Senin, 20 Juni 2016

Sampai bertemu lagi Asih!

Jadi inget saat pertama kali ke Jakarta hampir enam tahun yang lalu. 


Anak kampus yang pertama kali menjemput dan menyambutku adalah Asih, kawan dari Bali yang sama-sama nyasar ke Jakarta, keluarga seperjuangan seleksi di Jogja hingga akhirnya bertemu kembali di Jakarta, sama-sama anak kampung yaaaa. :') 


Kau menyambut kedatanganku di masjid Mampang yang lokasinya berseberangan dengan makam. Kau mengizinkan aku untuk melepas lelah di kosanmu. Lalu, kita sama-sama nyari kos, menyusuri lorong-lorong Mampang dengan penuh perjuangan. Dari siang sampe sore, akhirnya nemu kosan 400ribu di lantai 2. Kos pertama yang kutempati di Mampang, di Jakarta. 


Kita suka belanja bulanan bareng di Giant seberang pasar Mampang. Kita suka berangkat bareng di kampus mungil SSE kebanggaan kita.

Belajar bareng, main bareng *kadang2 sih, sekelas terus dari semester 1 sampai KKN juga bareng.

Kini kau kembali ke kampung halaman untuk mengemban tugas baru! Meraih mimpi dan jalan masing-masing. Biar cerita kita tak berakhir. Hati-hati di jalan. Sukses selalu! 


Aku akan main ke Bali ntar.... Thanks Asih... 19/6/2016





Indahnya Perbedaan

Perbedaan itu membuat kami saling mengerti dan mengasihi.

Hari ini saya belajar banyak tentang sebuah perbedaan. Siang tadi, saya berkunjung ke kosan kawan seperjuangan saat kuliah. Namun, ternyata dia ada jadwal ke Pura sebelum berangkat ke Bali. Kawan saya beragama Hindu. Saya memutuskan untuk menghampirinya di Pura tempat dia sembahyang. Tepatnya di Pura Rawamangun.

Saya berangkat jam setengah duabelas dari Pancoran naik Trans Jakarta (TJ) ke arah UKI. Penumpang TJ yang saya naiki lumayan sepi. Hanya beberapa bangku yang terisi, mungkin kalau mau bisa pindah-pindah tempat duduk kali ya.... Mungkin karena hari Minggu juga, tak terlalu ramai. Dari halte UKI, saya transit arah Tanjung Priok. Nah, dari sinilah kerasnya Jakarta dimulai. Antrian cukup panjang dan bejubel di pintu arah Tanjung Priok. Benar kata kawan saya, jam siang entah hari libur atau hari kerja, TJ arah Tanjung Priok itu selalu penuh. Nggak bohong ternyata. J Haha.

Setelah lima belas menit menunggu, TJ pun datang dan orang-orang pun berebut masuk. Petugas TJ mengingatkan penumpang untuk berhati-hati dan mengingatkan kembali arah tujuan Tanjung Priok. Saya pun memasuki TJ dengan hati-hati sambil mencari pegangan. Ini nih yang kadang membuat saya tak suka naik kendaraan umum. Kalau berdiri, pegangannya cukup tinggi sehingga membuat tangan saya menggapainya dengan cukup usaha keras. Maklum, saya tak cukup tinggi untuk itu. Alhasil saya memegang tiang agar lebih efektif. TJ pun penuh. Saya mengamati sekitar. Tiba-tiba petugas mengingatkan penumpang laki-laki yang berada di area wanita untuk pindah ke area belakang. Bahkan ada peringatan kalau masih ada penumpang laki-laki yang masih di area wanita, bus tidak akan jalan. Ada peningkatan pelayanan ternyata, sudah lama tak naik TJ. J

Selang beberapa menit TJ dijalankan, tiba-tiba ada penumpang menanyakan apakah melewati ---- *saya lupa nama tempatnya, kepada petugas. Sontak petugas menjawab dan mempertegas kalau tadi dia sudah bilang ini arah Tanjung Priok, artinya si penumpang tadi salah naik. Menurut saya, jawaban spontan petugas tersebut cukup tak mengenakkan dengan menyebutkan kalau ini arah Tanjung Priok dengan nada yang bisa dibilang kesel. Lah, saya sering kayak si penumpang ini, tak tahu jalan, lokasi, dan kawan-kawannya, apakah TJ ini melewati tempat tujuan atau nggak, kurang paham. Mungkin si penumpang juga kelewat sih, nanya setelah sudah naik. Ya salah naik, harap maklum. Tapi, satu hal yang membuat saya salut dengan petugas ini adalah usai berkata itu, dia menjelaskan dan memberi arahan dengan baik kepada si penumpang untuk tempat tujuannya. Petugas ini juga memperhatikan penumpangnya. Sesekali dia mengamati dan menengok penumpang dari depan ke belakang, mungkin untuk memastikan kami – si penumpang dalam kondisi baik-baik saja. Lalu, saat ada ibu-ibu naik bersama anak-anak mereka, petugas ini langsung sigap mengumumkan ke penumpang yang duduk untuk memberikan tempat duduknya kepada ibu-ibu tadi. Lagi-lagi petugas ini memberi kenyamanan untuk para penumpang.

Sepanjang perjalanan TJ, satu hal yang terbesit di kepala saya adalah tentang “komunikasi”. Ya, dengan komunikasi yang baik akan terjadi interaksi yang baik pula. Contoh sederhananya, saat kita menginginkan sesuatu, namun kita hanya diam dan tak mengomunikasikan dengan yang lain, mungkin orang lain juga akan diam karena tak tahu apa yang sedang kita inginkan. Begitu pula sebaliknya. Komunikasi yang baik diperlukan untuk menbuat hidup lebih selaras dan damai.

Sebenarnya, ketika saya berada di angkutan umum, saya suka mengamati dan di saat inilah otak sepertinya produktif sekali. Harus segera ditulis, kalau tidak pasti hilang. Tapi hari ini, memori saya menyimpannya dengan baik sehingga saya bisa kembali menulis. Haha. Oke, balik lagi ke TJ. Banyak hal yang dipikirkan, jadi muter-muter nulisnya. Akhirnya, saya sampai di halte Kayu Utan. Saya langsung menghubungi kawan saya. Ternyata dia masih lumayan lama dan baru mau sembahyang di Pura. Ini pertama kali saya berkunjung ke Pura Rawamangun. Lokasinya pun saya kurang tahu. Kawan saya ini memberi arahan dan dia akan menjemput di deket pom bensin. Selang beberapa menit, dia melambaikan tangan dan kami bertemu kembali setelah awal Juni lalu kami bertemu di bakmi GM. Kami berjalan menyusuri tepi jalan yang cukup ramai. Ternyata lokasinya tak jauh dari jalan raya. Dan sampailah kami di Pura Rawamangun.

Ya, pertama kali saya mengunjungi Pura Rawamangun. Di sana ramai pemeluk Hindu sedang beribadah. Ada juga kantin dan pedagang menjajakan makanannya, dari mulai jajanan kue cubit, gorengan, aneka minuman, sampai makanan berat, dan ada juga souvenir. Well, hari ini puasa. Kawan saya sudah berkali-kali minta maaf kepada saya karena mengajak saya yang sedang berpuasa ke area banyak makanan dan orang makan. Saya bilang tak apa-apa. Ya, memang tak apa-apa, saya tak akan terpengaruh kok. J Akhirnya, saya bertemu dengan tiga teman baru. Teman kawan saya, sama-sama anak perantauan dari Bali. Lalu kami mengambil beberapa foto bersama dan mereka bersiap-siap untuk sembahyang. Saya pun izin untuk sembahyang, tapi beda lokasi. Hehe. Di sebelah Pura Rawamangun, dibangun masjid kokoh kalau tidak salah namanya masjid kampus At Taqwa, kalau tak salah ingat. Di saat mereka sembahyang di Pura, saya pun bergegas pergi ke masjid untuk sembahyang.

Satu hal yang saya pelajari lagi. Hidup berdampingan dengan segala perbedaan tapi mendamaikan. Masjid dan Pura berdampingan, masjid dan gereja berdampingan, dan hidup damai. Walau kami berbeda agama, kami tetap hidup berdampingan dengan damai. Ah, damai itu indah ya! Seusai kami sembahyang sesuai kepercayaan masing-masing, kami melanjutkan perjalanan ke kos kawan saya, hanya tinggal saya, kawan saya, dan satu temannya. Sepanjang jalan, kami berbagi cerita ringan. Cerita tentang Bali, sapi, Pura, beras di dahi seusai sembahyang, masjid dan adzan di Bali, makanan, rumah, berbagai hal tentang Bali. Tak terasa waktu yang hanya kurang dari setengah jam itu memiliki banyak cerita. J

Sesampainya di kosan kawan saya, lanjut beres-beres. Cek semua barang bawaan dan terpenting kosongi kamar kos dari sampah-sampah. Ternyata cukup ribet ya kalau pindahan gini. Banyak barang bawaan. Padahal sudah ada yang dikirim lewat paket, tapi tetep banyak sisanya. Hahaha. Ya iyalah, kawan saya ini kan sudah nggak kos lagi di Jakarta, mau balik lagi ke Bali. Kapan-kapan saya main ke Bali ya.... >.< Yah, apalagi saya kalau pindahan? Hampir enam tahun barang kepemilikan makin menumpuk. Well, kami melanjutkan perjalanan menuju bandara Soeta.

Yuhu, jalan tol lancar jaya. Saking lancarnya dan jalanan lurus, sopir Grab car-nya sampai bilang mengantuk. Bapak sopirnya mengaku belum tidur dari kemarin. Lah, sama Pak, saya juga semalem nggak tidur. >.< #Ngeronda, boong ding. Haha. Sepanjang perjalanan saya dan kawan saya ini pun mulai mengenang kembali masa kuliah dan masa merantau di Jakarta. Indah ya masa-masa dulu, tapi lebih indah saat ini karena kita telah melewati masa-masa indah itu. Tak terasa perjalanan hanya setengah jam. J Kami tiba di bandara Soekarno-Hatta.

Ini pertama kali saya ke bandara Soeta terminal 3 domestik. Haha, maklum nggak pernah mudik atau pergi-pergi naik pesawat. Kadang pengen sih sesekali ke Soeta hanya untuk mengamati penerbangan domestik. Ya, siapa tahu kapan-kapan ke luar pulau naik pesawat. Duh, kampungan banget ya? Ya maklum, memang anak kampung. Naik pesawat adalah hal yang mewah. Saya pun mengikuti kawan saya pergi. Pokoknya ikut dulu. Haha. J Nggak papa kan ya anak kampung belajar naik pesawat. >.< Buat sekadar tahu dulu saja, kapan-kapan ilmunya kepakai. J

Akhirnya, kami menunggu di ruang tunggu. Berhubung kami datang lebih awal, kami pun mengisi waktu dengan bercakap-cakap ringan, mengamati sekitar, atau cek baterai Hp, sesekali tetep narsis, berfoto. Saya belajar tentang saling menghargai. Di saat waktu sholat, kawan-kawan saya ini memberi izin dan membantu mencarikan mushola. Dan perlu diketahui, saya hampir nyasar nyari musholanya. Saya sudah mengikuti petunjuk arah, tapi tiba-tiba saya kehilangan petunjuk arah yang lain. Saya tak menemukan mushola! Well, spasial saya buruk sekali. Untung ada petugas, saya pun bertanya letak mushola. Dengan kocaknya, si petugas menyuruh saya berbalik badan untuk tahu arah mushola. Awalnya, saya benar-benar heran maksud petugas ini. Saya mencari petunjuk arah, tapi saya hanya menemukan orang-orang sedang duduk di kursi tepi tembok, lalu lift kecil, tanpa ada tanda-tanda mushola. Dengan sotoy, saya mendekati saya, sok-sok sudah tahu letak mushola. Setelah lebih dekat, ternyata tulisan Mushola berada di pojok dan membuat saya heran. Lah, pintu masuk musholanya lewat mana? Itu pertanyaan baru yang muncul di pikiran saya. Semakin saya mendekati, semakin saya heran, ya jelas saya bingung, tak ada tanda-tanda pintu. Kalau dari jauh, posisi pintu seperti sudut ruangan mentok tembok. Serius! Apa minus saya nambah? Duh, benar-benar membuat saya terlihat sangat tak berpengalaman. >.< Tak apalah, namanya juga pertama kali. Buat pengalaman, lain kali saya lebih mengerti lagi.

Seusai sholat, saya kembali ke tempat tunggu. Saya tahu, pasti kawan-kawan saya ini sudah lapar belum makan. Tapi berhubung saya puasa, mereka menghargainya. Padahal kalaupun mereka makan tak apa-apa. >.< Akhirnya, mereka ikut menunggu sampai buka puasa. Lima menit sebelum buka, kami pun memesan tempat di lagi-lagi bakmi GM. Haha. Kayaknya bersejarah banget ya Bakmi GM itu. >.< Saya rasa ini indah. Hidup damai berdampingan dalam perbedaan.

Setelah makan, kawan saya bersiap untuk check in bagasi. Saya izin lagi buat sholat. Tak nyasar lagi, yup, berasa cerdas kali ini. Hahaha. Nah, ini ada kejadian lagi kocak plus-plus sih. Setelah sholat, saya ingin cuci tangan di tempat wudhu. Nah, karena tak hati-hati ternyata karpet yang saya injak licin. Terpelesetlah saya, jatuh hampir rebahan. Untung hanya basah sedikit. Lumayan tas saya basah luarnya. Untung saja ada dua orang di ruang wudhu membantu saya bangun. Saya kaget sih, lumayan gemeteran, tapi kocak juga. Ya, bersyukur nggak parah jatuhnya. Indah ya, kalau setiap orang punya rasa peduli, rasa kasih sayang, rasa menghormati, rasa kebersamaan, rasa saling menjaga walau hal-hal yang kecil. Itulah pembelajaran kejadian ini, berhati-hati dan saling menjaga kenyamanan tempat umum.

Lanjut lagi ya, ternyata sudah empat halaman saja. Tak terasa nulisnya. Kembalilah saya ke tempat tunggu. Kawan saya tinggal menunggu check in. Saya mengantarnya sampai di antrian loket. Barang bawaan aman. Kami berpelukan, peluk bahagia karena kami yakin kami akan berjumpa kembali membuat cerita indah lebih dari hari-hari sebelumnya. Saya melihatnya dari kejauhan hingga tak terlihat lagi. Saya kembali menemui kawan satu lagi di ruang tunggu. Kami tak bergegas pulang. Kami masih duduk di tempat yang sama. Kami pun membuka perbincangan ringan tentang kehidupan di Jakarta, sama-sama anak rantau. Mulai dari pekerjaan, makanan, pergaulan, konser Bentara Budaya, sampai perbincangan yang seru tentang dunia malam dan dunia nikah kontrak di Jakarta. Well, sepertinya saya harus banyak baca lagi biar update informasi. Dia baru tiga tahun di Jakarta sudah luas pengetahuannya tentang Jakarta, sedang saya sudah hampir enam tahun kurang update. Hahaha. Ini salah satu manfaat juga tentang komunikasi yang baik. Tak ketinggalan informasi. J

Kami pun pulang ke kos masing-masing naik Damri. Ini pertama kalinya saya naik Damri. Serius. Hahaha. Yang penting pernahlah ya sekarang. Saya ambil Damri arah Pasar Minggu turun di Pancoran. Nah kocak lagi jalan hidup saya, saya salah turun. Saya turun di flyover Pancoran, padahal kalau mau lebih dekat turun di Perdatam, tapi ya sudah. Pasti ada hikmahnya dan memang benar. Lama sekali saya tak jalan kaki jarak jauh semenjak ada si PY. Saya menyeberang jalan lewat zebracross. Nah, kalau dari arah manggarai ke arah Pasar Minggu di bawah tugu Pancoran kan nggak ada zebracross. Ya sudah saya nyebrang setelah lampu arah Pasar Minggu hijau. Ini nih jalanan. Saya berada di tengah-tengah pengendara motor yang melintas. Saya mencoba jalur yang lebih tepi, ya begitu susah nyeberangnya. Pengendara motor seram uey. Jadi mikir, apa saya juga gitu saat mengendarai motor? Wah, refleksi diri! Lanjut, lampu merah dekat halte TJ. Lampu lalu lintas arah Mampang pun merah tandanya kendaraan berhenti. Berarti arah Pasar Minggu bisa jalan. Saya menyeberangi zebracross. Baru kali ini merasa nyaman saat menyeberang karena semua kendaraan berada di belakang garis marka jalan. Hanya ada satu mobil sih tadi yang mungkin kelewat dikit atau tak sempat mengerem, tapi sudah diurus sama polisi. Pasti menyenangkan kalau setiap orang peduli dengan peraturan lalu lintas.

Perjalanan kaki saya belum selesai sampai di sana, saya melewati jalur favorit saya MBP. Ya, karena itu jalur terpendek yang bisa saya lalui. Selain itu, ada banyak kenangan di sana, kampus saya berdiri. Menelusuri jalanan itu membuat saya kembali ke masa kuliah. Setiap sudut bangunan ada kenangan dan pembelajaran. Jadi ingat Gazebo tempat kami sering diskusi di sana. Diskusi apa saja, makan siang bareng, bikin project bareng, atau hanya sekadar melepas lelah di sana. Tempat-tempat di kampus adalah favorit saya semasa kuliah, tapi kadang kalau bosen pindahlah tempat favorit saya adalah kosan. Hahaha. Sekarang kawan-kawan seperjuangan telah mencari jalannya masing-masing. Begitu pula dengan saya, saya meniti jalan yang saya yakini jalan benar. J

Keluar pintu belakang MBP, kita akan menemukan jalan rumah-rumah penduduk. Saya sengaja lewat gang kecil, sepanjang jalan itu saya seperti kembali ke masa tiga tahun masa kuliah setelah pindah dari Mampang. Mengapa begitu? Jelas alasannya, saat saya melihat sekeliling, pasti ada saja cerita tentang entah kontrakan atau kos-kosan teman, kuburan depan kosan, tempat nongkrong, ibu-ibu langganan martabak buat dijual di kampus, sampai jalanan tempat kami berpisah seusai pulang bareng. Bahkan kalau kalian jalan sekitar Pancoran Cikoko, pasti kalian akan sekali dua kali bertemu dengan anak-anak kampus saya. Anak-anak SSE pun masih banyak berkeliaran termasuk saya di daerah ini. Dunia terasa sempit. Seperti tadi, saya bertemu adik angkatan yang kebetulan lewat. Hahaha. Sepertinya, saya susah move on ya? Bisa move on kok, saya hanya mengingat kembali saya masa lalu agar masa saat ini dan masa depan jadi orang yang mampu bersyukur. Ya, saya sangat bersyukur karena ada cerita masa lalu sehingga saya menjadi pribadi saat ini. Semua akan indah tepat pada waktunya. J

Lima halaman pun tak terasa. >.<

#19/6/2016

#JustWrite


Rabu, 01 Juni 2016

Lakukan Apa yang Kau Suka


Hari ini entah mengapa saya tergelitik untuk menulis. Pikiran saya dipenuhi oleh uneg-uneg edisi lebaran seorang teman. Ya, tentang perbincangan yang paling ditunggu-tunggu kedatangannya: THR. Tak kaget jika THR menjadi sasaran empuk meme-meme editan atau sekadar lelucon yang disebar di media sosial. Sepertinya, THR seperti harta karun ya?

Sebagai seorang pekerja tak tetap seperti saya, THR bukanlah hal yang menjanjikan. Entah, status saya apa dalam pekerjaan saya. Dibilang guru, saya bukanlah guru sekolahan. Saya hanya guru tanpa status di tempat les-lesan atau bisa dibilang bimbel. Jadi THR pun menjadi hal nomor sekian yang tidak terlalu dispesialkan. Dikasih ya diterima, tak dikasih ya belum rezeki. Saya yakin Allah telah mencukupkan rezeki untuk ciptaannya. Belajar bersyukur!

Tetiba saya ingat sosok seorang ayah yang telah menemani saya selama hampir 23 tahun. Selama itu pula, ayah saya bekerja sebagai reparasi sepeda di kampung. Penghasilannya jauh tidak tetap daripada pekerjaan saya saat ini. Kalau ramai, sehari bisa dapat ratusan ribu, kalau sepi ya dapat dua puluh ribu sudah senang. Ayah saya selalu menghargai yang ia dapat. Buktinya, ayah saya bisa menghidupi seorang istri dan tiga orang anak. Dari rumah yang hanya sepetak dengan tempat tidur daun pintu yang dilepas hingga membangun rumah tembok yang nyaman dihuni, ayah saya tetap jalani pekerjaan tersebut. Ayah saya juga tak pernah mendapatkan THR setengah gaji ataupun satu gaji penuh per lebaran. Ayah saya tak pernah mengeluh dan mempermasalahkan THR yang tak pernah ia terima. Semua disyukuri dengan kegigihan bekerja keras. Allah pasti menolong hamba-Nya yang mau berusaha. Ya, ayah saya adalah ayah nomor satu di dunia ini. Mengajarkan kepada saya untuk selalu berusaha keras dan bersyukur.

Ah, sepertinya saya tak pandai bersyukur. Dulu, setelah lulus SMA dengan usia saya yang belum genap 17 tahun, mencari pekerjaan adalah hal yang sangat susah. Penuh perjuangan! Sampai saya relakan ijazah SMP saya dengan nilai UN matematika 100 kebanggaan saya itu rusak. Ya, rusak karena ambisi seorang ayah agar anaknya bisa bekerja untuk tidak menjadi benalu keluarga. Itu dulu saat kondisi keluarga saya dalam masa sangat sulit. Tahun lahir saya 1992 pun diubah dengan spidol menjadi 1990. Saya dituakan demi bisa masuk pabrik rokok daerah tempat tinggal saya. Alhasil, akal jahat itu tak pernah berhasil karena ijazah asli harus ditunjukkan saat pendaftaran. Gagallah jalan saya untuk bekerja. Sakit hati? Ya pastilah! Saat itu saya sangat membenci ayah saya, tapi keadaan memaksa semua itu terjadi. Sebuah pertaruhan! Tapi saya sadar, ayah saya sedang berjuang untuk masa depan saya. Saya sadar, saya harus membantu ayah saya bangkit! Dan saya tak pandai berbuat sesuatu....

Saya pernah diantar ibu melamar di toko emas tengah pasar, tapi ditolak.  Kata si empunya, saya akan dihubungi, tapi sampai sekarang tak pernah ada nomor toko emas yang masuk di HP saya. Artinya, saya ditolak. Menjadi pengangguran adalah hal yang membosankan! Ada rasa sesak di dada saat menyaksikan kedua orang tua bekerja membanting tulang, sedang kita hanya duduk diam, pengacara-pengangguran banyak acara. Saya menjadi anak yang tak tahu malu! Benalu keluarga!

Untungnya, ada tetangga baik hati yang mengajak saya bekerja di sebuah toko roti. Kurnia Bakery di dekat Pasar Blora sekitar alun-alun kota. Toko roti ini cukup terkenal dan turun-temurun dari Om Penco lalu dilanjutkan oleh anaknya, Pak Ridwan. Keluarga ini Chinese. Kadang mereka sangat baik kadang mereka sangat mengekang. Inilah kehidupan dunia kerja untuk pertama kalinya. Welcome to The Busy Life! Pekerjaan serabutan!

Mengapa saya katakan serabutan kerja di toko roti? Ya, saya menginap di mes. Saya merasakan pertama kalinya jauh dari keluarga dan tinggal di tempat orang. Kalau tak rajin, kau akan dicap “pemalas”! Jadi, pagi-pagi saya harus bangun pagi, nyapu halaman, ngosek selokan, dan nyuci piring. Jangan salah, selokan bekas limbah pabrik ini sungguh berlumut. Kalau tak dikosek sehari saja, selokan bisa meluber ke halaman dan bau busuk. Pernah suatu ketika, saya kosek selokan yang mampet. Ternyata banyak sampah limbah di sana. Tak jarang tangan saya langsung nyebur ke selokan untuk memastikan sampah tak ada lagi dan aliran tak tersumbat. Saya juga terbiasa nyapu halaman dengan dedaunan kering kebun dan pohon jambu. Seusai nyapu dan ngosek selokan, saya beralih ke ruang makan. Tumpukan piring menghampiri, lantas saya membersihkan tangan dan nyuci piring. Saya tak pernah meminta orang lain untuk memuji. Saya hanya melakukan tugas dan kewajiban saya ikut orang. Ya, namanya ikut orang, ya harus tahu diri. Saya yakin keikhlasan akan selalu membawa berkah.

Orang pertama yang bangun pagi adalah Tante, istri Om Penco. Bagi saya, tante adalah orang baik yang pernah saya temui di tempat kerja ini. Dia bos paling baik. Tante tak banyak bicara, tapi dia seorang pemerhati. Tak sesekali kalau ada makanan yang tak dimakan, Tante memberikannya untuk saya sarapan seusai nyuci piring di dapur. Jika saya salah melakukan pekerjaan, Tante menegur saya dengan cara yang baik dan memberi tahu cara yang benar. Tante tak serta-merta marah. Jika ada perdebatan saya dengan Om Penco, Tante selalu menjadi penengah, menyelidiki masalah dengan kepala dingin. Tante juga menasihati saya untuk selalu hati-hati. Ah, saya rindu kebaikan Tante.

Lantas, jangan salah! Kerja di toko roti ini tak seperti toko roti Dapur Coklat atau Holland Bakery seperti di Jakarta dengan karyawan yang cantik-cantik dan bersih. Di toko tempat saya kerja, tak hanya menjual roti atau makanan, tetapi juga menjual bahan makanan kiloan. Bisa dibayangkan bukan? Bayangkan saja, bekerja di toko margarin kiloan, tepung kiloan, dan berbagai jajanan kiloan juga. Celemotan walaupun tak sesekali Bu Nita, istri Pak Ridwan selalu mengawasi penampilan para pelayan. Harus pakai lipstick, kalau nggak potong gaji lima ribu. >.<

Saya bekerja serabutan mengikuti keinginan pelanggan. Kadang ada pelanggan yang baik sekali. Mereka membeli dengan sopan dan memanusiakan para pelayan toko. Saya pernah mendapatkan pelanggan yang sangat baik. Namanya Pak Ngawen. Bapak ini selalu tersenyum. Usianya kira-kira 50 an, tapi masih jalan kemana-mana. Jika menelepon, Pak Ngawen selalu mencari saya dengan pesanannya roti cream rasa bluebery dan coklat. Pak Ngawen juga sangat sabar, kadang mengajari kami bahasa China, mengeja mata uang, dan hitungan dalam bahasa, yang saya baru tahu setelah saya di Jakarta kalau itu adalah bahasa Mandarin. Ah, semoga Allah selalu memberi kesehatan kepada Pak Ngawen. Aamiin. Tak hanya itu, tak sekali saya juga mendapat pembeli yang sangat buru-buru. Saya pernah kena semprot, dimarahi pelanggan gara-gara dinilai lelet. Padahal kalau kau tahu, saya sudah berjuang mati-matian untuk memberi pelayanan yang terbaik. Tapi mungkin memang sedang bad mood, jadi hawanya kena omelan terus. Ah, semua itu menjadi pengalaman tersendiri bagi saya.

Jika ingat gaji pertama yang saya dapatkan bekerja di toko roti ini adalah enam puluh ribu selama 7 hari dengan jam kerja 9-10 jam tiap  hari. Bisa dibayangkan bukan? Hari minggu adalah hari paling bahagia. Ya, karena terima gaji. Bagi saya di tahun 2009, gaji Rp60.000 seminggu sudah sangat besar. Tak jarang, gaji itu terpotong uang sabun cuci sepuluh ribu dan jajan keripik singkong lima ribu, sepuluh ribu untuk anggaran jaga-jaga beli tahu isi Rp900 per biji setiap harinya. Sisanya, ditabung untuk anggaran pulang. Bagi saya, gaji Rp240.000 tiap bulan sudah pencapaian luar biasa untuk kehidupan di desa. Intinya, daripada saya nganggur lebih baik saya bekerja, apa pun itu yang penting halal.

Perjalanan panjang untuk saya selama 6 tahun di Jakarta. Tak terasa ternyata sudah lama. Kecintaan saya dalam mengejar impian-impian saya pun mengantarkan saya di Jakarta. Saya lulus kuliah setelah 4 tahun menjalani pembelajaran formal dan satu tahun saya cuti hingga akhirnya saya menyelesaikan skripsi saya setelah ayah saya telah tiada. Rasa penyesalan itu pun ada! Saya sangat menyesal, tapi itu sudah jalan Allah agar saya tetap ikhlas dan berjuang keras pantang menyerah. Saya pun berjuang hingga sekarang, merantau di ibukota yang kata orang kejam, sampah bayar, toilet pun bayar, bahkan parkir ditungguin saja kau harus bayar dua ribu. Ternyata jalan hidup saya memang harus sampai di tanah perantauan.


Saya bekerja di sebuah bimbingan belajar. Saya memang memutuskan untuk tak mendaftar di kantoran atau sekolah formal, ada target lain yang ingin saya capai. Walau saya bukan pekerja kantoran, tapi saya belajar banyak. Saya hanya bertahan 2 tahun bekerja ikut orang. Banyak hal yang saya pelajari tentang negosiasi dan keprofesionalan. Saya belajar bagaimana cara mengapresiasi kinerja orang lain. Saya belajar cara membahagiakan karyawan. Saya belajar untuk membedakan antara bisnis dan sosial. Ya, saya belajar itu semua. Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk resign dan mencari kehidupan lain. Walau saya tahu, keputusan yang saya ambil berisiko. Saya hanya ingin melakukan apa yang saya sukai, tanpa paksaan. Saya tak bisa terus-terusan membohongi diri sendiri untuk berpura-pura tegar, padahal rapuh dan koyak. Saya ingin menemukan jalan hidup saya sendiri. Dunia kerja semakin kejam, Guys! Kita harus tingkatkan kemampuan kita. Kalau tidak, kita akan kalah bersaing! Target selanjutnya adalah untuk ibu dan adik! Bekerja untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain!

Jakarta
Jun 1, 2016

Kamis, 21 April 2016

My Great Student!

Namanya Namira! Dia kelas X di salah satu sekolah Inter di Jakarta. Pertama kali bertemu di kelas yang berisikan lebih dari 2 murid. Kami belajar function. Di kelas itu ada Dan, seorang anak yang lebih tahu materi ini dari yang lain, lalu ada Raf, seorang anak yang rajin masuk kelas, entah dapat materi atau nggak saat les, yang penting masuk, kemudian Sabrina, seorang anak yang pendiam di awal masuk les dan saat sendiri, tapi ternyata suka ngobrol saat bertemu kawannya, saya pun sampai kualahan, dan  yang paling baru adalah Namira. Sebenarnya, Namira sudah daftar les jauh-jauh hari, tapi entah mengapa baru sekali masuk di kelas saya. 

Kesan pertama saya bertemu Namira adalah ini anak susah fokus untuk belajar. Setiap kali saya menjelaskan materi ke murid lain, dia pun asyik dalam dunianya. Dunia yang mungkin saya tak mampu jangkau. Hal yang masih saya ingat adalah dia adalah satu-satunya anak yang memaksa saya untuk menerangkan dari awal, padahal murid yang lain sudah hampir pertengahan semua subbab. Saya tak mungkin pilih salah satu, tapi dia tetap keukeuh dengan paksaannya yang lumayan 'sesuatu'. Dengan segala hal persiapan, saya pun mengulang materi dari awal dan lagi-lagi, dia gagal fokus. Mudah ter-distract! 



Bersambung....


Selasa, 03 November 2015

Rekrutmen Guru Penggerak Daerah Terpencil Kabupaten Intan Jaya (REPOST)


Pemda Kabupaten Intan Jaya bekerjasama dengan Pokja Papua UGM dan PPKK Fisipol UGM kembali membuka Lowongan Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT)untuk sarjana kependidikan dan non-kependidikan yang berdedikasi tinggi untuk ditugaskan sebagai Guru Penggerak Daerah Terpencil wilayah Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua.
Guru yang dibutuhkan adalah PAUDPGSDBahasa IndonesiaBahasa Inggris,MatematikaFisikaKimiaBiologiEkonomiKomputer/ITGeografi, dan Pendidikan Jasmani-Kesehatan-Olahraga. Pelamar yang memenuhi syarat akan mendapatkan pelatihan di Yogyakarta dan selanjutnya segera ditugaskan sebagai Guru PAUD/TK, SD, SMP, dan SMA.
Berkas pelamar diterima paling lambat 16 November 2015Term of Reference, poster, form biodata, form pernyataan dapat diunduh melalui tautan berikut:
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan (FAQ) [update: 3/11/2005]
  1. Berapa lama kontrak program Guru Penggerak Daerah Terpencil Intan Jaya Papua?
    2 tahun
  2. Setelah kontrak selesai apakah akan diangkat PNS?
    Setelah masa kontrak selesai, guru penggerak DT dapat mendaftar menjadi CPNS sesuai formasi yang dibuka oleh Pemda
  3. Bagaimana jika ijazah belum keluar?
    Dapat menggunakan Surat Keterangan Lulus (SKL)
  4. Siapa saja yang boleh mendaftar?
    Seperti ketentuan dan persyaratan yang tertera dalam web Pokja Papua UGM
  5. Bagaimana jika latar belakang prodi tidak sesuai dengan bidang studi yang dicari?
    Formasi yang dibutuhkan Pemkab Intan Jaya adalah yang diumumkan dalam poster dan ToR
  6. Apakah pendaftaran hanya melalui email?
    Pilih SALAH SATU: melalui email dengan subyek GPDT_Intan Jaya (subyek yang lain tidak diproses sistem) ATAU via pos ke alamat panitia (sudah tertera di pengumuman)
  7. Apabila mendaftar via email, dokumen apa saja yang harus di-scan?
    Ketentuan dokumen sudah JELAS tertera di poster dan ToR. Untuk surat pernyataan kesediaan, scan surat pernyataan kesediaan yang telah diberi materai dan ditandatangani.
  8. Dimana tempat tes/seleksi?
    Akan diumumkan setelah pelamar lolos seleksi adaministrasi ditetapkan
Pertanyaan dan hal lain terkait Rekrutmen GPDT Kabupaten Intan Jaya melaluiFacebook Pokja Papua UGM.

Mimpi Kecil Saya

Papua! Tunggu saya! Saya akan selalu berjuang!

Semoga tahun depan saya bisa ke Papua. Berbagi ilmu di sana! Aamiin....

Belajar Menjaga Hati

Allah selalu punya cara tersendiri yang terbaik untuk hamba-Nya. Kadangkala kita berencana satu hal, tapi Allah ternyata punya kehendak yang jauh lebih baik dari yang kita rencanakan. Begitulah....

Aku tak pernah tahu apa jadinya aku, apa jadinya hubungan kami, apa jadinya rasa yang seharusnya terjaga dengan rapi di hati itu jika aku terlalu ceroboh. Apa jadinya? Mungkin tak akan sejalan seperti ini. 

Surat itu sudah kutulis. Sudah kubingkai dengan amplop. Sudah kutulis nama si penerima. Semua sudah! Sayangnya, Allah tak pernah mengizinkan surat itu sampai pada orang yang tepat.

***

Kupikir, saat itu adalah moment yang tepat untuk bertemu dan bertatap muka. Moment dimana sesuatu membolak-balikkan isi hati. Aku masih sangat ingat. Jelas!

Malam itu, seseorang yang selalu mengayomiku, seseorang yang selalu mengajarkan banyak hal di sebuah organisasi, seseorang yang selalu memberi semangat saat aku bingung atau panik. Ah, ternyata dia juga lebih panik dariku. Sangat panik malahan.

Malam itu, baru pertama kalinya kurasakan sebuah pelukan seorang kakak kepada adiknya. Lumayan canggung, tapi perpisahan itu tak dapat diabaikan. Perpisahan yang sangat mengharukan. Betapa kehilangannya orang-orang yang sangat baik dan kuat. Formasi kami berubah setelah kepergian mereka. Kadang rindu itu mulai merasuk kalbu. Hanya meninggalkan jejak kenangan. Ya, kenangan yang membuatku belajar banyak hal. Belajar untuk tak ceroboh!

***

Kabar pernikahanmu sudah dekat Kak. Sangat dekat malahan. Hidup bahagialah dengannya. Semoga kalian bahagia. Semoga aku bisa datang di acara pernikahan kalian tahun depan.

***

Surat itu sudah lama. Mungkin tintanya sudah lusuh dan aku lupa menaruhnya. Biar saja termakan oleh waktu. Aku pun mulai hidup baru dengan beberapa target ke depan: Papua dan Pedalaman Indonesia! Mengapa harus Papua? Entahlah, aku hanya mengikuti kata hati. Mungkin di sanalah ada sherpa! Belajar menjaga hati!

Senin, 02 November 2015

Obat Rasa Kecewa

Satu jam setengah menunggu Vivi yang tak membuahkan hasil, entah dimana. Cukup kecewa, tapi ya sudahlah.... Mungkin dia lelah.

Tiba-tiba dua murid saya datang dan menemui saya di ruang kelas. Salah satunya, bercerita bahwa nilai kuis Maths dapat bagus. Cukup membuat saya tersenyum kembali. Setidaknya mengobati rasa kecewa menunggu murid yang sedang tidak fokus hari ini. 

Well, saya sempat menulis ini, iseng daripada bengong, lebih baik menulis. Menulis apa saja! 

Akhirnya kami bertiga tos genggaman tangan! Alhamdulillah, nilai Devin ada peningkatan. Yosh, Putri, ayo tambah semangat! Ms Dian yakin kalian bisa!!!!

My Dream Land

Kutulis kembali impian-impian kecil yang selalu menyemangati diri sendiri untuk tetap kokoh berdiri. Impian-impian itu kucoret satu per satu. 

Dulu, aku hanya menuliskannya pada dua lembar kertas folio bergaris, kutempel di tembok kos, dan sesekali kawan-kawanku pun membacanya. Kupikir, mereka geli melihat mimpi-mimpiku, impian yang kadang tak wajar oleh seorang gadis desa yang merantau ke kota seorang diri. Jika ada yang menertawakannya, aku hanya membalas dengan senyuman. 
Kubiarkan impian-impian itu tercoret satu per satu. Impian itu menunggu giliran dengan pena mana kucoretkan padanya. Tak terasa, impian yang mungkin dulu untukku adalah hal tak mungkin, kini kusaksikan sendiri, ia telah tercoret karena telah kugapai! 
Impian untuk kuliah tanpa memberatkan orang tua, kuraih dengan cara spesial dari kampus berharga dalam hidupku SSE. Bahkan, saat ku secara sadar, kuikuti kata hati untuk menuliskan "Jepang", impian itu telah tercoret di bulan April tahun 2014 & 2015.
Ah, impian-impian itu pun memberi kekuatan pada hidupku! Jika aku terjatuh, impian-impian itu mengingatkan aku untuk tetap tegak berdiri, melawan, dan berjuang untuk melepas segala kesulitan. 
#DreamLand #Impian #GreatJourney



"Berjuanglah sekuat-kuatnya dan sehormat-hormatnya!" Nyi Ontosoroh dalam buku "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer.
x

Kosong

Hari ini.... Menunggu....

Saya mengajar mulai jam setengah dua siang. Hari ini mengajar Aziz (English-Grade 6) dan Arsy (Maths-Grade 11). Aziz, saya beri quiz online dan dia sangat tertarik. Aziz mengerjakan quiz dengan senang, malah Arsy, ikut fokus ke quiz Aziz. Hahaha. Berkali-kali saya mengingatkan Arsy untuk menyelesaikan Maths-nya. >.<

Sesi kedua, jam tiga sore. Saya dapat jadwal Zianka dan Vivi. Zianka tidak datang, Vivi datang tepat waktu tapi izin beli makan. Saya pikir memang hanya beli makan. Saya menunggu... lima menit, sepuluh menit, setengah jam, dan kini hampir satu jam. Sesi belajar Vivi tinggal setengah jam lagi. Entah dia di mana.

Saya hanya menunggu dia, membiarkan waktu berputar dengan sendirinya. Aku diam di ruang kelas yang kosong. Entah mengapa, rasanya benar-benar kosong, hening. Saya benar-benar tak fokus hari ini. Oh God! Ada apa?

>.< :'( :'(

Berharap hari ini cepat selesai.

Jumat, 23 Oktober 2015

Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau Adakan Permainan Keakraban Pulau Payung (Repost)

Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) mengadakan permainan-permainan untuk mempererat keakraban keluarga Pulau Payung, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Hari Inspirasi KIJP dan dilaksanakan di tepi pantai Pulau Payung,Minggu siang.
Menurut Humas KIJP Novita Permatasari, 'games' itu memang sengaja dirancang untuk hubungan anak-orang tua.
'Pada umumnya, anak-anak di sini jarang berkumpul dengan orang tua karena ayah, terkadang juga bersama ibu, pergi melaut,' ujar Sari, sapaan akrab Novita kepada Antara.
Ada pun para peserta kegiatan ini adalah keluarga dari 17 anak yang menjadi murid di SDN 04 Tidung (hanya ada 17 siswa di SD tersebut).
Perlombaan yang diadakan diantaranya 'blind path' (mengarahkan anggota keluarga dengan mata tertutup), 'folding carpet' (berdiri di atas alas yang semakin lama semakin kecil) dan 'panjang-panjangan'.
Selain mendekatkan hubungan antaranggota keluarga, Ketua Kelompok Relawan Pulau Payung Ferari mengatakan acara itu juga untuk mendekatkan para anggota KIJP dengan masyarakat sekitar.
Permainan ini sendiri merupakan bagian dari program KIJP #4 pemberian inspirasi bagi anak-anak Indonesia, khususnya yang berada di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Di samping permainan-permainan, KIJP di Pulau Payung juga melaksanakan program-program motivasi ke sekolah dan lingkungan Pulau Payung.
Program KIJP pada 11-12 Oktober 2015 ini merupakan pelaksanaan keempat setelah sebelumnya diadakan pada Maret 2015, serta KIJP #1 dan #2 pada 2014. KIJP #4 menyasar ke sembilan pulau di Kepulauan Seribu, seperti Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka serta 13 sekolah dasar.
Sekitar 200 relawan terlibat dalam program ini, termasuk yang bertugas untuk dokumentasi.(ant/rd)

Hari Inspirasi, Bangkitkan Cita-Cita Anak (Repost)

MajalahKartini.co.id - Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) mengadakan beragam kegiatan untuk memotivasi anak-anak sekolah dasar di Pulau Payung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta, dalam program Hari Inspirasi.
 
Kegiatan tersebut, di antaranya tarian "flash mob", memberikan pengetahuan tentang berbagai macam profesi pekerjaan, menonton film, dan menggelar permainan untuk merangsang kreativitas anak. "Kami berharap semua kegiatan ini bisa memberikan nilai positif untuk anak-anak," kata Larastika selaku Penanggung Jawab KIJP di Pulau Payung Besar di Jakarta, Senin (12/10).
 
Menurut dia, KIJP berusaha membangkitkan optimisme anak-anak Sekolah Dasar Negeri 04, satu-satunya SD di pulau tersebut yang muridnya hanya 16 orang, untuk mencapai cita-citanya. Namun, cita-cita para murid di daerah tersebut terbatas pada profesi guru, dokter, dan polisi/tentara. Hal itu disebabkan kurangnya informasi tentang pekerjaan-pekerjaan lain di masyarakat.
 
"KIJP memperkenalkan profesi-profesi lain, sesuai pekerjaan dari relawan yang ada, membuka wawasan siswa tentang beragamnya pekerjaan yang bisa mereka lakukan ketika mereka dewasa kelak," tutur Laras.
Kegiatan itu mendapat apresiasi dari guru SDN 04 yang menganggap metode KIJP bisa membawa warna dan pengalaman baru bagi para murid. "Anak-anak bisa belajar sambil bermain, ini sesuai kurikulum juga. Murid juga senang kalau belajar di luar kelas, tidak bosan," kata Nur Bainah, guru kelas II SDN 04.
 
Kegiatan Hari Inspirasi merupakan puncak sekaligus kegiatan pamungkas KIJP keempat atau Batch #4 yang digelar pada 11-12 Oktober 2015. KIJP di Pulau Payung Besar mengadakan permainan yang mempererat hubungan orang tua dan anak, Minggu (11/10). Program KIJP pada Oktober 2015 ini merupakan pelaksanaan keempat atau KIJP #4, setelah sebelumnya diadakan pada Maret 2015, serta KIJP #1 dan #2 pada 2014.
 
Pada 11-12 Oktober 2015, kegiatan KIJP dilakukan secara serentak di 13 sekolah dasar di sembilan pulau di Kepulauan Seribu, seperti Pulau Payung, Pulau Tidung, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Pramuka. Sekitar 200 relawan terlibat dalam program itu, termasuk yang bertugas untuk dokumentasi. Mereka tersebar di seluruh wilayah Kepulauan Seribu, Jakarta.
 
Gerakan KIJP sendiri berawal dari Kelas Inspirasi yang diadakan di Jakarta oleh Indonesia Mengajar. KIJP merupakan perkumpulan relawan yang terdiri dari para profesional yang peduli terhadap pendidikan dasar anak dengan berbagi, menginspirasi, membangun cita-cita dan karakter dengan melibatkan sekolah, lingkungan, dan masyarakat di wilayah kepulauan.

Selasa, 20 Oktober 2015

Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau

Perjalanan saya di KIJP batch 4! Bertemu dengan orang-orang super keren yang tergabung dalam satu tim "Syantiek Pulau Payung". Ada Kak Sao dan Kak Laras sebagai koordinator, keduanya adalah perempuan tangguh! Perizinan dan segala hal tentang kegiatan lancar jaya! 

Lalu, ada ketua tercekatan: Kak Ferari! Kadang dipanggil Pak Edo sama anak-anak pulau! Tim kami sih sering manggil "Fera". Tapi, saya trauma manggil "Fera". Ceritanya pas ada sesi nobar sebar, saya keceplosan manggil "kak Fera", lantas dia langsung ralat "Fera-RI". Maaf yaaaa... >.< 

Terus ada kak Sarah, yang paling sabar menghadapi kami. :) Kak Sarah, orangnya asyik! Hihihi. Pengalamannya sekolah di luar negeri (UK) menambah semangat saya untuk melanjutkan kuliah lagi! Yossshhhh!!!! 

Terus, Kak Recel, orang yang paling rame di tim ini. Mudah ter-distract. Hahaha, tapi bener-bener luar biasa. MC abadi di kelompok kami. 

Lalu, ada dua orang tim dokumentasi: Kak Endo dan Kak Iban. Dua orang ini adalah dokumentator yang luar biasa. Kami pernah satu tim jadi tim tiup balon. >.< Hihihi, alhasil balon hijau tosca itu pun cantik untuk games kegiatan kami! Pertama sih, mereka malu-malu, tapi lama kelamaan mereka malu-maluin! hahahha. Oh iya, diam-diam Kak Iban ikutan latian flashmob lho pas kami latian malam-malam di lapangan sekolah. Tapi Kak Endo-nya yang mager cuma ngelihatin kami latihan. -_-''

Terus, satu lagi tim kami: Bang Mike! Seorang wartawan Antara yang meliput kegiatan kami. Bang Mike adalah satu-satunya laki-laki yang jago main gitar di kelompok kami. Kak Ferari dan Kak Endo gagal dalam memainkan ukulele. Alhasil, malam terakhir pun diambil alih Bang Mike dengan gitar hasil minjem tetangga di pantai. :) 

Saya sendiri, saya cuma PJ perlengkapan di kelompok ini. :) Hihihi

Ah, hari-hari yang indah! Ditutup oleh segala macam bentuk yang terindah! Berkumpul di tepi pantai dengan alunan musik gitar Bang Mike dan lirik lagu yang aku pun tak mengerti lagu apa yang dimainkan. #efek tak bisa nyanyi. Namun, itu semua menjadi hari-hari yang indah bersama mereka. Ah, aku sangat senang bisa bertemu kalian! Tim Syantiek Pulau Payung! 

Bahagia itu sederhana! Bertemu kalian adalah keistimewaan tahun ini!
Terima kasih Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) telah mempertemukan saya dengan orang-orang 'super gila' yang berani membawa perubahan! Love you all!