Tampilkan postingan dengan label Reflection of Microteaching. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Reflection of Microteaching. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Juli 2013

Microteaching? OK!

Oleh: Dian Sulistiani / 2010110027

“Yeyyy, kelas Microteaching hampir berakhir di semester ini. Itu berarti tanggung jawab di semester depan semakin besar. Semoga lebih matang lagi pembelajaran yang telah diterima.”

Well, pembelajaran yang saya terima di SSE selama ini terasa sekali manfaatnya ketika menjalankan School Experience Program (SEP)  tahun ini. Jika dulu begitu awam tentang seluk-beluk guru, kini sudah mulai ada pencerahan. Ya, belajar di SSE pun menjadi sangat penting dan sangat perlu untuk digeluti dengan baik. Saya merasa sangat beruntung bisa mengolah pengetahuan di kampus ini dan semoga menghasilkan produk yang bernilai tinggi pula. 

Khusus kelas Microteaching, bagi saya mata kuliah ini sangat bermanfaat. Setiap mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan pembelajaran di kelas dengan teman sendirilah yang menjadi siswa. Bagi saya, ini adalah tantangan. Mengapa tantangan? Bagaimana tidak? Kelas dengan siswa-siswanya adalah teman sendiri kadangkala membutuhkan ekstra kerja keras. Menganggap para siswa tersebut adalah murid SMP/SMA. Perlu imajinasi tinggi bukan? 

Di sinilah, role play pembelajaran yang sering saya lakukan di kampus begitu berarti buat saya. Walaupun kenyataan di lapangan jauh berbeda dengan kondisi di kelas kampus. Mengapa berbeda? Kalau di kelas kampus, kadangkala kita sudah menganggap siswa-siswa, di sini teman-teman menjadi siswa, sudah mengerti konsep dan bahkan lihai. Hal ini sering terlupakan bahwa kelas sebenarnya, kita akan dihadapkan pada siswa-siswa yang sedang belajar atau bahkan belum mengerti sama sekali. Sedangkan kita sebagai guru dituntut untuk membuat siswa paham dan menguasai konsep. Inilah yang terkadang membuat tumpang-tindih pembelajaran. 

Menyoal kondisi kelas yang sedemikian rupa, saya sangat terbantu dengan kondisi natural section B. Mungkin banyak pihak yang menyatakan bahwa kelas kami super-duper ramai, “jungle”, atau kelas paling rebut sampai terusir-usir, tapi bagi saya, kelas ini adalah spesial. Saya belajar bagaimana mengatur siswa yang ramai seperti itu. Mereka juga saling mendukung. 

Sebuah refleksi saya, ketika saya melakukan role play dan saat itu salah seorang dosen berkomentar bahwa kelas kami terasa dibuat-buat dan tidak natural, mungkin itu hanya sekadar judgement. Sulit dijelaskan memang, mungkin kami terlalu menikmati hal tersebut apa adanya. 

Proses kelas Microteaching, setiap minggunya bergantian untuk mengajar, ini sangat bermanfaat. Saya bisa memperbaiki kekurangan dan bisa belajar dari teman lain. Selain menambah pengetahuan, kita juga bisa mempersiapkan diri kalau sewaktu-waktu kita mendapat kondisi yang sama atau materi yang sama. Kita sudah ada gambaran singkat untuk hal tersebut.

Proses penilaian adanya dosen tetap, dosen lain, dan teman-teman observer. Ini sangat membantu. Kita bisa mendapat banyak komentar, masukan, dan refleksi untuk perbaikan dari berbagai sumber. Saya sangat beruntung bisa tampil pertama, tapi ada beberapa hal yang membuat saya kurang puas terhadap cara dosen memberi komentar. Jujur, dan saya mohon maaf, saya harus menuliskan hal ini di refleksi saya yaitu tentang keobjektifan dosen memberi komentar. Jujur, saya sempat down, ketika seorang dosen yang mungkin “kurang mengenal saya”, menurunkan semangat saya saat pemberian komentar. Sedangkan untuk mahasiswa lain yang cukup dikenalnya, beliau menyanjung-nyanjung berlebihan dan mungkin kurang cocok untuk dikatakan di kelas. Jujur saya sedikit shock, ketika dosen tersebut memberi komentar kepada saya dan memanggil saya dengan sebutan “anda”. Sedangkan dengan teman-teman yang lain memanggil dengan nama atau “kamu”. Dalam persepsi saya, kata “anda” terasa ada jarak yang sangat jauh. Padahal mungkin hubungan kami antara orang tua dan anak didik. Hal tersebut sedikit kurang bisa saya terima. 

Bukannya iri atau sakit hati, tapi seyogyanya pendidik juga bisa mengondisikan diri sebagai penilai. Sebenarnya, ini refleksi saya pribadi. Mungkin nanti kalau seandainya saya menjadi guru, hal-hal yang tak saya sukai dan tak bisa saya terima, jangan sampai saya lakukan kepada murid-murid saya. 

Kalaupun saya saat ini tak begitu bagus di mata para pengamat, tapi saya akan buktikan suatu saat nanti saya lebih baik dari masa lalu. Biarpun komentar itu terasa pahit saat ini, tapi inilah belajar. Kita harus bisa menerima kritikan yang mungkin sangat menyakitkan demi kebaikan kita sendiri dan untuk masa depan. Banyak batu kerikil di sini dan siapa yang mampu bertahan dalam kompetisi, dialah pemenangnya. Dan saya akan terus belajar, belajar, dan belajar.

Belajar dari Praktik

Oleh: Dian Sulistiani / 2010110027 / Section B

Mathematics... is more than a collection of problem-solving procedures; it is in essence a system of relations, and it will become increasingly important for children to understand it as a system as their education progresses.” (Resnick, 1992)

Ya, saya mendapatkannya ketika saya mempelajari matematika. Bagi saya, matematika sangat mengasyikkan dan seru. Apalagi kalau sudah materi geometri, itu hal yang saya suka. Nah, sebenarnya saya lebih menyukai geometri daripada aljabar. Namun, tak mungkin saya hanya memilih geometri saja bukan? Pastinya, harus mencoba menyukai hal yang tak disuka juga.

Sebenarnya, sebelum memilih undian penentuan topik, saya berharapnya untuk mendapatkan materi geometri. Sayangnya, harapan itu tertunda sementara sebab saya mendapatkan topik aljabar. Ya, mungkin itu sebagai media pembelajaran saya. Walau saya lebih menguasai materi geometri daripada aljabar, mau tak mau saya harus belajar bagaimana saya mengajarkan aljabar itu sendiri? Ya, ini kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan tentang matematika. Tak mungkin pula, suatu hari nanti kalau sudah menjadi guru kita hanya memilih untuk mengajarkan materi yang kita kuasai bukan? Itu namanya statis. Tidak berkembang. Dan saya tak ingin seperti itu.

Baiklah, Microteaching course telah memberi banyak pengajaran buat saya, khususnya untuk kemampuan mengajar. Pada kesempatan ini saya mengambil standar kompetensi: Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variable. Sedangkan kompetensi dasar: Melakukan operasi pada bentuk aljabar. Tiga puluh menit praktik mengajar di kelas, lalu diberi feedback. Itu hal sudah menjadi kebiasaan kami di kampus USBI-SSE. Saya sangat berterima kasih kepada para pemberi masukan yang membangun untuk saya. Itu sangat membantu. Beberapa yang saya ingat, ada beberapa masukan untuk pengajaran saya. 

         Pertama, masalah konten. Ya, saya menyadari konten aljabar saya lemah sehingga ketika mengajar, saya sempat bingung mencari cara untuk menyampaikan konten dengan baik. Alhasil, untuk materi ini, saya mengalami kesulitan untuk mengajarkan kepada siswa cara melakukan operasi pada bentuk aljabar. 
Kedua, masalah praktis pengajaran. Ada beberapa masukan mengenai suara, classroom management, time management, lalu mengontrol siswa. Menurut saya, itu semua masih tahap belajar dan sebagai guru kita harus bersedia belajar dan terus belajar agar lebih kreatif lagi. Selain itu, guru juga harus bersedia dikritik untuk menjadi lebih baik lagi. Di sini, saya pun belajar untuk mengungkapkan pendapat dan menerima pendapat dengan lapang dada. 

            Ada satu hal yang sempat mengejutkan saya mengenai sebuah komentar: kondisi kelas terlalu dibuat-buat. Sebenarnya, ini bukan hal baru lagi, tapi mungkin masih bisa dibahas. Jujur, kondisi kelas section B memang seperti itu, apa adanya. Mungkin bagi orang yang jarang masuk kelas kami, akan berkata, “Sedikit lebay, sangat ramai kelas ini.” Ya, saya menyadari kelas ini ramai, tapi saya mencoba ambil hal positifnya saja, sewaktu-waktu kita bisa mendapatkan kelas semacam ini. Jadi, kita bisa lebih persiapan lagi untuk mengatasinya karena kita sudah terbiasa. 

              Dalam perkembangan kemampuan saya mengajar, satu hal yang masih menjadi ciri khas saya adalah jargon di kelas. Bagi saya, ini hal yang masih memungkinkan untuk dilakukan di kelas. Saya sangat berharap hal ini dapat membantu untuk meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa. Kemudian, kelemahan yang harus dihilangkan adalah kemampuan bahasa verbal yang belum lancar apalagi bahasa Inggris. Saya masih kesulitan untuk berbicara lancar, tapi saya tetap berjuang untuk hal ini menjadi lebih baik.
Jika dulu saya begitu takut untuk berbicara di depan kelas, kini sudah mulai ada pencerahan, ada kemajuan, saya berani tampil di depan kelas. Lalu, dengan cara mengambil topic yang belum begitu dikuasai akhirnya saya bisa belajar untuk bisa menguasainya lebih. Peru ada penekanan konsep kembali di bagian inti pembelajaran. Untuk opening dan closing sudah cukup bagus. 