Menonton film "Tjokroaminoto" siang ini memberi banyak pembelajaran. Saya menjadi salah satu pendamping kawan kita tuna netra untuk menonton film tersebut.
Sangat spesial, tempatnya spesial di Paviliun 28 milik Kak Nia salah satu kawan Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau (KIJP) yang saya pun baru mengenalnya. Berbekal petunjuk teman tentang alamat lokasi saya pun mencoba mencari dan ketemu. Tampak bangunan muka dominan warna merah siang tadi sepi. Saya telepon Kak Diah kawan KIJP juga yang memang sudah berada di lokasi. Saya masuk dan kemudian berkenalan dengan Kak Nia sambil menikmati lemon tea. Desain ruangan yang unik menurut saya. Di dalam bangunan tersebut ada beberapa ruangan dengan dekorasi yang tradisional berbaur modern. Nyaman. Aku pun bertanya-tanya lokasi bioskopnya dan ternyata di balik tembok tengah terdapat ruangan bioskop keren. Saya pun mengamati sekitar.
Kali ini bioskop yang saya ikuti adalah bioskop berbisik. Unik ya namanya? Bikin penasaran. Bioskop berbisik ini penonton yang datang adalah orang-orang spesial. Kawan kita para tuna netra. Tak lama setelah kedatangan saya, ada beberapa rombongan. Saya mulai mengamati sekitar satu per satu. Banyak juga yang datang.
Kami mulai memasuki bioskop. Saya duduk di antara kawan tuna netra tersebut. Namanya Mas Satrio dan Mas Uut. Kami berkenalan dan berbincang tentang film yang akan kami tonton. Pembukaan acara dimulai dan penjelasan dari Mbak Cici tentang apa yang harus kami lakukan sebagai pendamping kawan tuna netra tersebut. Jika di bioskop umum, kita tak diperkenankan untuk membuat keributan selama film diputar. Kalau itu terjadi mungkin kita akan dimarahi penonton lain pastinya. Nah, uniknya di sini. Kita malah wajib bersuara, bercerita, berkomentar, dan bahkan berdiskusi dengan kawan yang lain. Hal ini diperuntukkan untuk membantu menceritakan suasana yang tergambarkan dari film.
Di sepanjang menonton film, saya pun bercerita tentang apa yang saya lihat di film tersebut dengan Mas Satrio. Dia sangat keren dalam urusan sejarah. Dia sangat menyukai baca buku dan mendalami sejarah Indonesia. Bahkan, beberapa kali dia bercerita dan menyebut nama-nama tokoh di dalam film tersebut. Saya malah berusaha mengingat pelajaran sejarah SMP dan SMA dulu. Ada nama-nama yang tak asing di telinga tetapi banyak nama-nama yang bahkan saya lupa siapa tokoh itu. Ternyata asyik dan saya belajar banyak dari Mas Satrio.
Nah, setelah menonton film "Tjokroaminoto" ini saya ingin berkomentar tentang filmnya. Ternyata film ini film bersejarah yang keren. Pemikiran Tjokroaminoto berkembang dan membela rakyat kecil. Kisah sejarah yang mungkin tak ditulis dalam buku sejarah di sekolah pun tergali sangat apik. Ada satu tokoh yang menggelitik pikiran saya yaitu Stela, seorang gadis yang lahir dari ibu pribumi dan ayah Belanda. Stela mengingatkan saya kepada tokoh Annelies dalam buku "Bumi Manusia" karya Pramudya Ananta Toer. Ya, saya pernah berdiskusi tentang buku tersebut di mata kuliah Bahasa Indonesia tahun pertama saya kuliah. Ah, jadi ingin baca buku itu lagi. >.<
Tokoh Tjokroaminoto tak lepas dari sejarah Sarekat Islam. Di film tersebut diceritakan perjuangan Tjokroaminoto dengan Kusno (Soekarno muda), Agus Salim, dan beberapa tokoh sejarah lainnya. Film ini keren. Membangun semangat kebangsaan.
Lantas seusai menonton, kami kedatangan keluarga dari anak kedua Tjokroaminoto yaitu keturunan Anwar Tjokroaminoto. Kami pun foto bersama.
#NontonFilmGratis #BioskopBerbisik #Paviliun28 #Berbagi #Sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar