Pada
akhirnya, kami menentukan pilihan masing-masing. Pilihan yang tak pernah kami
pikirkan sebelumnya. Pilihan yang tak ada di dalam daftar impian masa kecil
kami. Ya, pilihan-pilihan itu adalah jalan Tuhan yang diberikan untuk kami
dengan cara yang terbaik. Ah, inilah hidup!
Saya,
anak pertama dari tiga bersaudara. Menjadi anak pertama, perempuan, bukanlah
hal yang mudah. Bahkan, jika nanti saya diberi anak, saya berharap anak pertama
adalah laki-laki. Saya pikir, sekuat-kuatnya perempuan, ia tak setangguh
lelaki. Terlahir sebagai anak perempuan dan anak pertama membuat saya belajar
banyak hal. Anak pertama adalah panutan! Tak bisa memungkiri bagaimana
perjuangan saya untuk bisa membangun mimpi-mimpi saya. Bersekolah hingga
perguruan tinggi dan menjadi harapan keluarga. Pertama kali dalam silsilah
keluarga ayah dan ibu: sayalah cucu serta anak yang pertama kali mengenyam
bangku kuliah. Semua itu butuh perjuangan! Pengorbanan hingga akhirnya, ayah
saya berpikir bahwa anak-anaknya harus kuliah. Ya, itu pun berlanjut pada adik
laki-laki pertama saya melanjutkan kuliah di kota kelahiran saya. Ah, inilah
hidup!
Saya
pun mengambil keputusan untuk tetap di Jakarta. Merantau jauh dari kota
kelahiran, jauh dari keluarga. Anak perempuan satu-satunya memutuskan untuk
berjuang di ibukota! Semua itu tak pernah saya bayangkan sewaktu kecil. Semua
berjalan begitu cepatnya. Tak terasa 6 tahun lebih, saya berada di kota ini.
Kota Jakarta yang telah menjadi saksi perjuangan. Ya, Allah Maha Adil.
Pada
akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil kerja freelance. Saya belum tertarik
dengan kehidupan kantor. Saya masih menikmati pekerjaan saya. Bekerja untuk
diri sendiri, bukan untuk bos, bukan untuk orang lain. Walaupun keputusan saya
itu berisiko, entah mengapa saya masih bertahan. Entah sampai kapan saya
bertahan di Jakarta ini. Biarkan waktu yang menjawabnya. Ikuti kata hati dan
lakukan sepenuh hati.
***
Sudah
saya katakan, saya tiga bersaudara. Saya satu-satunya perempuan dan anak
pertama. Kedua adik saya laki-laki. Adik pertama saya memutuskan menikah muda
di usia 22 tahun. Ya, itu telah menjadi keputusannya. Saya hanya bisa mendoakan
semoga dia sukses dengan keputusannya itu. Apa saya harus marah? Tidak!
Walaupun sebelumnya, saya pernah merasa ingin kabur dari kenyataan itu. Namun,
saya sadar, kita hidup punya pilihan masing-masing. Dan saya harus menghargai
keputusan adik saya itu. Saya yakin, dia memutuskannya pun karena alasan yang
kuat.
Saya
yakin adik saya itu tangguh seperti namanya: Teguh! Dia akan selalu teguh dan
kuat menghadapi segala perjalanan hidup ini. Saya salut dengannya. Setelah
kepergian ayah saya, dia adalah satu-satunya lelaki yang menjadi tulang
punggung keluarga. Dia bekerja meneruskan bengkel ayah di kampung. Saya tahu,
penghasilannya pun tak tentu. Kadang ramai kadang sepi. Saya tahu, dia punya
tanggungan biaya kuliah sendiri, mengurus ibu dan adik saya di kampung. Bahkan,
sekarang dia pun punya kehidupan baru, keluarga dan rumah tangga baru. Kita
punya pilihan masing-masing dan itu adalah pilihan adik saya. Saya selalu
berdoa semoga dia selalu berada di jalan yang terbaik oleh Allah.
***
Adik
laki-laki bungsu saya memutuskan untuk bekerja di tahun 2017 ini. Saya
benar-benar terharu. Saya yakin, akan ada masa dimana dia terketuk hati untuk
bekerja. Walau sebenarnya, saya masih berat hati, impiannya untuk menjadi
seorang pemain sepak bola harus diurungkan sejenak. Di sisi lain, saya yakin,
dia pasti akan menemukan pengalaman lain yang akan mengajarkan banyak hal
lebih. Dan pastinya, dia telah berani melawan rasa takut, keluar dari zona
nyaman. Kecintaannya pada ibulah yang membuat dirinya semakin kuat dan kokoh.
Tetaplah menapak dan bertumpu pada kakimu sendiri Dik! Doaku selalu bersamamu.
Saya
yakin, akan ada pintu baru terbaik yang Allah pilihkan untuk kita.
***
Sepeninggalan
bapak, ibu memilih untuk menikah lagi. Saya tahu, ibu belum bisa hidup sendiri.
Ibu masih memerlukan seorang pendamping. Keputusan itu sebenarnya sangat berat
untuk saya. Tapi saya pun tak boleh egois membiarkan ibu dalam kesedihan.
Keputusan ibu mungkin adalah jalan terbaik Allah. Ya, agar kami belajar lebih
tentang hidup ini. Agar kami tetap saling mengasihi. Dan ibu memiliki kehidupan
baru. Kehidupan yang memiliki cerita dan episode baru. Kami pun ikut berperan
di dalamnya.
***
Ah,
inilah hidup! Saya berjanji pada diri saya sendiri, saya tak boleh rapuh, saya
tak boleh tumbang, saya harus kuat, menopang pada kaki sendiri, anak pertama
haruslah lebih tahan banting! Ah, inilah hidup! Jalani sepenuh hati. Semoga
Allah beri jalan yang terbaik! Aamiin.
Jakarta
Jan
4, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar