiba Kak Rosa berkata, "Yes, sekalian piring ibu guru ko cuci yo!" Yesman pun menghampiri Kak Rosa lalu berkata, "Ibu guru belum selesai." Teruslah spontan Kak Rosa bilang, "Ibu guru yang sana ee" sambil mengarah ke aku. Jujur sa senang dipanggil ibu guru. :) Bahagia sesederhana itu, Kawan! Aahh, bahasa sa campur-campur masa peralihan Jakarta ke Jogja dan campur sama bahasa Papua. Duh, maaf!

Dari mengenal kawan-kawan baru di Jogja memberi inspirasi baru untuk mimpi-mimpi sa yang telah mati suri sekian purnama. Ya, impian tentang Papua. Tunggu saja cerita sa selanjutnya. Ceritanya masih panjang... :) Semoga ada jalan untuk mewujudkannya. Aamiin... Semoga semesta mendukung! Terima kasih Kak Rosa yang selalu menginspirasi! Mari memupuk mimpi!

Senin, 01 Maret 2021

#1 Jogja, Aku Kembali!

Kali ini aku kembali untuk jangka waktu yang tak bisa ditentukan. Dulu sering kali aku mengunjungi kota ini untuk istirahat sejenak, bertemu kawan lama, dan juga mampir sebentar untuk sekadar bernostalgia. Terlalu lama di Jakarta membuat aku semakin tak ingin meninggalkannya, semakin lama akan lebih sulit. Dan tak ada alasan untuk pindah ke kota lain atau tempat lain. Begitulah kiranya....

Akhir tahun 2020, aku sempat dilema. Rencana awal ingin kembali pulang ke kampung halaman, tapi ternyata banyak hal yang harus dipertimbangkan ulang. Alhasil, tidak jadi pulang dan menetap di Blora. Pilihan selanjutnya adalah merantau ke Labuan Bajo atau Bali. Sempat bertanya kepada kawan di Bali untuk ukuran kos-kosan dan biaya hidup, tapi entah mengapa belum mantap untuk pindah ke sana. Lalu, salah seorang kawan menawarkan untukku tinggal di rumahnya di Klaten. Sebenarnya sangat enak tinggal di sana, ada ibu dan saudaranya yang sudah aku kenal. Tapi lagi-lagi ada pertimbangan yang membuat aku berpikir ulang. Dan sebaiknya memang pergi ke lingkungan baru yang kita tak kenal siapa pun akan jauh lebih bebas menjadi apa yang kita mau. Ya, itu pilihan kuat yang aku pilih: Jogja!

Tak ada alasan apa pun mengapa memilih Jogja saat itu. Ya, hanya mengikuti kata hati saja. Awal tahun harus punya tempat baru, sesederhana itu. Tak ada rencana apa pun di sana, memikirkan besok akan seperti apa saja tak ada. Aku hanya mengikuti kata hati, pergi kemana kaki ingin melangkah. Itu saja! Untuk kelangsungan hidup, mari kita pikirkan nanti.

Kadang dalam melakukan sesuatu kita tak perlu ada alasan. Biarkan mengalir saja. Dan aku percaya jiwa survival kita akan hidup dengan sendirinya. Itu namanya kita mau tak mau harus memutar otak untuk segala hal ketidakpastian dalam hidup dan secara otomatis kita akan belajar untuk mempertahankan hidup. Ya mungkin masing-masing orang akan berbeda. Mungkin pula karena aku terbiasa dengan hal-hal yang random dan tak terikat, ikuti saja kata hati. Tapi sebagian orang mungkin harus direncanakan secara pasti untuk jalan hidupnya. Senyamannya saja, karena yang tahu tentang kapasitas kita adalah diri sendiri. Walaupun kadang aku random, tapi aku juga sering merencanakan hal-hal tertentu, tapi ya nggak saklek.... hehehe. Ada hal-hal yang perlu direncanakan matang, ada pula yang biarkan mengalir saja sesuai alurnya. :)

Awal-awal di Jogja membuat aku belajar banyak hal. Mulai dari bangun pagi, entah mengapa selalu bangun jam 4 pagi tanpa alarm, terus lanjut seringnya pergi ke sawah buat lihat ijo-ijoan sambil jalan-jalan nyari angin. Terus beli bahan sayur di warung deket kos plus sekalian nyari sarapan jajanan pasar dengan harga terjangkau. Lalu, aktivitas berlanjut nyapu, ngepel seluruh isi rumah, kebetulan aku kos di homestay dengan 3 kamar kosong, sedangkan aku tinggal sendirian, berasa rumah sendiri. :) Ternyata tinggal satu rumah sendiri itu menyenangkan dan yang pasti cocok buat aku yang introvert tingkat tinggi, suka cepat lelah kalau ketemu banyak orang. Dengan tinggal sendiri juga membuat aku senang menikmati waktu-waktu sendiri sebelum berkeluarga nantinya. Lebih mencintai diri sendirilah. Mungkin ini waktu yang tepat untuk mengetahui lebih dalam diri sendiri. Bahkan ketika aku masak pun, aku masak sesuatu yang memang aku pengen, tak perlu memikirkan keinginan orang lain mau makan apa. Mungkin ini juga jadi breaktime buat aku untuk memikirkan diri sendiri setelah selama ini selalu memikirkan orang lain, bahkan lupa tentang diri sendiri.

Walaupun aku lebih suka menyendiri, tapi bukan berarti aku tak punya kenalan baru ya di Jogja. >.< Nah, sebenarnya pertemuan ini tuh random juga tapi aku yakin ini adalah alasan dari Tuhan kenapa aku dibuatkan jalur hidup untuk tinggal di Jogja. Ya, aku bertemu dengan Kak Rosa Dahlia, seseorang yang jiwanya sudah menyatu dengan Papua dan beberapa kenalan lain yang membuat aku semangat lagi untuk bermimpi lagi. Ya, seperti impian-impianku tentang Papua. Kapan-kapan akan aku ceritakan di tulisan selanjutnya ya.

Terus juga impian-impianku yang tak bisa kurealisasikan di Jakarta ternyata bisa terealisasi di Jogja. Seperti berkebun dan punya kucing. Keduanya gagal kurealisasikan saat kos di Jakarta. :) Dan ternyata kosan di Jogja lingkungannya mendukung. Aku menanam bunga dan cabe dan mereka tumbuh subur. Jadi agenda rutin untuk bercocok tanam di kosan. Hehe. Terus lagi pemilik kos mengizinkan aku memelihara kucing. Eh pas banget waktunya tepat, aku nemu kucing item punyanya warung sayur langganan dan malah ditawarin buat bawa pulang anak kucingnya itu. Ya sudah kubawa pulang dan kuberi nama Kuro-chan. Ini juga ceritanya nanti kutulis ya.... :)

Ya begitulah kehidupan baruku di Jogja. Kadang memang kita harus menemukan tempat yang cocok untuk kita menemukan jalan meraih mimpi-mimpi kita. Bermimpi saja dulu, jika gagal bangkit lagi... gagal bangkit lagi... begitu terus sampai Tuhan bosan karena kita tak juga menyerah.... Mari memupuk mimpi!

Jumat, 01 Januari 2021

Kilas Balik 10 Tahun di Jakarta

Hari ini adalah hari terakhir aku di Jakarta sebelum kepindahanku ke kota baru. Tepatnya 10 tahun lebih 100an hari aku berada di sini. Kota dengan beragam kenangan yang kusebut hidup baru. Kota ini juga mengajarkan banyak hal tentang hidup, tentang perubahan jalur kehidupanku dan keluargaku, jalur yang kusebut pembaharuan.

Kesempatan untuk ke Jakarta adalah kesempatan terbaikku untuk mengubah jalan hidupku. Ketika aku diterima di salah satu kampus di Jakarta, secara tak langsung, pola pikir keluargaku pun juga memiliki pencerahan. Jika mungkin orang tuaku dulu berpikir untuk apa anak perempuan berpendidikan tinggi, tapi usai aku mendapatkan mimpiku untuk bisa kuliah, pemikiran kolot itu pun sedikit demi sedikit luntur.


Bahkan, bapakku menjadi sangat mendukung anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dan tak hanya itu, perubahan pandangan terhadap pendidikan juga mengubah keadaan sosial dan ekonomi keluargaku. Dan aku sangat yakin, pendidikan mampu memberi perubahan kehidupan untuk kita.


Aku juga belajar banyak hal. Dulu aku adalah anak yang sangat pendiam, pemalu, dan sangat penakut untuk bertemu orang baru. Dan bahkan di kampus aku butuh waktu 2 tahun untuk menemukan diriku yang sebenarnya. Butuh waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan kota yang jauh berbeda dengan kehidupan desa. 


Ya benar, di kampus itu pula, aku menemukan keluarga baru, kawan baru, pengalaman baru, dan kesempatan hidup yang baru. Keluarga yang mungkin memang benar, kami dipertemukan karena hidup kami sangatlah mirip. Jika ditarik benang merahnya, kami memiliki satu hal yang membuat kami terikat satu sama lainnya walaupun background kami berbeda-beda kota kelahiran. 


Kadang aku berpikir, ketika aku bercerita dengan kawan-kawan sekampusku, kami pasti akan berkesimpulan bahwa karakter yang dibangun oleh kampus itu sama mulai dari seleksi penerimaan hingga kelulusan. Kami berbeda-beda tapi kami memiliki satu kesamaan: nasib.


Ya, bahkan mungkin karakter kepedulian sosialku yang meninggi itu karena di kampus selalu dibangun rasa empati dan beberapa value yang telah menyatu pada diriku saat ini. Belajar di kampus ini juga menjadi jembatan aku mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus.


Seperti kegiatan di dunia seni peran, teater yang bahkan menjadi keluargaku di Jakarta. Kawan baru dari kampus-kampus lain yang entah mengapa ada ikatan tersendiri. Di kegiatan inilah yang mengajarkan pula padaku untuk menemukan diri yang hilang. Jika dulu aku terkenal pemalu dan pendiam, usai kuterjun langsung di dunia teater, akhirnya kutemukan diri yang baru. Diri yang bisa dikatakan selalu ceria dan mungkin ketika kau menemukanku di saat ini kau tak akan menyangka bahwa aku pernah menjadi seseorang yang 180 derajat berbeda dari yang kau temui sekarang. 

Ya, itu karena aku belajar memperbaiki diri di kesempatanku di Jakarta ini. Lalu, aku juga bisa ikut berbagi di beberapa kegiatan volunteer, dari kota satu ke kota lain, dari negara satu ke negara lainnya, semua kesempatan itu kudapatkan di Jakarta. Yang bahkan, beberapa di antaranya, orang yang baru kutemui di perjalanan ternyata menjadi seperti keluarga sendiri. Keluarga yang menjadi tempat berbagi di jakarta ini. Dan satu per satu mimpi-mimpiku tercapai.


Ya, walaupun pada akhirnya tahun 2020 ini mungkin bukanlah tahun terakhirku di jakarta karena mungkin tahun-tahun berikutnya aku kembali ke sini. Tapi setidaknya, 10 tahun cukup untuk hidup di sini dan mari kita mulai kehidupan baru lainnya. Terima kasih Jakarta dan segala dramanya. Terima kasih telah memberikan kesempatan padaku selama 10 tahun ini. Semoga tahun berikutnya menjadi tahun lebih baik lagi. Sampai jumpa lagi, Jakarta, aku akan selalu merindukanmu!


Kamis, 31 Desember 2020

Penutup Tahun: Terima Kasih 2020!

Terima kasih 2020, telah mengajarkan bahwa tak sesuai harapan pun juga tak apa-apa dan banyak berefleksi serta bersyukur pada hal-hal kecil maupun hal-hal sederhana di tahun ini.

Satu hal yang banyak kupelajari di tahun ini adalah tentang mencoba yang terbaik, jika pun gagal ya tak apa-apa setidaknya kita sudah mengusahakan sebaik mungkin. Mari kita perbaiki di tahun mendatang. :)

Surabaya

Tahun ini aku pertama kalinya ke Surabaya dan bertemu teman-teman baru dalam ekspedisi sosial kerelawanan. Di usia saat ini terkadang berpikir lagi untuk berkegiatan sosial yang kebanyakan didominasi oleh pada mahasiswa atau anak-anak baru lulus kuliah. Nah, pengalaman di bulan Januari 2020 membuat aku berefleksi bahwa umur tak akan bisa membatasi kita untuk saling berbagi. Dan menariknya, dari semua peserta saya termasuk orang-orang yang lahir di tahun 90an (aka 1992), sedangkan yang lain 1994 ke atas, bahkan banyak yang lahir di tahun 2000an. 

Saya belajar ternyata untuk menjadi bijak itu tak bergantung pada umur. Seperti saya, di usia saya ini saya masih sering kurang cakap dalam mengendalikan emosi. Kadangkala emosi saya meluap-luap dan sulit dikontrol, terlebih lagi saat saya merasa kesal dengan sesuatu yang tak sesuai rencana atau menghadapi panitia yang menurut saya kurang profesional. 

Semenjak saat itu, saya menjadi belajar ternyata ini adalah kekurangan saya yang seharusnya bisa diperbaiki. Mengontrol emosi menjadi hal penting dalam perjalanan tahun ini.

Bali

Perjalanan kapal dari Surabaya menuju Labuan Bajo sungguhlah punya banyak cerita. Saat kapal bersandar di Bali, ini menjadi perjalanan pertama saya menginjakkan kaki ke tanah Bali, pulau yang pernah menjadi impianku sewaktu SMA karena gagal berwisata ke Bali karena tak punya biaya. Di saat itu pula, impianku itu terbayarkan juga ya walaupun numpang jalan-jalan sekitaran pelabuhan, cukup mengobati mimpi yang pernah karam itu. 

Lalu, saat pulang dari Labuan Bajo, aku memutuskan untuk mengunjungi salah satu keluarga sekampus, Asih, perempuan sederhana kelahiran asli Bali yang baik hati selalu membantuku sewaktu kuliah di Jakarta. Dan ini pertama kalinya aku mengunjunginya dan keluarga kecilnya dengan si ganteng Aska (anaknya Asih). Hampir 5 atau 6 tahun kami tak bertemu lagi usai kepindahannya kembali ke kampung halamannya. Setidaknya beberapa jam bisa tidur pulas di rumah Asih, makan bareng, dan bermain dengan Aska. Perjalanan singkat tapi mengobati rasa kangen! Terima kasih asih dan keluarga, tunggu kunjunganku selanjutnya ya!

Bima

Pulau pemberhentian selanjutnya adalah Bima. Pulau kecil kelahiran kawan sekampus juga, Ratu. Jika ingat Bima, selalu ingat Ratu, kawan sekampus yang menginspirasi dengan berbagai kelebihannya yang menjadi ciri khasnya. Ketika aku mengobrol dengan warga di salah satu museum dekat pelabuhan, aku langsung teringat Ratu dengan logat khasnya. Sayangnya, saat aku berkunjung ke Bima, Ratu sedang berada di Jakarta, tapi tak apa-apa, bisa lain kali kita kembali lagi ke sini. 

Dan perjalanan berhari-hari di kapal, membuat aku dan teman-teman setim kangen masakan darat. Di Bima ini akhirnya kami menemukan yang namanya bakso dan KFC, terasa hepi banget nemu ginian. Hal inilah yang kadang kita lupa bersyukur pada hal-hal kecil. Aku belajar, hal-hal kecil kalau tak disyukuri membuat kita tak bisa mensyukuri hal-hal besar. Mari belajar untuk mensyukuri apa saja yang kita dapatkan dan mengambil hikmahnya saat kita kehilangan sesuatu.

Labuan Bajo

Usai 4 hari 3 malam di kapal dengan berbagai penghidupan laut yang kadang-kadang membuat mual saat ombak datang, tapi membuat bersyukur saat terbit ataupun terbenamnya matahari diiringi lumba-lumba sekampung (saking banyaknya lumba-lumba mengikuti kapal). Pemandangan yang sungguhlah menjadi kenangan tersendiri. 

Di Labuan Bajo ini, aku menemukan keluarga baru, keluarga Bapak dan Mama Hendrikus. Mereka sangat baik kepada kami, sudah dianggap anak-anaknya sendiri, merawat kami beberapa hari saat kami menginap di rumah beliau, mengantar kami ke bandara, membuatkan kami ikan bakar yang sangat enak kepada kami. Semoga Bapak dan Mama sehat selalu ya... Terima kasih sudah baik kepada kami. :)

Satar Lenda

Salah satu desa di Labuan Bajo tanpa sinyal dan listrik ini membuat aku banyak berefleksi dan menikmati hidup. Kadangkala kita perlu meninggalkan gadget dan kembali ke alam. Itu yang aku pelajari di sini. Ternyata kita masih bisa hidup tanpa gadget dan malah membuat aku benar-benar menikmati setiap momen yang ada. Aku lebih banyak menghabiskan waktu berkomunikasi dengan orang-orang baru yang kukenal dan menikmati setiap detiknya. 

Bertemu keluarga Bapak dan Mama Bene yang super baik banget. Sudah seperti keluarga, makan bersama dengan menu sederhana dan momen yang ngangenin. Masak bareng, berkegiatan bareng, dan alam yang sangat cantiknya. Saat malam tiba, terlihat banyak bintang dan kesunyian malamnya memberi ketenangan.

Tak hanya itu, warga Satar Lenda juga sangat baik kepada kami. Kehidupan sederhana yang pastinya aku sangat ingin tinggal lebih lama di sana. Semoga aku bisa berkunjung lagi! Terima kasih keluarga Bapak Bene dan warga Satar Lenda, terima kasih sudah menjadikan kami bagian dari kehidupan di sana.

Satu lagi, ini pertama kalinya aku memasuki gereja katolik dan menyaksikan saudara setanah air melakukan doa. Perasaan yang sulit dideskripsikan yang membuat aku tiba-tiba menangis di sana. Terima kasih atas rasa aman yang diberikan untukku, semoga kedamaian ada di dalam hati masing-masing.

Waerebo

Desa di atas bukit! Perjalanan cukup menghabiskan beberapa jam untuk menaiki bukit dengan medan jalan setapak samping kiri jurang dan banyak pacet. Gerimis kecil mengiringi perjalanan kami. Tapi jangan salah, kau tak akan menyesal saat kau sampai di sini. Desa dengan adat yang masih original dan bangunan yang indah di tengah-tengah bukit. Warga desa yang ramah dan lagi-lagi makanan sederhana yang berasal dari alam yang menyehatkan.

Aku tak pernah terpikirkan sebelumnya, berada di daerah seperti ini dan aku benar-benar menginjakkan kakiku di sini. Ah, Waerebo! Semoga kita bisa bertemu lagi ....

Jakarta

Tahun ini tahun terakhirku setelah 10 tahun berada di sini. Tulisan tentang Jakarta aku akan buat tersendiri ya! Terlalu banyak momen yang ingin kutulis. :)

Satu hal yang pasti, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kosan, kamar 3 m x 4 m, kamar kesayangan! Terlebih saat pandemi ini, aku lebih banyak berefleksi terhadap diri sendiri, belajar banyak bahasa yang ternyata membuat aku bahagia, dan juga meningkatkan kemampuan diri sendiri. Ya, bagi aku yang introvert, berdiam diri di kamar adalah surga daripada bertemu banyak orang seperti di mall. Aku menikmati hari-hariku dengan mengajar online, mengikuti webinar atau kelas-kelas bahasa dan menemukan hobi baruku. 

Banyak hal yang terjadi selama pandemi ini. Aku lebih belajar untuk mengenali diri sendiri. Memberi waktu kepada diri sendiri untuk menemukan hal-hal baru. Ya, terutama memikirkan kebahagiaan diri sendiri karena selama ini aku selalu mencoba membahagiakan orang lain dan lupa akan kebahagiaan diri sendiri. Bagiku, Jakarta adalah kenangan indah yang tak akan pernah kulupakan. Terima kasih Jakarta, sudah membawa aku sejauh ini. Memberi coretan indah pada sejarah hidupku. Terima kasih 10 tahun ini, aku pasti akan merindukanmu!


Semoga tahun 2021 menjadi tahun yang lebih baik lagi. Terima kasih 2020 dan selamat datang 2021!

Selasa, 22 Desember 2020

Temukan "Home-mu" Sendiri!

 Apa yang kau cari saat pulang? Apakah rumah yang kau tuju sebuah "home"? Atau hanya bangunan "house" saja? Pernahkah kau rindu untuk pulang? Rindu!

Itu yang kurasakan. Rencana kepulanganku setelah merantau 10 tahun kini hanyalah sebuah rencana. Kepulanganku harus kutunda dengan berbagai alasan. Kerinduanku pada kampung halaman, kini hanyalah sebuah angan. Aku kehilangan "home-ku" yang sejak dulu selalu kurindukan!

Dan kehilangan kampung halaman membuatku sedikit terombang-ambing di tanah perantauan. Seperti tak ada lagi tempat untuk pulang. Apakah aku terlalu lama hidup di dunia perantauan, sampai-sampai jalan pulang semakin sulit kuputuskan? Entahlah.... Hal pasti yang kupertimbangkan adalah jalan hidup ibu yang ia pilih sendiri tanpa mempertimbangkan anak-anaknya. Dan kadang tindakannya membuat aku harus memutar otak untuk mendapatkan solusi sendiri. Kadang tindakannya membuat aku juga menunda langkah-langkah rencana hidupku sendiri. Aku tak bisa menyalahkannya, tapi mungkin ini jalan terbaik. Tuhan berencana agar aku belajar banyak hal, membiarkan aku menjadi semakin dewasa untuk menghadapi permasalahan ke depan, seharusnya ini adalah jalan untukku belajar, bukan untuk mengeluh! Ya, jangan mengeluh!

Mungkin aku kehilangan kampung halamanku sendiri, tapi bukan berarti aku tak punya kesempatan untuk kembali. Mungkin saat ini jalan terbaik adalah mendapatkan kampung halaman sendiri. Ya, "home-ku" sendiri!



Rabu, 16 Desember 2020

Bukan Perpisahan (Terakhir)!

Menghitung hari, menunggu waktu itu tiba: sebuah perjalanan baru. Bulan ini adalah bulan terakhir aku di Jakarta. Tiap harinya seakan membuat aku ingin mengunjungi semua tempat yang pernah kukunjungi, hanya sebatas mengenang. Entah kapan lagi aku akan bisa kembali ke sini. Kenyataannya, aku mungkin tak akan kembali lagi. Itu rencanaku, entah rencana Tuhan. Keputusanku bulat, aku harus meninggalkan Jakarta untuk kembali sejenak ke kehidupan baru dan lantas mempersiapkan perjalanan selanjutnya. 

Mungkin tempat ini terlalu nyaman untukku selama 10 tahun terakhir. Tempat yang memberi banyak perjalanan hidup tentang karir, kesempatan, kerelawanan, cinta, kekecewaan, kebahagiaan, kenyamanan, dan tentang hidup. Semua kualami, menjadi dewasa cukup sulit tapi ketika kita jalani kerumitan itu memiliki arti.

Terima kasih Jakarta dan semua orang-orang yang pernah kukenal selama aku hidup di sini. Terima kasih sudah memberi warna tentang apa arti hidup sebenarnya. Dan mari melanjutkan perjalanan baru!

Rabu, 25 November 2020

Terima Kasih Guru Kami

Setelah hampir tak berpuisi lagi selama 6 tahun, akhirnya aku menulis lagi....
Ini puisi pertamaku di tahun 2020 untuk memperingati Hari Guru Nasional. Teruntuk seluruh guruku, terima kasih telah memberi kesempatan untukku mengenyam pendidikan terbaik di negeri ini. Terima kasih telah mengubah hidupku menjadi lebih baik. Sukses selalu untuk guru-guruku!

Puisi ini kupersembahkan untukmu, Guruku!





 

Selasa, 31 Desember 2019

Dear 2019, Terima Kasih!

Terima kasih Tuhan sudah memberi kesempatan untuk saya hidup hingga akhir tahun ini. Terima kasih sudah memberi takdir terbaik untuk saya. Semoga saya menjadi diri yang lebih baik dan tetap belajar di jalan-Mu untuk memperbaiki diri. Aamiin.


Untuk tahun 2019, terima kasih banyak sudah memberikan banyak pembelajaran di tahun ini. Terima kasih sudah menemani saya di saat up and down dalam kehidupan, rutinitas, kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, dan kesalahan untuk perbaikan diri. Terima kasih!



India



Negara tujuan pertama yang aku singgahi di awal tahun 2019. Terima kasih telah memberi kesempatan saya untuk merasakan bagaimana perjalanan kereta, ngejar kereta, pindah gerbong, dan kehebohan kereta di hari-hari di India. Terima kasih juga untuk Lachung, Sikkim, Gangtok, tempat-tempat manusiawi di India. Pertama kali merasakan tiduran di salju, pegang salju, menahan dinginnya salju, dan satu lagi jalanan yang membuat perut terasa tak enak akibat mabok jalanan. Pertemuan dengan orang-orang baik di kereta dan di lokasi-lokasi kunjungan kami. Terima kasih!



Vietnam



Negara kedua kunjungan saya di tahun 2019. Negara ini juga tak ada di daftar mimpi saya tahun ini. Tapi sepertinya Tuhan memang punya jalan agar saya bisa belajar banyak hal dari sini. Terlebih bagaimana saya bisa menjaga hati. Terima kasih cerita indah di Hoan Kiem Lake. Sampai lebih dari 4 kali saya mendatangi lokasi ini. Terima kasih juga atas pertemuan dengan orang-orang baik di Vietnam, anak-anak yang ngangenin, dan tim kerja yang membuat saya menemukan keluarga baru. Terima kasih Vietnam Summer Camp!



Tana Toraja


Terima kasih RuBI Toraja sudah memberi kesempatan kepada saya untuk berbagi ilmu dengan kawan relawan dan guru-guru di pedalaman Sulawesi. Aku jadi termotivasi kembali untuk bermimpi menjadi seorang pendidik di daerah pedalaman. Maaf belum bisa mewujudkan, tapi suatu saat nanti, saya akan lebih berjuang lagi. Ini pertama kalinya, saya berkunjung ke daerah timur Indonesia. Semoga bisa sampai ke Papua. Aamiin.

Semarang - Pati


Tak pernah terbayangkan, saya bisa datang di kota ini seorang diri. Mengikuti beberapa rangkaian acara pernikahan adat jawa yang sederhana seorang kawan. Terima kasih sudah menguatkan saya untuk tetap tegak berdiri! Dan saya belajar suatu hal yang akan saya gunakan untuk memperbaiki diri.



Blora



Pada akhirnya, saya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Usai saya melanglang buana ke berbagai kota maupun belahan dunia lain, Oktober lalu hati saya terketuk untuk kembali membangun Blora, kota kelahiran saya. Sudah saatnya kaki ini kembali ke ibu pertiwi untuk tetap kokoh berdiri di negeri orang. Terima kasih KI Blora 3, kawan-kawan yang mungkin saya hanya menjadi silent reader di grup WA. Terima kasih sudah menginspirasi!



Wonosobo



Perjalanan dadakan yang membuat saya pegal-pegal tapi mengasyikkan. Sudah lama tak merasakan sensasi naik bis lebih dari 10 jam. Terima kasih sudah menjadi bagian perjalanan akhir tahun saya! Terima kasih Malikha dan keluarga, tuan rumah yang rela bangun pagi demi menjemput kami di pagi buta nan dingin!



Dieng



Sudah lama tak trip naik motor. Dan kali ini, perjalanan panjang dengan jalur berkelok-kelok melewati bukit, kabut, dan hujan mengendarai motor bergigi, yang membuat saya agak kagok dalam menyetir motornya. Lalu, danau cantik lokasi tidur paling nyaman. Ada kebebasan di sana! Bukit cantik nan dingin dengan bunga-bungaan indahnya. Terima kasih!



Jogja



Jogja selalu menjadi kenangan indah dalam setiap kunjungannya. Kota pertama yang aku kunjungi dengan perjalanan terjauh saya usai SMA. Bahkan ada perjuangan seleksi beasiswa Sampoerna School of Education pun ada di sana. Jogja selalu menjadi lokasi yang akan selalu saya kenang dan simpan di hati. Dan kesempatan kali ini, pertemuan kawan lama usai hampir 10 tahun tak bertemu pun dipertemukan di sana. Berbagi cerita dan pengalaman, bertukar pikiran-pikiran kerennya, dan satu lagi menikmati angkringan hingga larut malam. Sepertinya, itu impianku 12 tahun lalu, saat saya masih duduk di bangku SMP. Dan tetap dengan orang yang sama seperti doa-doaku 12 tahun yang lalu. Terima kasih En, sudah mengajak jalan-jalan walau sebenarnya kau lelah. Terima kasih sudah mengajari tentang arti pengabdian negeri. Dan kekagumanku 12 tahun yang lalu tetap sama seperti kekagumanku padamu saat kita bertemu. Tak ada yang berubah! Dan pada akhirnya, pendidikanlah yang mampu mengubah hidup kita.... Terima kasih sudah mengantarkan ke penginapan. Sepertinya, aku selalu kalah denganmu! Dari dulu kau memang juara! Hahaha, tapi aku tak mau kalah ya! Kita bisa bertanding di Math, kau menang untuk hal kehidupan, tapi aku akan menang untuk hal matematika! Mari bertanding! Terima kasih menutup 2019 dengan begitu indahnya....

Semoga tahun 2020 menjadi tahun yang lebih baik. Aamiin.


Kamis, 28 November 2019

Payung, Tak Ada Deramak Tak Sayang

Kadang hidup tak harus lurus terus, kadang belok pun tak masalah, asal bisa mengontrol diri untuk kembali ke jalur yang benar. Kadang kita berbuat salah pun tak masalah, asal bisa memperbaiki kesalahan dan tak mengulangi kesalahan yang sama. Itu akan membuat kita lebih bersyukur dan tak merasa diri selalu paling benar. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan selama hidupnya.... Begitu pula denganku....

Minggu-minggu belakangan ini, aku sedang banyak pikiran. Masalah keluarga di kampung, tentang ibu, dan tentang segala macam kehidupan. Bahkan, aku lupa mengurus diriku sendiri. Tanpa semangat untuk hidup, banyak mengeluh, tak betah di Jakarta, dan lebih banyak waktu kuhabiskan untuk tidur sepanjang hari. Aku hanya merasa bahwa aku benar-benar sendiri memikirkan semuanya dalam satu waktu. Akibatnya, kesabaranku telah mencapai puncak dan aku sedang tak bisa berpikir apa pun itu. Aku sedang tak baik-baik saja.

Aku tak tahu, emosiku menjadi sangat tak stabil. Apa pun yang menggangguku, pasti akan kumarahi entah siapa pun itu. Bahkan saat Novi kirim makanan lewat Gojek, aku yang kurang tidur semalaman gara-gara terus nangis sedih melihat keadaan dan tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kosan berkali-kali. Sontaklah aku marah. Katanya dari gojek. Langsung kuteriaki kalau saya tak pesan gojek. Ternyata itu kiriman Novi. Akibatnya, Novi kena marahanku juga. Maafkan aku ya Novi! Makasih bubur ayamnya.... :) Tak hanya itu, kucing Si Belang yang biasa kukasih makan pun ikut kena marah, usai semalaman dia dan anaknya mengeong tak henti-henti di lantai 2, kutak bisa tidur. Lalu, kubawakan ganggang sapu, kaburlah mereka. Dan aku memang butuh teman cerita dan bisa kasih masukan tentang apa yang harus aku lakukan. Benar-benar stuck di posisi yang sama dengan ketidakstabilan emosi. Ah, harus kuat! 

Hari selanjutnya, aku mengagendakan untuk bertemu Abang-Abang Payung. Kupikir curhat dengan mereka, mungkin akan lebih berkurang beban pikiran. Beruntungnya, semua bisa datang. Bang Iban sedang di Jakarta, biasanya di Bandung. Bang Ferari, biasanya sibuk kerja, malam itu dia pulang cepat. Bang Endo yang sibuk menggemukkan diri juga ikut. Aku cerita panjang tentang yang aku alami dan mungkin mereka pusing tentang segala deramak keluargaku yang tak kunjung usai. Mereka menyarankan kalau saat ini aku harus fokus ke kesehatan ibu. Abaikan segala macam deramak lain. Baiklah....

Makasih ya abang-Abang Payung... Bang Iban, Bang Ferari, Bang Endo :) :) :) Laffttt dehhh! Makasih supportnya juga untuk Kak Eceul yang lagi di Finland, Kak Sasa yang suka ngingetin, sama Kak Sao yang di Jogja.... Tetep ya kalian selalu kurindukan! Walaupun udah sibuk sendiri-sendiri, tapi kalian tetap menjadi bagian hidupku.... :'')

Perlukah kubikin deramak lagi biar kita kumpul2 lagi? Hahaha... Enggak ding, kita jalani aja kehidupan ini dengan selalu berusaha untuk bahagiain diri sendiri. Walaupun hidup itu ternyata berlika-liku. Dan mungkin ini alasan Tuhan kita tetap bertahan di kehidupan saat ini. Terima kasih banyak.... Tetap menjadi kakak-kakak panutanque ya Payung Syantiek.... Tetap jadi diri sendiri dan humble.... Kubahagia bisa mengenal kalian semua.... Kadang kekocakan dan keseriusan pun menjadi satu kemasan yang membuat kita bahagia. Perlu ada orang-orang seperti kalian di dunia ini... Agar hidup tetap berwarna....


Dari Instagram Bang Ferari





Dari Instagram Bang Ferari tapi kumodifikasi :)





Dari Instagram Bang Ferari





Video Payung Berlayar Bersama KIJP Sebelum Banyak Deramak!





Video Payung Usai Berlayar KIJP


Senin, 25 November 2019

Tentang Ibu!

Kau bilang, kau baik-baik saja. Tapi sebenarnya, kau tak sedang baik-baik saja!
Kau bilang, kau tak sedih. Tapi, diam-diam kau menangis!
Kau bilang, kau kuat. Tapi, kau sebenarnya rapuh!
Kau bilang, kau bahagia. Tapi, kau menyembunyikan banyak hal di balik senyummu!

Maafkan aku! Terlalu banyak hal yang kau pikirkan. Kau selalu menyembunyikan sedihmu, sakitmu, dan rasa kecewamu! Maafkan aku telah egois menganggap semua baik-baik saja. Maafkan aku, Ibu!


Minggu, 24 November 2019

Rinduku Untukmu, Pak!

Dear Bapak,
Untukmu yang selalu kurindukan!

Apa kabar? Kuharap kau selalu baik-baik saja. Aku merindukanmu, Pak! Bolehkah kubertemu lagi denganmu? Aku ingin bercerita tentang banyak hal.

Pak, sekarang aku sudah bisa cari uang sendiri, sudah mandiri, sudah tak menggantungkan diri ke siapa pun lagi. Ya, anakmu sudah bisa hidup sendiri dan membantu ibu. Apa kau kangen ibu, Pak? Sudah hampir 5 tahun semenjak kepergianmu, banyak sekali kejadian-kejadian yang harus kami lalui dan aku belajar banyak hal. Pak, apa kau bahagia melihatku sekarang? Atau mungkin kau sedang kecewa? Aku sedang berusaha sebaik mungkin untuk ibu. Tapi mungkin memang masih banyak kekurangan. Maafkah aku.

Pak, aku bingung mau memulai dari mana. Saat ini aku merasa sedih. Aku merasa begitu rapuh. Kadang aku berpikir, apakah benar jalan hidup ini begitu sangat sulit? Aku tak tahu....

Pak, bolehkah aku sedikit cerita tentang ibu? Hari ini aku baru mendengar kabar tentang ibu. Rambutnya rontok, benar-benar botak. Aku menangis saat itu juga. Aku tak tahu tentang apa yang terjadi. Katanya sudah 2 minggu ini rambutnya rontok parah. Dan tak ada seorang pun yang berani mengatakannya kepadaku, bahkan adik-adikku. Apakah keberadaanku yang jauh dari keluarga membuat aku harus terlambat mendapat kabar apa pun? Kuharap tidak! Ini hanya menyoal kondisi dan keberadaan. Kuharap mereka tak menganggapku sebagai anak kecil lagi. Semoga ibu baik-baik saja!

Pak, kadang aku ingin menyerah saja, tapi aku tak bisa. Kadang aku merasa gagal menjadi anak pertama, menggantikanmu menjadi tulang punggung keluarga. Apa kau akan marah padaku? Apa kau akan memukulku dengan sandal seperti saat aku turun peringkat di sekolah dasar dulu? Maafkah aku!

Pak, kadang aku mempertanyakan pada hidup ini, mengapa aku memiliki ayah tiri, seseorang yang bukan siapa-siapa, tapi masuk dalam kehidupanku, membuat begitu banyak masalah yang harus mau tak mau aku yang menyelesaikannya. Pak, sampai kapankah semua masalah itu usai dan kami bisa hidup lebih baik lagi? Sebenarnya apa rencana Tuhan saat ini, Pak? Maafkah aku akhir-akhir ini aku suka mengeluh! Aku sedang lelah....

Pak, ingatkan aku untuk selalu mendoakanmu. Ingatkan aku semoga aku kuat menjalani ini semua. Aku akan selalu menjaga ibu. Maafkan aku!

Semoga kau baik-baik di sisi Allah. Maafkan aku yang banyak salah sehingga mempersulit dirimu. Sampai bertemu lagi, Pak!

Dariku, yang selalu merindukanmu!
Love you, Pak!

Sabtu, 16 November 2019

Tentang Prioritas

Banyak hal yang harus dipikirkan dan harus dilakukan kali ini. Ada hal prioritas untuk diri sendiri dan hal prioritas untuk orang lain. Kalau kata teman saya, "Sebelum bahagiain orang lain, kita harus bahagia terlebih dahulu." Ya, benar! Jadi saya harus membuat prioritas untuk diri sendiri dan orang lain.

Memulai kembali menentukan mimpi-mimpi ke depan. Rasanya seperti dejavu. Apa yang saya lakukan dahulu rasanya terulang kembali. Saat impian begitu kuat dan keyakinan hati sehingga takdir saya seperti saat ini. Apakah saya harus mengubahnya lagi? Sepertinya memang sudah saatnya saya harus memulai hal baru. Hal yang mengharuskan saya melangkah lebih jauh dari titik saat ini. Saya akan berjuang lebih lagi!